Senin, 02 Juni 2014

GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM (KODE ETIK GURU)



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupaan hal yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Dalam pendidikan tidak dapat dipungkiri adanya faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan pendidikan tersebut. Adapun faktor atau komponen pendidikan meliputi: tujuan pembelajaran, pendidik, peserta didik, isi ( kurikulum ), metode atau cara, dan situasi lingkungan. (M.Rosyid, Sosiologi Pendidikan ( 2010 : 62 ). Sehingga tanpa faktor-faktor tersebut tidak akan tercapai sebuah pendidikan. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah pendidik.
Pendidik dalam proses pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar karena pendidik merupakan pemegang utama dalam proses pendidikan. Adapun peranan dan kompetensi pendidik dalam proses pendidikan meliputi banyak hal, diantaranya sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingungan, partisipan, ekspediator, perencana, supervisor, motivator, konselor dan tidak lupa bahwa pendidik juga sebagai orang tua kedua bagi peserta didik. ( Moh. Uzer Usman. Menjadi Guru Profesional, 2002:7 ).
Jadi dalam pelaksanaan pendidikan, pendidik sangat diperlukan. Pendidik merupakan salah satu faktor atas tercapainya suatu tujuan pendidikan, tanpa adanya pendidik, mustahil pendidian dapat berjalan dengan baik. Dalam makalah ini penulis akan memaparkan yang berhubungan dengan pendidik dalam pendidikan Islam.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang dapat di jadikan rumusan masalahnya adalah:
1.     Bagaimana definisi guru dalam pendidikan Islam?
2.     Bagaimana kedudukan dan tugas Guru dalam Pendidikan Islam?
3.     Bagaimana syarat dan Sifat Guru dalam Pendidikan Islam?


BAB II
GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.     Definisi Guru dalam Pendidikan Islam
Dari segi bahasa pendidik adalah orang yang mendidik. Dari segi istilah merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
1.     Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
2.     Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
3.     Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
4.     Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
5.     Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
Menurut Dwi Nugroho Hidayanto (1988:43), beliau menginventarisir bahwa pengertian pendidik ini meliputi :
a.     Orang dewasa
b.     Orang tua
c.      Guru
d.     Pemimpin masyarakat
e.     Pemimpin agama
Secara umum dikatakan bahwa setiap orang dewasa dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidikan merupakan suatu perbuatan sosial, perbuatan fundamental yang menyangkut keutuhan perkembangan pribadi dewasa yang bersusila. Pribadi dewasa susila itu sendiri memiliki beberapa karakteristik yaitu:
a.     Mempunyai individualism yang utuh
b.     Mempunyai sosialitas yang utuh
c.      Mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan
d.     Bertindak sesuai dengan norma dan nilai-nilai atas tanggug jawab sendiri demi kebahagiaan dirinya dan kebahagiaan masyarakat atau orang lain.
Menurut Parwadarminto (1991: 250), Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).
Kemudian menurut Dr. H. Abuddin Nata (2001: 41), Pendidik dalam Islam adalah guru. Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam bahasa Inggris, dijumpai kata teacher yang berarti pengajar.
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 (Hal. 21), tentang sisdiknas, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan guru atau pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Di dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 pasal 1, tentang Guru dan dosen, guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan menengah.
Pendidik merupakan salah satu faktor urgen dan juga penentu dalam pendidikan, karena pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membentuk watak, perangai, tingkah laku, dan kepribadian peserta didik. Sedangkan menurut istilah yang lazim dipergunakan bagi pendidik adalah guru. Guru sering diidentifikasikan kepada pengertian pendidik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman A.M, bahwa guru memang pendidik, sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatih beberapa keterampilan  dan terutama sikap mental peserta didik. (Sardiman A.M., 1990: 135).
Kedua istilah tersebut (pendidik dan guru) mempunyai kesesuaian, artinya perbedaannya adalah istilah guru yang sering kali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal, non formal maupun informal. Untuk mengetahui pengertian guru, penulis akan mengemukakan pendapat dari para ahli pendidikan, di antaranya:
1.  Pendidik atau guru adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi, status pendidik dalam model ini bisa diemban oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. (Fatah Yasin, 2008: 68).
2.  Menurut A. Muri Yusuf Berpendapat, guru adalah individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Individu yang mampu tersebut adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, orang yang sehat jasmani dan rohani dan individu yang mampu berdiri sendiri serta mampu menerima resiko dari segala perbuatannya. (A. Muri  Yusuf, 1986: 53).
3.  Menurut Basyiruddin Usman guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, fasilitas belajar mengajar dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. (Basyiruddin Usman, 2002: 2).
4.  Menurut Ngalim Purwanto, guru adalah semua orang yang telah memberikan suatu ilmu tertentu atau kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang. (Ngalim Purwanto, 1994: 126).
Sedangkan definisi dari pendidikan agama Islam yaitu usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. (Zuhairini, 2009: 152).
Nur Ahid dalam bukunya mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan, pendayagunaan dan pengembangan fitrah, dzikir dan kreasi serta potensi manusia, melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan pengabdian yang dilandasi dan dinapasi oleh nilai-nilai ajaran Islam, sehingga terbentuk pribadi muslim yang sejati, mampu mengontrol, mengatur dan merekayasa kehidupan dengan penuh tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam. (Nur Ahid., 2010: 19).
Pendidikan Islam adalah proses bimbingan kepada peserta didik secara sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan potensi fitrahnya untuk mencapai kepribadian Islam berdasarkan nilai-nilai jaran Islam (Ahmad Taufiq, dkk., 2011: 219-220).
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan, maka dapat penulis simpulkan bahwa definisi guru dalam pendidikan islam adalah seorang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan, bantuan, pengarahan, pemahaman, keterampilan, dan pengetahuan secara sadar dan terencana kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaan, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri sesuai ajaran Islam.
B.     Kedudukan dan Tugas Guru dalam Pendidikan Islam
1.     Kedudukan Guru dalam Pendidikan Islam
Dalam islam orang yang beriman dan berilmu pengetahuan sangat luhur kedudukannya di sisi Alloh SWT. sebab guru memiliki beberapa fungsi mulia, diantaranya :
1.     Fungsi penyucian: sebagai pemelihara diri, pengembang serta pemelihara fitroh manusia.
2.     Fungsi pengajaran: sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan.
Menurut Abudin nata, (1997:65), jika kita mencoba mengikuti petunjuk Al-Qur’an, akan dijumpai informasi bahwa yang menjadi pendidik itu secara garis besar ada 4 (empat), yaitu:
a.      Sebagai pendidik pertama adalah Allah.
b.      Sebagai pendidik kedua adalah Nabi Muhammad SAW.
c.      Sebagai pendidik ketiga adalah orang tua.
d.      Sebagai pendidik ke empat adalah orang lain. Orang lain inilah yang nantinya disebut guru.
Istilah pendidik dalam beberapa literatur kependidikan sering diwakili oleh istilah guru. Guru sebagai orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pengajaran di sekolah atau kelas. Artinya, guru bekerja dalam pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak - anak mencapai kedewasaan masing - masing. Guru tidak hanya menyampaikan materi pengetahuan tertentu, tetapi ikut aktif serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
Berdasarkan hal tersebut, kita bisa pahami bahwa kedudukan seorang guru sangat penting dalam proses pendidikan karena dia bertanggungjawab dan menentukan arah pendidikan dalam rangka mencetak generasi bangsa yang unggul disegala bidang.
Hasan Fahmi mengutip salah satu ucapan seorang penyair zaman modern, yang berkenaan dengan kedudukan guru. Syair tersebut artinya “Berdirilah kamu seorang guru dan hormatilah dia”. Seorang guru itu hampir mendekati kedudukan seorang rasul, yaitu menempati urutan kedua sesudah martabat Rasul. (Asma Hasan Fahmi.,1979: 25).
Sejalan dengan itu, Athiyah Al Abrasy mengatakan, seseorang yang berilmu kemudian mengamalkan ilmunya maka orang itulah yang berjasa besar di kolong langit ini. Penghormatan terhadap guru yang demikian tinggi dapat dilihat dari jasanya yang demikian besar dalam mempersiapkan kehidupan bangsa di masa yang akan datang.
Agama islam memposisikan guru atau pendidik pada kedudukan yang mulia. Para pendidik diposisikan sebagai bapak ruhani (spiritual father) bagi anak didiknya. Ia memberikan santapan ruhani dengan ilmu dan pembinaan akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah) dan meluruskannya. Pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”.
Dalam Hadits Nabi SAW yang lain: “Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki bersyair: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”. (M. Athiyah al-Abrasyi, 1987:135-136).
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun. perhatikan QS. At-Taubah:122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak) kepada sifat insaniyah dan ilahiyah. (Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, 1979: 65, 68, 70).
2.     Tugas Guru dalam Pendidikan islam
Secara umum tugas seorang pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalnya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum memberi contoh, membiasakan dan lain sebagainya. Batasan ini memberikan arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Disamping itu pendidik juga bertugas sebagai motifator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Sedangkan tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qur’ani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religius, budaya dan ilmiah.
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, pendidik yang mempunyai tanggung jawab mengantarkan manusia kearah tujuan tersebut. Karena itu keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat penting, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada peserta didik. Bentuk nilai yang di internalisasikan paling tidak meliputi: nilai etis, nilai pragmatis, nilai efek sensorik dan nilai religius.
Secara faktual, pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik secara integral merupakan tugas yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan informasi. Tugas yang berat tersebut di tambah lagi dengan pandangan sebagian masyarakat yang melecehkan keberadaan pendidik di sekolah, di luar sekolah maupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Hal ini disebabkan karena profesi pendidikdari segi materi kurang menguntungkan, karena sebagian masyarakat dalam era globalisasi ini dipengaruhi paham materialisme yang menyebabkan mereka bersifat materialistik.
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Seorang pendidik bukan hanya bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan menurut buku Roestiyah NK, (1982:86) dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a.     Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
b.     Sebagai edukator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.      Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
a.     Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan, kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
b.     Membangkitkan gairah peserta didik.
c.      Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik.
d.     Mengatur proses belajar mengajar yang baik.
e.     Memperhatikan perubahan-perubahan yang mempengaruhi proses mengajar.
f.       Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
Mengenai tugas pendidik, ahli-ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa tugas seorang pendidik ialah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas, mendidik itu dilakukan dalam bentuk mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, member contoh, membiasakan, dan lain sebagainya.
Bagi seorang  pendidik harus memperlihatkan bahwa ia mampu mandiri, tidak tergantung kepada orang lain. Ia harus mampu membentuk dirinya sendiri. Dia juga bukan saja dituntut bertanggung jawab terhadap anak didik, namun dituntut pula bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Tanggung jawab ini didasarkan atas kebebasan yang ada pada dirinya untuk memilih perbuatan yang menurutnya. Apa yang dilakukannya menjadi teladan bagi peserta didik. Namun secara umum, tugas seorang guru atau pendidik antara lain:
a.     Educator atau pendidik, yaitu seorang guru harus mendidik murid-muridnya sesuai materi pelajaran yang diberikan kepadanya.
b.     Leader (pemimpin), guru atau pendidik juga seorang pemimpin di kelas, karena itu, ia harus bisa menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan murid-murid dalam kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas.
c.      Fasilitator, sebagai fasilitator, pendidik bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya dengan cara yang benar.
d.     Motivator, sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat belajar dan mengubur kelemahan anak didik.
e.     Administrator, dalam hal ini tugas seorang guru yaitu mengabsen, mengisi jurnal kelas dengan lengkap, membuat soal ujian dan lain-lain.
f.       Evaluator, dengan evaluasi, guru diharapkan lebih baik dalam segala hal, seperti kapasitas intelektualnya, integritas kepribadiannya, pendekatan metodologi pengajarannya dan lain-lain. (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 39-55).
C.    Syarat dan Sifat Guru dalam Pendidikan Islam
1.     Syarat Guru dalam Pendidikan Islam
Dalam buku Hamdani Ihsan (1998:102-105), syarat-syarat guru dalam pendidikan Islam menurut H. Mubangit yaitu:
a.      Dia harus beragama.
b.      Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama.
c.      Dia tidak kalah dengan guru-guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga Negara yang demokratis, dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air.
d.      Dia harus memiliki panggilan murni dari hatinya.
e.      Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan disampaikannnya, serta memperdalam pengetahunnya sehingga mata pelajaran yang diajarkannya tidak akan bersifat dangkal.
f.       Seorang guru harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan  pemkiran murid-muridnya agar tidak keliru dalam mendidik murid-muridnya.
Sedangkan menurut menurut team penyusun buku teks ilmu pendidikan Islam perguruan tinggi agama merumuskan bahwa syarat untuk menjadi guru agama ialah bertaqwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani, berakhlak baik, bertanggung jawab dan berjiwa nasional. Al-alirasyi menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a.     Zuhud (tidak mengutamakan materi, mengajar karena mencari keridhaan dari Allah).
b.     tubuhnya (penampilan lahirnya menyenangkan).
c.      Bersih jiwanya (tidak mempunyai dosa besar).
d.     Bijaksana.
e.     Ikhlas dalam menjalankan tugas.
f.       Mencintai murd-muridnya
Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya dalam mendidik, yaitu:
1)     Kematangan diri yang stabil, yaitu memahami diri sendiri, mencintai diri secar wajar dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai itu, sehingga ia bertanggung jawab sendiri atas hidupnya, tidak menggantungkan diri atau menjadi beban orang lain.
2)     Kematangan social yang stabil, yaitu dalam hal ini pendidik dituntut mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masyarakatnya, dan mempunyai kecakapan membina kerja sama dengan orang lain.
3)     Kematangan professional (kemampuan mendidik), yakni menaruh perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang latar belakang anak didik dan perkembangannya, memiliki kecakapan dalam menggunakan cara-cara mendidik. (Hasbunallah. Op_Cit. hal. 19).
Menurut Nur Uhbiyati (1998:74), bahwa syarat-syarat untuk menjadi guru agama adalah:
a.     Dia harus orang yang beragama
b.     Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama
c.      Dia tidak kalah dengan guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air.
d.     Dia harus memiliki perasaan panggilan murni.
Jadi, syarat yang paling utama yang harus dimiliki oleh guru Agama Islam adalah harus beragama Islam dan mengamalkan ajaran Agama Islam dengan baik. Maksudnya, mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya serta mengetahui hukum-hukum yang ada dalam Islam.
Selain harus beragama Islam, guru Agama Islam mesti bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya dan juga anak didiknya di sekolah serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan Agama Islam, dalam arti kata guru Agama Islam mesti mengajar sambil berdakwah supaya orang yang diajarkannya memiliki kesadaran dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT dan membentuk anak didiknya menjadi warga Negara yang demokratis. Selain itu, seorang guru Agama Islam harus memiliki perasaan panggilan murni di dalam hatinya untuk menyebarkan dan mengajarkan Agama Islam.
Sedangkan Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa tidak sembarangan orang dapat melakukan tugas guru. Tetapi orang tertentu yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yaitu:
a.      Bertaqwa kepada Allah SWT.
b.      Berilmu.
c.      Sehat jasmani.
d.      Berkelakuan baik.
Dari pendapat di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru agama adalah bertaqwa kepada Allah SWT kemudian mempunyai ilmu pengetahuan. Karena seorang guru akan mentranfer ilmu pengetahuan tersebut kepada anak didiknya. Sehat jasmani juga merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang guru. Selain itu guru juga harus berkelakuan baik artinya seorang guru harus memberikan contoh teladan bagi anak didiknya.
Menurut Ramayulis (2004: 41), ada enam syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru agama. antara lain sebagai berikut:
1.     Syarat Fisik, yaitu seorang guru harus berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, dan tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian, kebersihan dan keindahan.
2.     Syarat Psikis, yaitu seorang guru harus sehat rohaninya, tidak mengalami gangguan jiwa, stabil emosinya, sabar, ramah, mempunyai jiwa pengabdian, bertanggung jawab dan memiliki sifat-sifat positif lainnya.
3.     Syarat Keagamaan, yaitu seorang guru harus seorang yang beragama dan mengamalkan agamanya. Di samping itu ia menjadi sumber norma dari segala norma agama yang ada.
4.     Syarat Teknis, yaitu seorang guru harus memiliki ijazah pendidikan guru, seperti ijazah Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah atau ijazah keguruan lainnya. Ijazah tersebut harus disesuaikan dengan tingkatan lembaga pendidikan tempat ia mengajar.
5.     Syarat Paedagogis, yaitu seorang guru harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang ia ajarkan. Ia juga harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan agar ia dapat menempatkan diri dalam kehidupan anak dan memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan anak.
6.     Syarat Administratif, yaitu seorang guru harus diangkat oleh pemerintah yayasan atau lembaga lain yang berwenang mengangkat guru, sehingga ia diberi tugas untuk mendidik dan mengajar.
Dari pendapat di atas, dapat penulis pahami bahwa selain harus sehat jasmani dan rohani, guru juga harus memiliki ijazah keguruan dan harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan supaya bisa memberikan pelajaran dan bimbingan sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Jadi, untuk menjadi seorang guru agama Islam itu tidaklah mudah, berbagai syarat yang harus dipenuhi supaya proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Apabila seorang guru agama Islam tidak memenuhi persyaratan tersebut maka tujuan yang ditetapkan tidak akan tercapai dengan baik.
2.     Sifat Guru dalam Pendidikan Islam
Dalam proses belajar mengajar seorang pendidik ( guru ) sebagai model atau suri - tauladan bagi siswa dalam setiap perilakunya. Untuk itu, sebelum memasuki proses belajar mengajar, ia harus mengerti bagaimana sebenarnya sikap terhadap dirinya sendiri sebagai manusia. Artinya, guru menjadi model sebagai pribadi, apakah berdisiplin, cermat, berpikir, mencintai pelajarannya, atau malah sebaliknya mematikan idealisme mereka. Diantara sifat – sifat pendidik menurut Nizar, Samsul, ( 2002 : 45-46 ) yaitu :
1.      Mempunyai watak dan sifat rubbaniah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku dan pola pikirnya.
2.      Bersifat ikhlas dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari keridhoan Allah dan menegakkan kebenaran.
3.      Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik.
4.      Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.
5.      Senantiasa membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan mengkajinya lebih lanjut.
6.      Mampu menggunakan metode pengajaran secara bervariasi sesuai penggunaan metode pendidikan.
7.      Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tugas dan bertindak secara profesional.
8.      Mengetahui kehidupan psikis peserta didik.
9.      Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan atau pola pikir peserta didik.
10.   Berlaku adil terhadap peserta didik.
Sifat-sifat pendidik menurut Al-Abrasyi (Nizar, Samsul, 2002:46) yaitu:
1.      Sebagai pendidik hendaknya memiliki zuhud. Yaitu melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi akan tetapi lebih dari itu adalah karena mencari keridhoan Allah SWT.
2.      Seorang pendidik hendaknya ihklas dan tidak riya dalam menjalankan tugasnya.
3.      Seorang pemdidik hendaknya bersih fisiknya dari macam sifat tercela.
4.      Seorang pendidik hendaknya bersikap pemaaf dan memaafkan kesalahan orang lain (terutama terhadap peserta didik).
5.      Sabar dan sanggup menahan amarah senantiasa membuka diri dan menjaga kehormatannya.
6.      Seorang pendidik hendaknya mampu mencintai peserta didiknya sebagaimana ia mencintai anaknya sendiri. ( keibuan / kebapakan).
7.      Seorang pendidik hendaknya mengetahui karakter peserta didik, seperti pembawaan, kebiasaan, perasaaan, dan berbagai potensi yang dimilikinya.
8.      Seorang pendidik hendaknya menguasi pelajaran yang diajarkan baik dan profesional.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis paparkan, maka dapat penulis simpulkan bahwa definisi guru dalam pendidikan islam adalah seorang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan, bantuan, pengarahan, pemahaman, keterampilan, dan pengetahuan secara sadar dan terencana kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaan, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri sesuai ajaran Islam.
Syarat untuk menjadi seorang guru atau pendidik dalam pendidikan Islam yaitu beragama, harus bertaqwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani, berakhlak baik, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional. Sedangkan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang guru atau pendidik dalam pendidikan Islam yaitu harus bersifat zuhud, ikhlas, bijaksana, mencintai muridnya dan lain sebagainya.
Tugas utama seorang guru atau pendidik ialah mendidik, baik dengan bentuk mengajar, memberikan dorongan atau motivasi, memuji, dan lain sebagainya. Selain itu tugas utama yang lain yaitu menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
B.     Saran
Tidak banyak saran yang dapat penulis tuangkan, hanya sekedar berbagi pengetahuan, semoga kita semua mampu dan terus berusaha untuk menjadi seorang guru yang baik. Terutama ketika kita menjadi guru pendidikan agama Islam. Aamiin.


DAFTAR PUSTAKA
1.     Nugroho Hidayanto. Dwi (Ed). Mengenal Manusia dan Pendidikan. Liberty: Yogyakarta. 1988
2.     UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.
3.     Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, 2008, UIN Malang Pres.
4.     Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, terjemahan tentang “Al –Tarbiyah al – Islamiyah”, Jakarta: Bulan Bintang,1979.
5.     M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasr Pokok Pendidikan Islam, terj..Bustami A. Ghani, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
6.     Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, ihya ‘ulum al-Din, terj. Ismail ya’qub, Semarang: Faizan, 1979.
7.     Roestiyah NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara, 1982.
8.     Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan, Padang: The Minangkabau Foundation press, 2004.
12.  http://munggispendidikanislam.blogspot.com/ di unduh tanggal 31 Maret 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar