1.
Pengertian Transfusi Darah
Transfusi
Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang
sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen
darah. Sama halnya dengan tranplantasi organ tubuh, tranfusi darah terkait pada
beberapa hal, yaitu donor adalah orang yang menyumbangkan darah kepada orang
yang membutuhkannya, resipien adalah orang yang sedang membutuhkan darah, tim
ahli adalah orang yang ahli dalam bidang mentrsanfusikan darah.
Menurut
Dr. Ahmad Sopian, transfusi darah adalah memasukkan darah orang lain ke dalam
pembuluh yang akan di tolong. Sedangkan menurut Dr. Rustam Masri, transfusi
darah adalah proses pekerjaan memindahkan darah dari orang yang sehat kepada
orang yang sakit, yang bertujuan untuk :
a. menambahkan
jumlah darah yang beredar dalam badan orang yang sakit yang darahnya berkurang
karena sesuatu sebab, misalnya pendarahan, operasi, kecelakaan dan sebab
lainnya.
b. menambah
kemampaun darah dalam badan si sakit untuk menambah atau membawa zat asam atau
O2.
Dengan
demikian, transfusi darah adalah suatu cara membantu pengobatan yang sudah ada
dan darah hanya membantu saja sebagai salah satu pelengkap daripada metode
pengobatan. Namun demikian perlu diperhatikan lagi, bahwa transfusi darah itu bukanlah
pekerjaan yang tanpa resiko dan mungkin merupakan suatu pekerjaan yang banyak
risikonya bagi si sakit.
Transfusi
(pemindahan) darah telah dilakukan oleh para ahli kedokteran sejak ratusan
tahun yang lalu tepatnya pada abad ke-18. pada masa itu pengetahuan tentang
sirkulasi darah yang dirintis oleh William
Harvey masih belum memuaskan. Dalam kondisi seperti itu pada umumnya
transfusi darah mengalami kegagalan dan banyak mendatangkan kecelakaan bagi
manusia. Namun para ahli tidak henti-hentinya melakukan percobaan sampai pada
suatu saat Dr. Karl Landsteiner pada
tahun 1900 telah menemukan golongan-golongan darah dan transfusi darah bukan
pekerjaan yang berbahaya, tetapi sebaliknya banyak menolong jiwa manusia dari
ancaman kematian disebabkan kehilangan darah.
2.
Transfusi Darah Menurut Pandangan Islam
Al-Qur’an
dan sunnah tidak membahas masalah transfusi darah. Tetapi, menurut berbagai
prinsip dan ajaran umum yang terdapat dalam sumber-sumber orisinil islam, darah
yang mengalir selalu dianggap sebagai benda najis. Selain itu, islam melarang
para pemeluknya untuk mengkonsumsi darah. Menurut beberapa pendapat ada
beberapa hukum mengenai transfus darah diantaranya :
Menurut
pandangan almarhum Mufti Syafi transfusi darah merupakan suatu yang haram, karena
:
1) Darah
sebagai bagian dari tubuh manusia : darah merupakan bagian tubuh manusia, maka
pengambilan dan pentransfusiannya ke dalam system peredaran darah orang lain
bisa disamakan dengan upaya mengubah takdir manusia, karenanya dilarang.
2) Darah
sebagai benda najis : darah yang diambil dari tubuh seseorang pada dasarnya
adalah najis.
Menurut
beberapa tokoh, Mufti Syafi menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan
kelonggaran dan kemudahan yang diberikan syariat bagi kondisi-kondisi luar
biasa yaitu yang mengancam jiwa, dan bagi upaya pengobatan, maka transfusi
darah hukumnya boleh (ja’iz). Pada penjelasan yang lain Muft Syafi menerangkan
bahwa darah diambil dengan jarum, tanpa mengiris bagian tubuh manapun lalu di
transfusikan kedalam tubuh orang lain untuk memperpanjang hidupnya.
Muft
Syafi juga berpendapat bahwa meskipun darah termasuk benda najis, namun
mendonorkan darah untuk di transfusikan pada orang lain hukumnya adalah boleh
atas dasar keterdesakan, dan hal ini termasuk dalam kategori memanfaatkan benda
terlarang sebagai obat. Menurut Syekh Ahmad Fahmi Abu Sinnah, Dr. Abd al-Salam
al-Syukri, dan Syekh Jad al-Haqq tranfusi darah hukumnya boleh jika memenuhi
syarat sebagai berikut :
1) Transfusi
darah hanya boleh dilakukan jika ada kebutuhan yang mendesak.
2) Transfusi
darah boleh dilakukan ketika tidak membahayakan nyawa si pasien tetapi, dalam
pandangan dokter yang berkompeten, pasien tidak mungkin disembuhkan tanpa
transfusi darah.
3) Transfusi
darah tidak di perbolehkan jika tujuannya hanya untuk peningkatan kesehatan.
4) Donor
secara ikhlas berniat mendonorkan darahnya.
5) Tidak
ada bahaya serius yang mengancam jiwa atau kesehatan donor akibat transfusi
tersebut.
6) Harus
sudah dipastikan bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan nyawa resipien
kecuali dengan transfusi darah.
7) Derajat
keberhasilan melalui cara pengobatan ini diperkirakan tinggi
8) Hidup
donor sama sekali tidak terganggu setelah darah tidak diambil dari tubuhnya.
9) Donor
harus bebas dari segala macam penyakit menular, dan ia tidak menderita
kecanduan sesuatu. Dll.
Sebagai dasar hukum yang
memperbolehkan donor darah dapat dilihat dalam kaidah hukum Islam berikut :
اَلاَصْلُ فِى الاَشْيَاءِالاِباَحَةُ
حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
Artinya
: “Bahwa pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh (mubah), kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.”
Berdasarkan kaidah tersebut di atas,
maka hukum donor darah itu diperbolehkan, karena tidak ada dalil yang
melarangnya, baik dari Al-Qur'an maupun Hadits. Namun demikian tidak berarti,
bahwa kebolehan itu dapat dilakukan tanpa syarat, bebas lepas begitu saja.
Sebab bisa saja terjadi, bahwa sesuatu yang pada awalnya diperbolehkan, tetapi
karena ada hal-hal yang dapat membahayakan resipien, maka akhirnya menjadi
terlarang. Umpamanya saja, donor dalam keadaan berpenyakit menular seperti AIDS
dan penyakit-penyakit lainya (yang dapat menular via darah), maka transfusi
darah menjadi terlarang. oleh sebab itu, sebelum para donor memberikan
darahnya, harus diperiksa lebih dahulu (bagi yang diduga ada penyakitnya). Demikan
juga darah tersebut harus benar-benar bebas dari virus yang berbahaya, baru
diberikan kepada yang memerlukanya, sesuai dengan kaidah fiqihnya:
اَلضَّرَرٌلايَزَالُ
Artinya : “Kemudharatan itu harus
dilenyapkan.”
Kaidah
tersebut diatas bersumber dari firman Allah :
Artinya : “…sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-qashash:77).
Disamping
itu kaidah yang perlu diperhatikan adalah :
اَلضَّرَرٌلايَزَالُ بِالضَّرَرِ
Artinya:
“kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan lainya.”
Sebagai contoh, si sakit yang
memerlukan pertolongan darah dikorbankan donor yang kurang darah, walaupun dia
rela. Si sakit mungkin dapat tertolong dengan darah tersebut, tetapi akan
muncul bahaya baru, yaitu si donor tadi. Secara umum hendaknya
dapat dipegang kaidah yang berbunyi :
لاَضَرَرَوَلاَضِرَارَ
Artinya
: “Tidak boleh memudhorotkan diri sendiri dan tidak boleh pula memudharatkan
orang lain.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar