BAB I
PENDAHULUAN
Globalisasi
merupakan satu hal yang tidak dapat dihentikan perubahannya. Melihat faktanya,
teknologi semakin berkembang pesat di iringi pengetahuan yang juga berkembang
lebih pesat. Karena teorinya juga demikian, semakin berkembang pengetahuan maka
teknologipun semakin berkembang. Terutama dalam bidang kedokteran yang akan
menjadi pembahasan dalam makalah ini.
Bidang
kedokteran tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan teknologi, karena
teknologi menjadi daya dukung untuk mengembangkan bidang kedokteran tersebut.
Dan manusia sebagai subjek sekaligus objek adalah tidak penah terlepas dari
ketiga hal tersebut, yakni teknologi, kesehatan, dan pengetahuan.
Operasi,
merupakan bagian dari pengetahuan, kedokteran (kesehatan), dan teknologi, tanpa
ada ketiga poin tersebut operasi tidak pernah ada dan tidak akan pernah
terlaksana sampai kapanpun.
Dalam
pembahasan ini, penulis mengambil judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Operasi
Plastik dan Operasi Ganti Alat Kelamin, sebagai pembelajaran studi kasus di
lapangan yang nota bene operasi itu menjadi bahan perdebatan. Baik oleh
kalangan umum, pakar-pakar kesehatan, maupun para ulama itu sendiri yang
menghujah hukum tentang operasi khususnya operasi plastik dan ganti alat
kelamin.
Ditinjau
dari latar belakang dan menjamurnya masalah tersebut, penulis bermaksud ingin
menggali lebih terperinci bagaimana tinjauan hukum dari permasalahan tersebut.
Dengan demikian penulis akan merumuskan masalahnya pada poin – poin berikut :
- Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Operasi Plastik?
- Bagaiman Tinjauan Hukum Islam Terhadap Operasi Ganti Alat Kelamin (Transgender dan Transsexsual)?
Berdasarkan
latar belakangnya, maka yang menjadi tujuan dan manfaat penulisan adalah
kembali dari rumusan masalah itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASI
PLASTIK
DAN
OPERASI GANTI ALAT KELAMIN
(Transgender
dan Transsexsual)
A. OPERASI
PLASTIK
1. Pengertian
Operasi Plastik
Operasi plastik atau dikenal dengan “plastic Surgery” dalam bahasa arab Jirahah
Tajmil, adalah bedah atau operasi yang dilakukan untuk
mempercantik atau memperbaiki satu bagian didalam anggota badan. Baik yang nampak
ataupun tidak, dengan cara ditambah, dikurangi, atau dibuang dengan tujuan memperbaiki
fungsi dan estetika (seni) tubuh. (Al
Mausu’ah at-Thibbiyah al-Haditsah Li Majmu’ah minal at-Thibba, juz 3 : 454).
Menurut Dr. Syauqi Abduh As-Sahi, (1990:129),
Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Operasi plastik
itu ada dua :
a. Untuk
mengobati aib yang ada di badan, atau dikarenakan kejadian yang menimpahnya.
Seperti : kecelakaan, kebakaran, atau yang lainnya. Maka operasi plastik ini
dimaksud untuk pengobatan.
b. Untuk
mempercantik diri, dengan mencari bagian badan yang dianggap mengganggu atau
tidak nyaman untuk dilihat orang. Istilah yang kedua ini adalah untuk
kecantikan dan keindahan.
2. Jenis
– jenis operasi plastik
a. Operasi
tanpa ada unsur kesengajaan ( Ghairu
Ikhtiyariyah )
Maksudnya adalah operasi yang dilakukan untuk
pengobatan dari aib (cacat) yang ada dibadan, baik karena cacat lahir (bawaan)
maupun karena penyakit yang akhirnya merubah sebagian anggota badan. Hal ini
merupakan bukan karena keinginan tetapi untuk pengobatan, walaupun hasilnya
nanti akan lebih indah dari sebelumnya.
b. Operasi
yang dilakukan dengan sengaja ( Ikhtiyariyah
)
Yaitu operasi yang tidak dikarenakan penyakit
bawaan (turunan) atau karena kecelakaan. Tetapi atas keinginan sendiri untuk
menambah keindahan dan mempercantik diri. Operasi ini ada bermacam – macam.
Akan tetapi yang akan dibahas dalam penyajian ini hanya garis besarnya saja.
Yakni terbagi menjadi dua, dan setiap
bagian memiliki hukum masing – masing. Diantaranya yaitu :
1) Operasi
anggota badan. Seperti menambah, mengurangi, atau membuang sebagian anggota
badan dengan tujuan ingin terlihat cantik.
2) Operasi
Mempermuda. Seperti orang yang sudah berumur tua dengan menarik kerutan di
wajah atau dibagian – bagian tubuh tertentu agar terlihat lebih muda.
3. Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Operasi Plastik
Dalam
kaidah fikih disebutkan bahwa:
اَلاَصْلُ
فِى الاَشْيَاءِالاِباَحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
“Bahwa pada prinsipnya segala
sesuatu itu boleh (mubah), kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Berdasarkan
kaidah tersebut, maka apapun yang kita lakukan sebenarnya boleh kita lakukan,
dan selamanya boleh kita lakukan, hingga adanya dalil atau petunjuk yang
menyatakan haramnya melakukan sesuatu itu. (Masjfuk
Zuhdi, 1997 : 59).
Oleh
karena itu, operasi plastik tampaknya mesti dilihat dari tujuannya. Ada yang
melakukan operasi karena ingin lebih cantik bagi perempuan atau lebih tampan
bagi laki-laki, ada pula yang melakukan operasi plastik karena menghilangkan
bekas-bekas akibat kecelakaan, cacat seperti bibir sumbing dan sebagainya.
Permasalahan
yang sering kita dapati, tidak sedikit di antara para muslimah dan termasuk
juga para muslim yang melakukan operasi dengan tujuan agar lebih cantik atau
lebih tampan.
Hukum
operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. Operasi plastik yang mubah
adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang
datang kemudian (al-’uyub al-thari`ah)
akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat
kebakaran atau kecelakaan.
Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang
demikian ini hukumnya adalah mubah, berdasarkan keumuman dalil yang
menganjurkan untuk berobat terlebih hal tersebut bersifat darurat. Sebagaimana
diriwayatkan dalam Sunan Turmudzi Juz 4 hal. 383 yang artinya:
“Riwayat dari Usamah Ibn Syuraik ra. Berkata,
“Ada beberapa orang arab bertanya kepada Rasulullah SAW. : “Wahai Rasulullah,
apakah kami harus mengobati (penyakit kami), Rasulullah menjawab, “Obatilah.
Wahai hamba-hamba Allah lekaslah berobat, karena sesungguhnya Allah tidak akan
menurunkan satu penyakit kecuali diturunkan pula obat penawarnya kecuali satu
yang tidak bisa diobati lagi”, mereka pun bertanya, “apakah itu wahai
Rasulullah?”, Rasulullah pun menjawab, “Penyakit Tua”. (H.R. At-Turmudzi).
Maksud dari hadits tersebut yaitu, bahwa
setiap penyakit itu pasti ada obatnya, maka di anjurkan kepada orang yang sakit
agar mengobati sakitnya. Jangan hanya dibiarkan saja.
Dalam ushul fikih disebutkan bahwa selama
tidak ada dalil yang mengkhususkan dalil umum, maka selama itu pula dalil umum
dapat diamalkan. Hadits di atas dipandang sebagai hadis yang umum, dan dapat
diamalkan atau dapat dijadikan hujjah, karena tidak ditemukan adanya dalil yang
mengkhususkannya. (Bustanul Arifin, dan
M. Atho Mudzar, 2002:18).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang dibawa sejak lahir seperti bibir
sumbing, kaki pincang dan sebagainya atau memperbaiki cacat akibat kecelakaan,
maka hukumnya mubah (boleh) sepanjang tidak ada ketentuan agama yang dilanggar.
Imam Abu Hanifah dalam kitab Berpendapat, “Bahwa tidak mengapa jika kita berobat
menggunakan jarum suntik (yang berhubungan dengan operasi), dengan alasan untuk
berobat, karena berobat dibolehkan hukumnya, sesuai dengan Ijma’ Ulama, dan
tidak ada pembeda antara laki – laki dan perempuan”.
Syaik Dr. Yusuf Al - Qardawi berpendapat: “Adapun
kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang mungkin menjijikkan
pandangan, maka tidak berdosa bagi orang itu untuk berobat selagi dengan tujuan
menghilangkan kecacatan atau kesakitan yang dapat mengancam hidupnya. Karena
Allah tidak menjadikan agama untuk kita sebagai penuh kesukaran.” (Al
Halal Wal Haram Fil Islam).
Adapun kaidah fiqih yang membolehkan operasi
plastik dalam keadaan darurot menurut penulis yaitu:
اَلْحَاجَةُ
تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
“Hajat
(kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa
(emergency). Dan keadaan terpaksa itu membolehkan melakukan hal yang
terlarang.”
Hukum operasi plastik yang diharamkan adalah
yang bertujuan semata untuk mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh,
tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya,
operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, atau operasi untuk menghilangkan
kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya.
Dalil keharamannya berdasarkan Firman Allah
SWT. Dalam Surat An-Nissa ayat 119:
öNßg¨Y¯=ÅÊ_{ur
öNßg¨YtÏiYtB_{ur öNßg¯RtãBUyur £`à6ÏnGu;ãn=sù c#s#uä ÉO»yè÷RF{$# öNåk¨XzßDUyur cçÉitóãn=sù Yù=yz «!$# 4 `tBur ÉÏFt z`»sÜø¤±9$# $wÏ9ur `ÏiB Âcrß «!$# ôs)sù tÅ¡yz $ZR#tó¡äz $YYÎ6B ÇÊÊÒÈ
119. Dan aku benar-benar akan menyesatkan
mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh
mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar
memotongnya[351], dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu
benar-benar mereka meubahnya[352]". Barangsiapa yang menjadikan syaitan
menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata. (Q.S. An-Nissa:119)
[351] Menurut kepercayaan Arab jahiliyah,
binatang-binatang yang akan dipersembahkan kepada patung-patung berhala,
haruslah dipotong telinganya lebih dahulu, dan binatang yang seperti ini tidak
boleh dikendarai dan tidak dipergunakan lagi, serta harus dilepaskan saja.
[352] Meubah ciptaan Allah dapat berarti,
mengubah yang diciptakan Allah seperti mengebiri binatang. ada yang
mengartikannya dengan meubah agama Allah.
Ayat ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas
perbuatan syaitan yang selalu mengajak manusia untuk melakukan berbagai
perbuatan maksiat, di antaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi plastik
untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah, maka
hukumnya haram. (M. Al-Mukhtar
asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 194).
Rasulullah pun mengutuk seseorang yang telah
mengganti alis mata orang lain dan yang diganti, orang yang menambah bulu
dialis mata orang lain dan yang ditambal.
Selain itu, terdapat hadis Nabi SAW yang
melaknat perempuan yang merenggangkan gigi untuk kecantikan (al-mutafallijat lil husni). (HR Bukhari
dan Muslim). Dalam hadits ini terdapat illat keharamannya, yaitu karena untuk mempercantik diri (lil husni). (M.
Utsman Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil fi Al-Fiqh Al-Islami, hal. 37).
Imam Nawawi berkata,”Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram adalah yang dilakukan
untuk mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan untuk pengobatan atau
karena cacat pada gigi, maka tidak apa-apa.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 7/241). Maka dari itu, operasi plastik
untuk mempercantik diri hukumnya adalah haram.
Berdasarkan pemaparan tadi, maka jelaslah
bahwa operasi plastik itu diharamkan menurut syara’ dengan keinginan untuk
mempercantik dan memperindah diri. Dengan kesimpulan sebagai berikut :
a. Operasi
plastik merubah ciptaan Allah SWT.
b. Adanya
unsur pemalsuan dan penipuan.
c. Dari
unsur yang lain, negatifnya lebih banyak dari pada positifnya.
d. Syarat
yang dibenarkan dalam islam memiliki tujuan semata-mata tujuan kesehatan.
e. Terkadang
ada unsur najis untuk bahan – bahan yang digunakan.
4. Manfaat
dan Resiko Operasi Plastik
1. Manfaat
Operasi Plastik
a. Membuat
penampilan menjadi lebih muda.
b. Membuat
tubuh menjadi lebih bagus, proporsional bahkan seksi. Operasi plastik pada
tubuh yang cacat akan sangat bermanfaat bagi orang tersebut. Dia memiliki
peluang besar untuk hidup normal seperti banyak orang.
c. Meningkatkan
rasa percaya diri seseorang yang melakukan operasi plastik tersebut. Dengan
rasa percaya diri, mereka lebih berani untuk tampil di depan, bersosialisasi
dan membina banyak jaringan dengan orang lain. Inilah manfaat operasi plastik
yang berimbas pada kemajuan mental seseorang.
d. Beberapa
manfaat operasi plastik juga berperan dalam hal meningkatkan kesehatan. Untuk
bisa merasakan manfaat operasi plastik ini, hanya orang yang sehat yang boleh
dioperasi. Jika tidak maka akan berpeluang terkena komplikasi dan mengalami
kegagalan operasi.
2. Resiko
Operasi Plastik
a. Hasil
operasi plastik belum tentu sempurna.
b. Selama
proses penyembuhan, suatu penebalan tepi kulit dan pembentukan jaringan
granular dapat terjadi.
c. Nekrosis
adalah kematian jaringan karena kekurangan pasokan oksigen ke daerah yang
dioperasikan. Ada kemungkinan necrosis disebabkan adanya peningkatan peradangan
mendadak.
d. Hematoma
atau lebam dapat terjadi ketika ada pendarahan di bawah kulit dari sayatan yang
tidak tertutup dengan benar. Jika area tersebut tidak dikeringkan, dapat
mengakibatkan infeksi.
e. Kerusakan
saraf merupakan kasus ekstrim yang dapat terjadi, ditandai oleh mati rasa dan
kesemutan. Pada umumnya kerusakan saraf terjadi tidak lebih dari 1 tahun.
f. Efek
samping dari Anestesi. Resiko akibat penggunaan anestesi meski sangat jarang,
namun apabila terjadi maka akan membahayakan. Resiko tergantung pada faktor-faktor
seperti kesehatan dan keseriusan operasi. Dan lain sebagainya.
g. jika
operasi gagal, bisa menambah kerusakan didalam tubuhnya dan sedikit sekali
berhasilnya.
B.
OPERASI GANTI ALAT KELAMIN (Transgender dan
Transsexsual)
1.
Operasi
Ganti
Alat Kelamin (Taghyir al-Jins)
Secara garis besar operasi ganti kelamin adalah operasi pembedahan untuk
mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya.
Pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan dilakukan dengan memotong
penis dan testis, kemudian membentuk kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan
payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan
dengan memotong payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan
organ genital laki-laki. Operasi ini juga disertai pula dengan terapi
psikologis dan terapi hormonal.
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut
juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala
ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk
fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat
kelamin yang dimilikinya.
Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku,
bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery).
Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III,
penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan
ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi Transseksual, A-seksual, Homoseksual, dan Heteroseksual. Tanda-tanda
transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain:
a.
Perasaan tidak
nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya.
b.
Berharap dapat
berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain.
c.
Mengalami guncangan
yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika
dating stress.
d.
Adanya penampilan
fisik interseks atau genetik yang tidak normal.
e.
Ditemukannya
kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary
of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan
gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta
tingkah laku negativisme.
Transeksual dapat
diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor
lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan
anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa puberitas
dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami
atau istri.
Perlu dibedakan
penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transseksual karena
keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal
guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka
yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal
dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan
dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan
menurut syariat Islam.
2.
Bentuk Operasi
Ganti Alat Kelamin
Dalam dunia
kedokteran modern sendiri, dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu:
a.
Operasi penggantian
jenis kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin
normal.
b.
Operasi perbaikan
atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir
memiliki cacat kelamin, seperti alat kelamin yang tidak berlubang atau tidak
sempurna.
c.
Operasi pembuangan
salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir
memiliki dua organ/jenis kelamin.
3.
Hukum Operasi Ganti
Alat kelamin
Melakukan operasi
pergantian kelamin jika dilakukan oleh orang yang
normal dan sempurna organ kelaminnya tidak
dibolehkan dan diharamkan. Berikut dalil yang mengaharamkan operasi pergantian
kelamin, berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Hujuraat ayat 13 :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Q.S.
Al-Hujuraat:13).
Dari ayat diatas
mengartikan bahwa manusia itu hadapan Tuhan dan hokum, sama kedudukannya. Dan
yang menyebabkan tinggi atau rendah kedudukan manusia itu bukan karena
perbedaan jenis kelamin, ras, bahasa, kekayaan, kedudukan, dan sebagainya,
melainkan karena ketaqwaannya kepada Allah SWT. (Masjfuk Zuhdi, 1992 : 164).
Selain itu,
mengubah ciptaaan Allah itu sangat diharamkan, contohnya mengebiri manusia,
homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur, membuat tato,
mencukur bulu muka (Alis) dan takhannuts artinya pria berpakaian dan
beritingkah laku seperti wanita atau sebaliknya (menurut Kitab tafsir Al-Thabari, Al-Shawi dan Al-Khazin). (Masjfuk Zuhdi, 1992 : 165).
Hadits Nabi SAW.
Riwayat Bukhari dan enam ahli hadits lainya dari Ibnu Mas’ud:
عَنْ عَبْدُاللهِ بْنُ مَسْعُوْدِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ:لَعَنَ اللهُ الوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ
وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنَ
الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ (رواه البخاري(
“Allah
mengutuk para wanita tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu
muka, yang meminta dihilangkan bulu mukanya, dan para wanta yang memotong
(pengur) giginya, yang semua itu dilakukan untuk kecantikan dengan mengubah
ciptaan Allah.” (H.R Bukhori) (Masjfuk Zuhdi, 1992 : 166).
Makna dari hadits
tersebut bahwa seorang pria atau wanita yang normal jenis kelaminnya dilarang
oleh Islam mengubah jenis kelaminnya, karena mengubah ciptaan Allah tanpa
alasan yang hak yang dibenarkan oleh Islam.
Operasi kelamin hukumnya “haram” secara syar’i
apabila hanya disandarkan pada keinginan pribadi tanpa adanya suatu cacat pada
sisi jasmani atau alat kelaminnya yang membolehkan dilakukannya operasi
tersebut. Dan operasi kelamin yang telah banyak dilakukan dan tidak mengandung
unsur cacat secara medis, tetapi hanya dimaksudkan untuk mempercantik diri
dengan menampakkan suatu bentuk tertentu dari kecantikannya, ataupun mengubah
bentuk yang telah ditetapkan oleh Allah atasnya maka hal ini tidak ada keraguan
lagi tentang keharamannya. Karena di dalamnya ada bentuk perusakan hukum syar’i
dan unsur penipuan serta membahayakan. (Dr.
Yasir Shalih M. Jamal, Kepala fakultas kedokteran bidang operasi anak RS.
Universitas Al-Malik ‘Abdul ‘Aziz).
Operasi yang boleh
dilakukan atau hukum melakukan operasi kelamin tergantung kepada keadaan
kelamin luar dan dalam:
a.
Apabila seseorang
punya organ kelamin dua atau ganda. Dan itu untuk memperjelas identitas
kelaminnya maka ia boleh melakukan operasi mematikan salah satu organ
kelaminnya dan menghidupkan organ kelamin yang lain yang sesuai dengan organ
kelamin bagian dalam. (Masjfuk Zuhdi, 1992 : 167).
b.
Apabila seseorang
punya organ kelamin satu yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia memiliki
rahim yang tidak berlubang dan ia mempunyai rahim dan ovarium, maka ia boleh bahkan
dianjurkan oleh agama untuk operasi memberi lubang pada rahimnya, begitu juga
sebaliknya. Demikian itu hukumnya “boleh, bahkan lebih utama”.
Adapun dasar pengambilan hukumnya yaitu dalam tafsir “al
qurthubi” juz III halaman 1963 disebutkan:
قَالَ أَبُوْجَعْفَرٍِ
الطَّبَرِيُّ:حَدِيْثُ ابْنُ مَسْعُوْدٍِ دَلِيْلٌُ عَلىَ أَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ
تَغْيِيْرُ شَيْءٍِ الَّذِيْ خَلَقَ اللهُ عَلَيْهِ بِزِيَادَةٍِ
أَوْنُقْصَانٍِ...إِلَى اَنْ قَالَ:قَالَ عِيَاضٌ:وَيَأَْتِى عَلَى مَا ذَكَرَهُ
أَنَّ مَنْ خُلِقَ بِأُصْبُعٍِ زَائِدَةٍِ أَوْعُدْوٍِ زَائِدٍِ لاَيَجُوْزُ لَهُ
قَطْعُهُ وَلاَنَزْعُهُ ِلأَنَّهُ مِنْ تَغْيِيْرِ خَلْقِ اللهِ،إِلاَّ أنْ
تَكُوْنَ هَذِهِ الزَّوَائِدُ مُؤْلِمَةًَ فَلاَ بأْسَ بِنَزْعِهَا عِنْدَ أَبِيْ
جَعْفَرٍِ وَغَيْرِهِ. (تفسير القرتبي ١٩٦٣/٣)
“Abu Ja’far
al-Thabari berkata, hadits riwayat Ibnu Mas’ud adalah sebagai dalil tentang
ketidakbolehan mengubah apapun yang telah diciptakan oleh Allah SWT., baik
menambah atau mengurangi ... Imam Iyadh berkata, bahwa orang yang diciptakan
dengan jari-jari berlebih atau anggota tubuh yang berlebih, maka ia tidak boleh
memotongnya ataupun mencabutnya, karena yang demikian itu berarti mengubah
ciptaan Allah SWT. Kecuali jika kelebihan itu menyakitkan, maka boleh
mencabutnya menurut imam abu ja’far dan lainya.” (Tafsir Qurthubi 3/1963). ((Dalam Djamaluddin
Miri, AHKAMUL FUQAH’ Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan
Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama’(1926-2004), (Surabaya:
Khalista), hlm. 334)).
Operasi kelamin
yang bersifat tashih dan takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan
pergantian jenis kelamin, menurut para ulama dibolehkan menurut syariat. Bahkan
dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan yang seperti
ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan
kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang
mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan
Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang
Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren
Nurul Jadid, Probolinggo, Jawa Timur.
Para ulama seperti
Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan
(1987:131) memberiakn argumentasi bahwa seseorang yang lahir dengan alat
kelamin tidak normal menyebabkan kelamin psikis dan sosial, sehingga dapat
tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang
mencari jalanya sendiri, seperti menjadi waria, melacurkan diri, melakukan
homoseksual dan lesbianisme. Padahal semua itu dikutuk oleh Islam.
Maka untuk
menghindarinya, operasi atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan
prinsip “Mushalih Mursalah” karena
kaidah Fiqih menyatakan “bahaya harus dihilangkan” yang dianjurkan syariat
Islam. Hal ini sejalan dengan perintah Nabi SAW kepada setiap muslim untuk
berobat jika terkena penyakit. Dan kaidah fiqih yang dijadikan landasan yaitu:
الضَّرَرُ
يُزَالُ
“Bahaya itu harus dilenyapkan atau
dihilangkan”
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan
pembahasan yang telah penulis paparkan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Operasi plastik adalah operasi yang
dilakukan untuk mempercantik atau memperbaiki satu bagian pada anggota badan.
Baik yang nampak ataupun tidak, dengan cara ditambah, dikurangi, atau dibuang
dengan tujuan memperbaiki fungsi dan estetika (seni) tubuh. Jenis-jenis operasi
plastik ada dua. Yang pertama adalah operasi plastik dengan unsur sengaja dan
yang kedua operasi plastik dengan tidak ada unsur sengaja. Adapun hukum operasi
plastik itu ada yang diperbolehkan dan juga ada yang diharamkan. Semuanya
tergantung kepada niat dan alasan dilakukannya operasi plastik tersebut. Selain
itu operasi plastik juga memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu dampak
positifnya seperti akan menambah kecantikan yang melakukan operasi jika operasi
itu berhasil. Adapun dampak negatifnya seperti kerusakan jika operasi itu
mengalami kegagalan.
2.
Operasi ganti
alat kelamin adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis kelamin dari
laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya
dari perempuan menjadi laki-laki. Bentuk operasi pergantian alat kelamin ada
tiga. Pertama: Operasi penggantian jenis kelamin yang dilakukan
terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal. Kedua: Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan
terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti alat kelamin
yang tidak berlubang atau tidak sempurna. Ketiga:
Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang
yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin. Hukum operasi ganti alat
kelamin berdasarkan pembahasan tadi ada dua. Pertama: Boleh dengan syarat dalam keadaan darurat. Kedua: Haram dengan alasan merubah
ciptaan Allah SWT.
Demikian kesimpulan yang dapat penulis paparkan
berdasarkan pembahasan pada BAB II. Semoga hasil penulisan ini bermanfaat dan
menambah wawasan ilmu untuk masyarakat banyak, dan terutama untuk penulis sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Al Mausu’ah
at-Thibbiyah al-Haditsah Li Majmu’ah minal at-Thibba, juz 3, hal. 454, cet.
Lajnah an- Nasyr al-’Ilmi.
Bustanul Arifin, dan
M. Atho Mudzar, Permasalahan Fiqih Kontemporer dalam Keluarga Islam, Jakarta:
Gema Insani Press, 2002
Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiyah: Kapita Selekta Islam, Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997.
Bustanul Arifin, dan
M. Atho Mudzar, Permasalahan Fiqih Kontemporer dalam Keluarga Islam, Jakarta:
Gema Insani Press, 2002.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqh (kapita selekta hukum Islam), CV
Haji Masagung, Jakarta, 1992.
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer: Jilid 2. Jakarta:
Gema
Insani Press, 1995,
Insani Press, 1995,
http://saktirangkuti.blogspot.com/2013/01/hukum-merubah-alat-kelamin.html di unduh pada tanggal 25/04/2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar