Sabtu, 23 November 2013

METODE YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBUATAN KARANGAN DIKSI



BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
                  Tidak mudah untuk mendapatkan sesuatu yang kita harapkan begitu pun dalam membuat sebuah karangan ataupun karya-karya ilmiah yang benar-benar sesuai dengan yang kita harapkan. Karena itulah penulis dalam kesempatan ini akan memberikan beberapa bahasan dalam membuat sebuah karangan. Dan itu yang perlu diperhatikan dalam pembuatan karangan tersebut.
B.   BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH
                  Dalam pembahasan makalah ini penulis akan memberikan batasan dan rumusan masalah agar dalam pembahasan nantinya tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang sedang dibahas. Diantara batasan itu adalah pengertian karangan. Makna, Relasi makna, Ragam Bahasa, proses Morfologis dan Penyimpangan bahasa dalam karangan diksi.
Dan yang menjadi rumusan masalahnya yaitu;
1.    Apa itu karangan dan makna?
2.    Apa yang termasuk Relasi makna, ragam bahasa?
3.    Apa saja macam-macam proses Morfologis dan Penyimpangan bahasa?
C.   TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
                  Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan Tugas Mandiri Mata Kuliah Bahasa Indonesia sebagai pengganti Persentasi penulis yang tidak terlaksana.Dan manfaat penulisan makalah ini yaitu semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi yang membacanya pada umumnya.
D.   METODE PENGUMPULAN DATA
                  Dalam penulisan makalah ini saya sebagai penulis memperoleh data-data tersebut dari Situs Internet.Berupapengambilan data-data dari Blogging dari Google maupun Webbsite Yahoo.Dan penulis juga mengambil dari beberapa buku Kamus Bahasa Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
METODE YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBUATAN KARANGAN DIKSI
A.   KARANGAN
1.    Pengertian Mengarang dan Karangan
            Mengarang atau menulis menghasilkan karangan atau tulisan. Yang dimaksud karangan atau tulisan adalah kreativitas penulis atau pengarang untuk menulis atau mengarang, sehingga menghasilkan karangan atau tulisan Materi karangan adalah apa yang dipikir, apa yang dirasakan, atau menuliskan pengalaman hidup sehari-hari.
2.    Unsur Karangan
            Unsur karangan meliputi isi, bahasa, struktur pengembangan yang merupakan bagian dari teknis penulisan.Unsur isi meliputi kreativitas pengarang atau penulis.Adapun unsur bahasa meliputi ketepatan ejaan, diksi, morfologi dan sintaksis.
3.    Unsur struktur pengembangan paragraf
            Unsur struktur pengembangan paragraf meliputi ide utama, bagaimanakah pengembangan kalimat menjadi paragraf.Secara garis besar dapat disimak skema di bawah ini. Unsur mengarang:
*      Isi-ide
*      Bahasa
*      Teknik penulisan
            Berdasarkan pengembangan paragraf atau alinea, Keraf (1991: 65-66) membedakannya paragraf menjadi tiga macam, yaitu:
a.    Paragraf  pembuka
Paragraf pembuka, yaitu paragraf yang berkedudukan pada awal tulisan sebuah karangan.Paragraf ini bertujuan untuk mengantar pokok pikiran dalam karangan itu.
b.    Paragraf penghubung
Paragraf penghubung yakni sebuah paragraf yang terdapat diantara paragraf pembuka dan paragraf penutup.Sifat dan tujuan yang harus dimiliki paragraf penghubung ialah menguraikan persoalan yang menjadi topik karangan.
c.    Paragraf penutup
Paragraf penutup yaitu paragraf yang disusun oleh pengarang dengan tujuan untuk mengakhiri sebuah karangan atau bagian karangan.Paragraf penutup yang disusun oleh pengarang ini dengan tujuan untuk memberi deskripsi atau gambaran pada pembaca bahwa pengungkapan dan isi karangan itu sudah selesai.
B.   MAKNA DAN RELASI MAKNA
                  Sebelum menentukan pilihan kata yang diperlukan dalam mengarang, terlebih dahulu penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni masalah makna dan relasi makna.
1.    Makna
            Makna sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri.Adapun makna menurut Chaer terbagi atas beberapa makna.[1]yaitu:
a.    Makna Leksikal dan makna Gramatikal
Makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, hasil observasi alat panca indra atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contoh:
§  Kata Tikus, makna leksikalnya adalah Binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (tikus itu mati diterkam kucing).
Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal. Dan untuk menunjukkan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi. Contoh;
§  Seperti kata; “Buku” yang bermakna “sebuah buku” atau “buku-buku” yang bermakna “banyak buku”.
b.    Makna Referensial dan Nonreferensial
Makna referensial dan nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu.Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu, katatersebut bermakna referensial, kalau tidak mempunyai referen, maka kata tersebut bermakna nonreferensial. Contoh:
§  Kata meja dan kursi (bermakna referensial)
§  Kata karena dan tetapi (bermakna Nonreferensial)
c.    Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adaiah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh:
§  Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil dan ukuran badannya normal.
Makna Konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh:
§  Kata kurus pada contoh tersebut bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang menyenangkan. Tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus.
d.    Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Contoh:
§  Kata Kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai”.
Makna Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada diluar bahasa.Contoh:
§  KataMelati berasosiasi dengan suatu yang suci atau kesucian.
§  Kata merah berasosiasi berani atau paham komunis.
e.    Makna Kata dan Makna Istilah
Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak bertambah, tetapi karena berbagai faktor dalam dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum.Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam satu kalimat.Contoh:
§  Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan
Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti.Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh:
§  Kata tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara
f.     Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa kata, frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh:
§  Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yang disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.
Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh:
§  Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa.
g.    Makna Kias dan Lugas
Makna kias adalah kata, frase maupun kalimat yang tidak merujuk padaarti sebenarnya. Contoh:
§  Putri malam, bermakna bulan
§  Raja siang, bermakna matahari
2.    Relasi Makna
Relasi adalah hubungan makna yang menyangkut beberapa hal yaitu:
a.    Kesamaan Makna (Sinonim)
Sinonim adalah sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih samadengan makna ungkapan lain. Contoh:
§  Kata buruk danjelek
§  Bunga dan kembang
b.    Kebalikan Makna (Antonim)
Antonim adalah ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna dari ungkapan lain. Contoh:
§  Kata bagus berantonim dengan kata buruk
§  Kata besar berantonim dengan kata kecil
c.    Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
Polisemi adalah sebagai satuan bahasa (terutana kata, atau frase) yangmemiliki makna lebih dari satu. Contoh:
§  Kata kepala bermakna; bagian tubuh dari leher ke atas, sepertiterdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepalakereta api.
Ambiguitas adalah sebagai kata yang bermakna gandaatau dua arti.Konsep ini tidak salah, tetapi kurang tepat sebab tidakdapat dibedakan dengan polisemi. Contoh:
§  Buku sejarah itu baru terbit
§  Buku itu berisi sejarah zaman baru
d.    Ketercakupan Makna (Hiponim)
Hiponim adalah sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap bagian dari makna suatu ungkapan. Contoh:
§  Kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan
e.    Kelebihan Makna (Redundansi)
Redundansi dapat diartikan sebagai makna yang berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ungkapan. Contoh:
§  Bola di tendang si Udin, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh si Udin. Penambahan kata “oleh atau pada”.
Kalimatkedua dianggap sebagai suatu yang redundansi,yang berlebih- lebihan, dan sebenarnya tidak perlu.
C.   RAGAM BAHASA
                  Diksi pada karangan dapat dianalisis berdasarkan relasi makna dan ragam bahasa.Hal ini mengingat bahwa ada kemungkinan penggunaan diksi yang kurang tepat pada karangan dan itu disebabkan kesalahan dalam memilih ragam bahasa.Ragam bahasa adalah sebuah warna bahasa yang dihasilkan penulis atau pengarang.[2]Ragam bahasa ikut serta menentukan ketepatan makna baik secara leksikal maupun kontekstual bahkan dalam masalah idiom.
                  Penelitian dengan menggunakan alat analisis ragam bahasa ini bukan untuk mencari ragam bahasa baru yang ada atau yang dihasilkan, tetapi apakah karangan ditinjau dari sudut diksinya menunjukkan adanya keragaman yang mengganggu makna secara keseluruhan teks karangan atau tidak.Misalnya, karangan yang menggunakan ragam Jakarta sehingga tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.Keraf menyatakan bahwa ragam bahasa dapat diklasifikasi menjadi beberapa bagian.[3]Yaitu:
1.    Ragam Bahasa Kurun Waktu Penggunaan
            Berdasarkan kurun waktu penggunaannya ragam bahasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ragam Bahasa Indonesia lama dan ragam Bahasa Indonesia baru.Ragam bahasa Indonesia lama digunakan seperti pada karya sastra lama atau zaman raja-raja tempo dulu seperti pada Cerita Panji.Sedangkan ragam bahasaIndonesia baru dipergunakan sekitar zaman pergerakan atau kebangkitan nasional hingga kini.
2.    Ragam Bahasa Berdrsarkan Daerab Peinrkaian
            Ragam Bahasa berdasarkan daerah pemakaian ini biasa disebut dialek.Ragam bahasa berdasarkan daerah pemakaiannya ada ragam bahasa Medan, Jakarta, Jawa, Sunda, Irian dan sebagainya.
3.    Ragam Bahasa Berdasarkan Tingkat Keformalan
Ragam bahasa berdasarkan tingkat keformalannya terdiri atas:
a.    Ragam Baku
Ragam ini merupakan bentuk pemakaian bahasa yang sudah tidak berubah lagi dari dulu hingga kini.Yang tergolong ragam ini ialah peribahasa, kiasan klise, naskah proklamasi, dan sebagainya. Contoh:
v  Tak aaa gading yang tak retak, Rambutnya seperti mayang teratai.
b.    Ragam Formal.
Ragam ini disebut juga ragam resmi, ragam baku atau ragam standar. Ragam ini disebut ragam resmi karena dipergunakan dalam situasi resmi, misalnya pidato, seminar, tajuk rencana surat kabar, bahasa pengantar di sekolah, siaran berita TVRI dan sebagainya. Adapun ciri-ciri bahasa Indonesia ragam formal tersebut adalah sebagai berikut:
1)    Menggunakan awalan {her-} dan {me-} secara eksplisit (dinyatakan dengan tulisan atau ucapan), dan konsisten. Contoh:
§  Iajalan-jalan cari udara segar.
§  Iaberjalan-jalan mencari udara segar.
2)    Menggunakan kata tugas secara eksplisit dan konsisten. Contoh:
§  Saya minta maaf ibu, lahir batin.
§  Saya minta maaf kepada ibu, lahir batin.
3)    Menggunakan fungsi-fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten. Contoh:
§  Adik berangkat ke sekolah, Diantar Ibu.
§  Adik berangkat ke sekolah, la diantar Ibu.
4)    Menggunakan bentuk lengkap atau bentuk yang tidak disingkat, baik pada tataran kalimat maupun kata. Contoh:
§  Kemana ?
§  Akan pergi kemanakah Ibu ?
5)    Tidak menggunakan unsur-unsur daerah atau dialek. Contoh:
§  Gua sih nggak pernah nyuci sendiri.
§  Saya tidak pernah mencuci sendiri.
6)    Menggunakan kata ganti (saya, anda, ia, Bapak, Ibu, saudara) dan menghindari pemakaian kata ganti tidak resmi (sini, situ, sana). Contoh:
§  Sini dan situ udah setuju, tapi sana belum setuju.
§  Saya dan anda sudah setuju, tapi ia belum setuju.
7)    Menggunakan struktur sintesis (padu). Contoh:
§  Harga bahan makanan tidak dikasih naik.
§  Harga bahan makanan tidak dinaikkan.
8)    Menggunakan pola urutan: “Aspek + Pelaku + Kata Kerja” pada bentuk kata kerja pasif berpelaku. Contoh:
§  Pekerjaan ini saya akan selesaikan sendiri.
§  Pekerjaan ini akan saya selesaikan sendiri.
c.    Ragam Konsultatif
Ragam ini disebut juga ragam usaha.Pemakaiannya pada situasi setengah resmi. Misalnya:
§  Urusan perusahaan, percakapan antara pegawai di luar urusan kantor, konsultasi dengan dokter, dan sebagainya.
Ciri-ciri ragam ini sebagian mengikuti ragam formal, dan sebagian lagi mengikuti ciri-ciri ragam informal.
d.    Ragam Informal
Ragam ini disebut juga ragam santai atau kasual.Ciri-cirinya kebalikan dari ciri-ciri ragam formal.Ragam ini biasa dipergunakan dalam situasi santai.Misalnya:
§  Percakapan ringan di dalam keluarga, pembicaraan antara teman dekat dan sebagainya.
e.    Ragam Akrab
      Ragam ini disebut ragam intim yang biasa dipergunakan antar penutur yang hubungannya sudah sangat akrab, misalnya antara suami istri, antara ibu dan anak, dan sebagainya. Ciri-ciri ragam ini adalah:
Menggunakan bentuk bahasa yang sangat singkat dan yang pokok-pokok saja.Banyak kata yang tidak dinyatakan sebab sudah tersiratdalam situasi pembicaraan.Tanpa mengetahui situasi dan latar belakang pembicaraan, orang lainyang mendengar tidak akan mengerti maksudnya.Contoh:
Siti : ”Tolong…!!!”
Andi: “Ya…, tunggu bentar.”
Siti : “Cepetan dong…!!!”
Andi: “Iya…ya…, aku datang.”
      Orang yang tidak mengetahui situasi pembicaraannya tentu akan berpikir macam-macam dan berteka-teki. “Apa yang sedang dilakukan oleh dua penutur tersebut?”Teka-teki ini baru terpecahkan setelah mengetahui situasi pembicaraan yaitu orang yang takut dengan kecoa.
f.     Ragam Bahasa Berdasarkan Medianya
      Berdasarkan media atau alat yang dipakai untuk mengungkapkannya, ragam bahasa dapat dibedakan atas ragam lisan dan ragam tulisan.Ragam lisan diungkapkan dengan media suara, sedangkan ragam tulisan diungkapkan dengan media tulisan.Biasanya ragam tulisan lebih lengkap daripada ragam lisan, sebab dalam hal ini penulis tidak dapat bertatap muka langsung dengan lawan komunikasinya sehingga harus memberikan gambaran situasi masalah yang dikomunikasikannya.Ragam lisan relatif pendek karena penutur dapat langsung berhadapan dengan lawan tuturnya.
g.    Ragam Bahasa Berdasarkan Keperluan atau Pesan yung Dikomunikasikannya
      Berdasarkan isi atau amanat yang dikomunikasikan ragam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain: Ragam ilmiah, ragam sastra ragam upacara, ragam iklan, ragam pidato, ragam berita, dan sebagainya.
D.   PROSES MORFOLOGIS
                  Masalah diksi ada kaitannya dengan proses morfologis. Kesalahan proses morfologis mengakibatkan adanya kejanggalan makna dalam karangan. Oleh karena itu, perlu dikemukakan berbagai teori proses morfologis dari para ahli secara unit.
Menurut Ramlanyang dimaksud proses morfologis adalah pembentukan kata-kata dari proses satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya.[4] Proses morfologis meliputi afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan.
1.    Afiksasi
            Afiksasi adalah satuan gramatikal terikat didalam suatu kata dan merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Afiks yang terletak di depan bentuk dasar disebut prefiks, afiks di tengah bentuk dasar disebut infiks. Afiks yang terletak diakhir bentuk dasar disebut Sufiks dan yang letaknya terpisan disebut simulfiks. Adapun afiks–afiks tersebut adalah sebagai berikut:
Prefiks
Infiks
Sufiks
Simulfiks
meN-
-el-
-kan
peN-an
Ber-
-er-
-an
pe-an
di-
-em-
-i
ber-an
Ter-
-
-nya
ke-an
peN-
-
-wan
se-nya
pe-
-
-wat
-
se-
-
-is
-
per-
-
-man
-
pra-
-
-da
-
ke-
-
-wi
-

Bentuk-bentuk seperti ku, mu, nya, kau, dan isme bukan merupakan afiks, melainkan bentuk klitik, karena bentuk-bentuk (morfem) tersebut memiliki makna atau arti leksikal.
2.    Proses Pengulangan
            Ramlanmenyatakan ada empat jenis pengulangan yakni pengulangan seluruh, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasidengan proses pembubuhan afiks dan pengulangan dengan perubahan fonem.[5]Macam-macam pengulangan tersebut sebagai berikut:
a.    Pengulangan seluruh. Contoh:
§  Makan : makan-makan
§  Buku : buku-buku
b.    Pengulangan sebagian. Contoh:
§  Membaca : membaca-baca
§  Mengemas: mengemasi-ngemasi
c.    Pengulangan dengan kombinasi afiks. Contoh:
§  Kereta: kereta-kerataan
§  Makan: makan-makanan
d.    Pengulangan perubahan fonem. Contoh:
§  Gerak: gerak-gerik
§  Lauk : lauk-pauk
3.    Proses Pemajemukan
            Ramlan menyatakan bahwa hasil proses pemajemukan adalah kata majemuk. Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang menimbulkan arti baru.[6] Ciri-ciri kata majemuk sebagai berikut:
a.    Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata Contoh: Medan perang.
b.    Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, atau tidak mungkin diubah strukturnya. Contoh: Kamar mandi.
c.    Jenis kata majemuk yang unsurnya berupa morfem naik Contoh: Simpang siur.
E.   GEJALA BAHASA
                  Perlu disampaikan bahwa gejala bahasa yang paling banyak muncul adalah kontaminasi dan pleonasme. Untuk jenis gejala bahasa yang lain seperti protesis, epentesis dan sebagainya sangat jarang dijumpai. Oleh karena itu, dalam landasan teori hanya diungkapkan dua gejala bahasa saja, yaitu pleonasme dan kontaminasi.
1.    Gejala Kontaminasi
            Yang dimaksud gejala bahasa kontaminasi adalah gejala bahasa yang terjadi kerancuan atau kekacauan.[7]Kerancuan atau kekacauan yang dimaksud dalam hal ini adalah susunan, perangkaian, atau penggabungan yang seharusnya merupakan bentuk tersendiri, tetapi dipadukan.Seperti, bentuk kata menundukkan kepala dengan membungkukkan badan karenaterjadi kekacauan maka terbentuklah menundukkan badan atau membungkukkan kepala.Peristiwa semacam ini sering terjadi, walaupun memang tidak mengganggu makna yang sebenarnya, namun hanya tidak sesuai dengan diksi yang diperlukan dalam konteks tersebut.Oleh karena itu jelas gejala semacam ini termasuk bidang diksi.
2.    Pleonasme
            Gejala pleonasme adalah gejala penggunaan unsur bahasa yang berupa kata yang berlebih-lebihan.[8]Ada kecenderungan bahwa gejala pleonasme ini untuk menyatakan unsur emosi atau perasaan penutur. Contoh: Maju ke depan.


BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
                  Dalam pembuatan karangan diksi diperlukan metode-metode dalam pembuatannya.Yakni pada Isi atau Ide harus mengenai sasaran dan tidak menyalahi ide pokok itu sendiri.Bahasa yang digunakan harus sesuai dengan karangan yang akan dibuat.dan Teknis Penulisannya pun harus sesuai dengan metode bahasa yang telah ditetapkan. Semua itu dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam penulisan, ragam bahasa, dan penyampaian isi karangan tersebut.
                  Dan tentunya semua itu tidak luput dan harus sesuai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam Ejaan maupun dalam penulisan serta paragraf dan susunan karangannya.Dan semua itu telah dijelaskan dalam pembahasan makalah penulis.
B.   SARAN
                  Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi yang membacanya.Dan tidak lupa penulis sampaikan pesan dan saran untuk semua yang membaca makalah ini.“Jangan pernah berhenti untuk belajar, karena Sesungguhnya Ilmu itu tidak didapat dari Sekolah ataupun Kampus saja.Melainkan juga dimana saja kalian berada.Dan jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang anda dapatkan.Karena dengan Ilmu hidup terasa Indah dan Berwarna.



DAFTAR PUSTAKA

·         Keraf, 1991 : 5
·         Keraf, 1991 : 6
·         Ramlan, 1985 : 51
·         Ramlan, 1985 : 57
·         Ramlan, 1985 : 69
·         Badudu, 1981 : 47
·         Badudu, 1981 : 55
·         Submitted by team e-penulison Sen, 27/03/2006 - 11:00am Penulis : J.S. Badudu
·         Drs. Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit: Terbit Terang, Surabaya: September 1999.




[1]Chaer, 1994 : 60.
[2] Keraf, 1991 : 5.
[3] Keraf, 1991 : 6
[4] Ramlan, 1985 : 51.

[5] Ramlan, 1985 :57.
[6] Ramlan, 1985 : 69.
[7] Badudu, 1981 : 47.
[8] Badudu, 1981 :55.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar