MAKALAH
MODEL -
MODEL PENDIDIKAN NON FORMAL
UNTUK PEMBANGUNAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah:
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH ( P L S )
Semester: VI ( Enam ) Reguler / PAI
Dosen Mata Kuliah: EMON, M.Pd.I

Disusun
Oleh: Kelompok I ( Satu )
Eis Ns
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM
STUDI STRATA - 1
STAI MIFTAHUL HUDA
SUBANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Menurut
Rabindranath Tagore, “sekolah adalah
siksaan tak tertahankan”. Lama jam mata pelajaran yang harus ditempuh yang
membuat anak didik menjadi jenuh, dan menganggap sekolah tidak lagi menyenangkan,
belum lagi lemahnya sistem pendidikan pada sekolah formal dan mahalnya biaya
pendidikan yang tidak serta merta sertai dengan peningkatan kualitas secara
signifikan. Terlebih, belakangan kita juga telah disadarkan bahwa banyak
lulusan pendidikan formal tidak memiliki spesifikasi keahlian yang dibutuhkan
oleh dunia kerja. Untuk menghadapi semua ini, sistem pendidikan memerlukan
bantuan dari semua sektor kehidupan domestik dan pada beberapa kasus, juga
memerlukan sumber-sumber di luar batas nasional.
Pendidikan
memerlukan dana, namun anggaran pendidikan sulit bertambah dan pendidikan juga
memerlukan sumber daya, khususnya sumber daya insani nasional yang terbaik
untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan produktivitas. Berkaitan dengan
ini, sistem pendidikan tidak hanya mengacu pada tingkat dan tipe pendidikan
formal seperti sekolah kejuruan, umum dan spesialisasi, tetapi juga seluruh
program pendidikan di luar pendidikan formal yaitu yang dikenal dengan
pendidikan nonformal.
Sistem
pendidikan non formal meningkatkan pembangunan melalui pendidikan non formal
tentu harus memiliki model yang digunakan sebagai akses untuk mencapai tujuan
pembangunan dalam pendidikan formal itu sendiri. Berdasarkan latar belakang
tersebut, penulis bermaksud akan mengambil satu pembahasan yang berjudul model-model
pendidikan non formal untuk pembangunan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah penulis paparkan, maka, yang menjadi rumusan
masalahnya adalah:
1. Apakah
pengertian pendidikan non formal?
2. Apasaja
model-model pendidikan non formal untuk pembangunan?
3. Apakah
manfaat adanya pendidikan non formal untuk pembangunan?
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL – MODEL PENDIDIKAN NON FORMAL
UNTUK PEMBANGUNAN
A.
Pengertian Pendidikan Non Formal
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.
Pendidikan
non formal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar sistem
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting
dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta
didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.
Pendidikan
non formal merupakan pendidikan alternatif setelah pendidikan formal. Selain
memberikan kesempatan bagi peserta didik yang ingin mengembangkan
keterampilannya pada jenis pendidikan tertentu yang telah ada di jalur
pendidikan formal juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin
mengembangkan pendidikan keterampilannya yang tidak dapat ditempuh dan tidak
terpenuhi pada jalur pendidikan formal. Pendidikan non formal lebih
berorientasi pada pendidikan yang efektif dan efisien agar peserta didik dapat
belajar dengan mudah dan mencapai tujuan melalui proses yang hemat waktu dan
biaya.
Pendidikan
non formal merupakan usaha masyarakat dalam mencari jalan keluar terhadap
persoalan pendidikan formal yang tidak terjangkau oleh masyarakat. Perhatian
pendidikan non formal lebih terpusat pada usaha-usaha untuk membantu
terwujudnya proses pembelajaran di masyarakat. Hal ini sesuai dengan Pasal 55,
UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 butir pertama yaitu “Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada
pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan
sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.”
Pendidikan
non formal mempunyai fungsi membelajarkan individu atau kelompok agar mampu
memberdayakan dan mengembangkan dirinya sehingga mampu beradaptasi terhadap
perubahan atau perkembangan zaman. Berdasarkan fungsi tersebut pendidikan non
formal dapat melayani kebutuhan pendidikan suplemen, pendidikan komplemen, pendidikan
kompensasi, pendidikan substitusi, pendidikan alternative (pengganti),
pendidikan pengayaan, pendidikan pemutakhiran (updating), pendidikan pelatihan atau
keterampilan dan pendidikan penyesuaian atau penyetaraan.
Penyelenggaraan
pendidikan non formal (PNF) merupakan upaya dalam rangka mendukung perluasan
akses dan peningkatan mutu layanan pendidikan bagi masyarakat. Jenis layanan
dan satuan pembelajaran PNF sangat beragam, yaitu meliputi:
1) Pendidikan
Kecakapan hidup.
2) Pendidikan
Anak Usia dini.
3) Pendidikan
Kepemudaan
4) Pendidikan
kesetaraan.
5) Pendidikan
pemberdayaan perempuan.
6) Pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik maupun masyarakat.
Adapun
satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis.
B.
Model – Model pendidikan Non Formal Untuk
Pembangunan
Model – model pendidikan non formal yang ada
di Indonesia sangat banyak sekali. Terlebih yang berhubungan dengan
pembangunan. Baik pembanguan masyarakat, peserta didik maupun pembangunan
Negara Indonesia itu sendiri. Sebagaimana yang akan penulis paparkan dibawah
ini:
1.
Pemberdayaan Masyarakat
Pendidikan
non formal berbasis masyarakat merupakan salah satu dari desentralisasi
pendidikan dan konsep otonomi daerah. Tuntutan reformasi yang sangat penting
adalah demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat
dan pemberdayaan pemerintah daerah atau otonomi daerah.
Demokratisasi
penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan
memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan
pengguna hasil pendidikan.
Dalam
pendidikan pemberdayaan masyarakat, ada beberapa program yang bisa
dilaksanakan, khususnya untuk masyarakat pedesaan yang terpencil ataupun
terisolir dari pusat pemerintahan. Diantaranya adalah:
1)
Program Riset Pembangunan pedesaan
Program
Riset Pembangunan pedesaan mempunyai peranan penting dan strategis dalam
pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar masyarakat tinggal di daerah pedesaan dengan lingkungan yang memiliki
potensi alam yang melimpah, lagi pula pembangunan pedesaan menyentuh langsung
kepentingan masyarakat desa.
2)
Program dengan Menggunakan Bahasa Ibu
Pada
program ini, pesan-pesan pendidikan nonformal akan lebih mudah dan cepat
dihayati dan dimengerti oleh masyarakat apabila disampaikan dalam bahasa lokal
atau bahasa ibu mereka. Kemudian digabungkan dengan bahasa pendidikan. Sehingga
bukan bahasa lokal saja yang dikuasai oleh masyarakat.
3)
Program Radio Siaran
Program
ini berfungsi sebagai media pesan atau bahan belajar yang efektif untuk
merangsang pikiran dan sebagai salah satu media dengar terutama bagi masyarakat
di Pedesaan yang hidup di daerah terpencil atau terisolir dan
sulit terjangkau oleh pendidikan Non formal.
4)
Program Lab-site
Program
Lab - site dalam pendidikan non formal berfungsi sebagai tempat praktek atau
tempat rintisan program-program PNF dan tempat latihan bagi tutor-tutor dalam
membelajarkan warga belajar.
5)
Model Pembelajaran Terpadu
Model
Pembelajaran Terpadu merupakan model pembelajaran dengan pendekatan yang
menekankan pada aspek-aspek bersifat umum seperti thinking skills, social
skill, values and attitudes. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap
ilmu tidak mungkin berdiri sendiri dan pasti saling berkaitan.
2.
Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja
Pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja yaitu meliputi kursus, magang, kelompok belajar
usaha, dan lain sebagainya. Lembaga kursus sebagai fungsi sosial di harapkan
dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik maupun masyarakat yang
tergolong kurang mampu, pengangguran, dan putus sekolah sehingga memiliki
kompetensi tertentu sebagai modal untuk meningkatkan kualitas hidupnya dalam
rangka menghadapi era globalisasi.
Tujuan
lembaga kursus yaitu memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat agar
memiliki kompetensi yang diperlukan dalam dunia usaha atau dunia kerja sesuai
dengan jenis kursus yang diikuti, sehingga mampu mengambil peluang kerja pada
perusahaan atau dunia industri dengan penghasilan yang layak atau mampu
menciptakan lapangan kerja sendiri.
3.
Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan
kesetaraan merupakan pendidikan alternatif yang memberikan kesempatan kepada
warga, bangsa untuk memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan fungsional,
sikap dan kepribadian profesional yang lulusannya memiliki kemampuan yang sama
dan setara dengan lulusan pendidikan formal. Pendidikan kesetaraan secara umum
bertujuan untuk memberikan kesempatan belajar pendidikan dasar dan menengah
yang bermutu dan relevan dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian professional dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Sasaran
pendidikan kesetaraan adalah masyarakat yang memiliki keterbatasan dari segi
ekonomi, sosial, budaya, jarak, waktu, geografi, maupun masyarakat yang kurang
beruntung dalam hal pelayanan pendidikan dan ingin menyelesaikan pendidikannya
yang terhambat. Selain itu sasaran pendidikan kesetaraan juga melayani warga
masyarakat yang memerlukan layanan khusus seperti daerah perbatasan, daerah bencana
dan daerah terisolir dengan fasilitas pendidikan belum ada, serta dalam
memenuhi kebutuhan belajar sebagai dampak perubahan peningkatan taraf hidup,
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai
pendidikan alternatif, pendidikan kesetaraan dikembangkan mengacu pada
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Standar Nasional Pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan) yang disesuaikan dengan tuntutan, kebutuhan dan
karakteristik peserta didik serta dengan penguatan pada penguasaan kecakapan
hidup, khususnya kecakapan kerja.
Sesuai
dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Pasal 13 ayat (1) tentang
jalur pendidikan, dan pasal 26, ayat (6) bahwa hasil PNF kesetaraan dapat
dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
kesetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan sesuai PP No 19/2005. Selanjutnya berdasarkan
Kepmen No. 0131/U/1994 tentang Program Paket A dan B, dan Kepmen Nomor
132/U/2004 tentang Paket C, PNF-kesetaraan berfungsi sebagai pelayanan
pembelajaran bagi masyarakat untuk mendapat pendidikan melalui PNF dan pengakuan
setara dengan tamatan SD, SMP, SMA.
Adapun
yang menjadi penyelenggara kelompok belajar (komunitas belajar) pendidikan
kesetaraan meliputi:
1) PKBM
(Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
2) SKB
(Sanggar Kegiatan Belajar)
3) Pondok
Pesantren
4) Majlis
Taklim
5) Lembaga
Kursus
6) Sekolah
Rumah
7) Sekolah
Alam
8) Sekolah
Multigrade Teaching
9) Susteran
10) Diklat-diklat
dan UPT
11) Lembaga
Swadaya Masyarakat
12) Yayasan
Badan hukum dan badan usaha
13) Organisasi
Kemasyarakatan
14) Organisasi
Sosial Masyarakat
15) Organisasi
Keagamaan
Muatan
kurikulum Pendidikan Kesetaraan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP)
yang meliputi mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Adapun,
pengaturan beban belajar diatur dengan menggunakan dua sistem jam belajar:
a) Pertemuan
sistem tatap muka (regular), dan
b)
Satuan Kredit Kesetaraan (SKK).
Pendidikan
kesetaraan menerapkan proses pembelajaran yang berorientasi terhadap pencapaian
standar kompetensi lulusan, dengan tiga pendekatan yaitu: materi ajar yang
bermuatan literacy dan life skills, pengorganisasian materi secara tematik,
proses pembelajaran yang bersifat induktif, dan penilaian kompetensi. Dengan
demikian standar kompetensi lulusan meliputi paket A, B, dan C. dan agar
pelaksanaan Program Pendidikan Kesetaraan dapat berhasil dengan baik, maka
perlu berbagai upaya peningkatan mutu secara menyeluruh.
4.
Pendidikan Berbasis Masyarakat (Communihy-based
education)
Pendidikan
berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan mekanisme yang
memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan
teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan
berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya
demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang
pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan
memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.
Sebagai
implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi
masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerjasama antara
warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan
mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai sebuah kerjasama, maka masyarakat
diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan suatu program pendidikan.
Secara
konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan
pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan
untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidik memberikan
jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya
masyarakat ditempatkan sebagai subyek atau pelaku pendidikan, bukan objek
pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi
aktifnya dalam setiap program pendidikan.
Di
dalam Undang-undang No. 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari pendidikan berbasis
masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama,
sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan
dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dengan demikian nampak bahwa pendidikan
berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan suatu pendidikan yang memberikan
kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan bidang pendidikan
yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri.
Dalam
UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat
disebutkan sebagai berikut:
1) Masyarakat
berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal
dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat.
2) Penyelenggara
pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi
pendidikan, serta manajemen dan pendanannya sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
3) Dana
penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Lembaga
pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi Dana,
dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah.
5)
Ketentuan mengenai peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dari
kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat dapat
diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari
pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi masyarakat, serta
masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya. Oleh karena itu
dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan kepentingan
masyarakat setempat.
Untuk
itu Tujuan dari pendidikan non formal berbasis masyarakat dapat mengarah pada
isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian terhadap
lingkungan, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik
dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, pendidikan bertani, penanganan
masalah kesehatan serta korban narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya.
Sementara
itu lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari kalangan bisnis
dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani, organisi
kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisi buruh, perpustakaan,
museum maupun organisasi persaudaraan.
Menurut
Michael W. Galbraith, pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip
yang sangat penting, diantaranya yaitu:
1) Self determination (menentukan
sendiri).
2) Self help (menolong
diri sendiri).
3) Leadership development
(pengembangan kepemimpinan).
4) Localization
(lokalisasi).
5) Integrated delivery of service
(keterpaduan pemberian pelayanan).
6) Reduce duplication of service (pemanfaatan
secara penuh tanpa di duplikasi).
7) Accept diversity
(menerima perbedaan).
8) Institutional responsiveness
(tanggung jawab kelembagaan).
9) Lifelong learning
(pembelajaran seumur hidup).
5.
Penyetaraan Home Schooling
Homes
chooling yaitu metode pendidikan belajar-mengajar yang dilakukan di rumah, baik
oleh orang tua maupun tutor. Sebenarnya tidak harus di rumah. Intinya, mereka
yang menjalani homes chooling harus bisa belajar di mana saja, kapan saja, dan
dengan siapa saja. Materi pelajaran untuk siswa homes chooling atau homes choolers
itu bisa sesuai dengan kurikulum nasional, kurikulum internasional, atau
gabungan. Waktu belajarnya lebih fleksibel, biasanya homes choolers punya
banyak kesempatan mendalami bidang pelajaran sesuai minat dan potensi
masing-masing. Pendidikan homes chooling bisa dilakukan satu keluarga, beberapa
keluarga, atau bergabung dalam komunitas homes chooling.
Siswa
yang punya kendala psikologis (mudah stres dan tertekan belajar di sekolah),
geografis (tempat tinggal jauh dari sekolah), dan ekonomis (keluarga tidak
mampu), bisa menemukan alternatif pendidikan dengan homes chooling yang umumnya
fleksibel, menyesuaikan dengan minat dan potensi tiap individu.
Direktur
Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Ella
Yulaelawati mengatakan siswa yang mengikuti pendidikan home schooling atau
sekolah rumah bisa disetarakan dengan siswa sekolah biasa. Peserta home
schooling harus mengikuti ujian persamaan pendidikan nonformal berupa kejar
paket A untuk sekolah dasar, paket B untuk sekolah menengah pertama, dan paket
C untuk sekolah menengah atas atau ujian di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.
C.
Manfaat Model – Model Pendidikan Non Formal
Untuk Pembangunan
Berdasarkan beberapa poin yang telah penulis
paparkan diatas, maka manfaat dari model-model pendidikan non formal untuk
pembangunan, baik pembangunan itu ditinjau dari segi pemerintahan, masyarakat,
maupun peribadadi sendiri. Maka dapat penulis simpulkan yaitu:
1) Peranan
pemerintah sedikit terkurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat dalam hal
pembangunan melalui pendidikan non formal.
2) Dapat
mempercepat proses penghapusan buta huruf bagi warga Indonesia.
3) Terciptanya
masyarakat yang memiliki skill dan kemampuan, meski mereka tidak mengikuti
pendidikan formal.
4) Mengurangi
angka pengangguran dan ketertinggalan khususnya bagi mereka yang ada di
pedesaan.
5) Penyetaraan
pendidikan, membuka kesempatan kerja bagi mereka yang ingin berkembang dan
menikmati kesetaraan dan taraf hidup.
Selain yang penulis sebutkan diatas, tentu
masih banyak lagi manfaat-manfaat dari model pendidikan non formal yang ada di
Negara ini.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan
non formal merupakan pendidikan alternatif setelah pendidikan formal. Selain
memberikan kesempatan bagi peserta didik yang ingin mengembangkan
keterampilannya pada jenis pendidikan tertentu yang telah ada di jalur
pendidikan formal juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin
mengembangkan pendidikan keterampilannya yang tidak dapat ditempuh dan tidak
terpenuhi pada jalur pendidikan formal.
Pendidikan
non formal merupakan usaha masyarakat dalam mencari jalan keluar terhadap
persoalan pendidikan formal yang tidak terjangkau oleh masyarakat. Perhatian
pendidikan non formal lebih terpusat pada usaha-usaha untuk membantu
terwujudnya proses pembelajaran di masyarakat.
Pendidikan
non formal di Indonesia cukup berkembang pesat, sebagaimana telah merebaknya
bermacam-macam model pendidikan yang lebih mengutamakan kecakapan dan keahlian
di bidang-bidang tertentu sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakatnya.
Seperti: Pendidikan Kecakapan hidup, Pendidikan Anak Usia dini, Pendidikan Kepemudaan,
Pendidikan kesetaraan, Pendidikan pemberdayaan perempuan, Pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik maupun masyarakat, penyetaraan home
scooling, pendidikan berbasis masyarakat, pendidikan pemberdayaan masyarakat.
Manfaat
dari pendidikan non formal yang dapat penulis simpulkan dari pembahasan di atas
yaitu: memberi kesempatan kepada semua pihak yang ingin mengembangkan kemampuan
dan keahliannya yang tidak di dapat dari pendidikan formal, membawa dampak
positif dalam meningkatkan mutu pendidikan non formal, dengan pemberdayaan
masyarakat diharapkan masyarakat mampu mengembangkan dirinya kearah lebih baik
meski tidak mengenyam pendidikan yang layak dan masih banyak lagi manfaat yang
lain, yang tidak penulis sebutkan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar