Rabu, 28 Mei 2014

MODEL - MODEL PENDIDIKAN NON FORMAL UNTUK PEMBANGUNAN



MAKALAH
MODEL - MODEL PENDIDIKAN NON FORMAL
UNTUK PEMBANGUNAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah:
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH ( P L S )
Semester: VI ( Enam ) Reguler / PAI
Dosen Mata Kuliah: EMON, M.Pd.I




Description: Description: Description: logoMifda subang



Disusun Oleh: Kelompok I ( Satu ) 
Eis Ns


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI STRATA - 1
STAI MIFTAHUL HUDA
SUBANG
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Menurut Rabindranath Tagore, “sekolah adalah siksaan tak tertahankan”. Lama jam mata pelajaran yang harus ditempuh yang membuat anak didik menjadi jenuh, dan menganggap sekolah tidak lagi menyenangkan, belum lagi lemahnya sistem pendidikan pada sekolah formal dan mahalnya biaya pendidikan yang tidak serta merta sertai dengan peningkatan kualitas secara signifikan. Terlebih, belakangan kita juga telah disadarkan bahwa banyak lulusan pendidikan formal tidak memiliki spesifikasi keahlian yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Untuk menghadapi semua ini, sistem pendidikan memerlukan bantuan dari semua sektor kehidupan domestik dan pada beberapa kasus, juga memerlukan sumber-sumber di luar batas nasional.
Pendidikan memerlukan dana, namun anggaran pendidikan sulit bertambah dan pendidikan juga memerlukan sumber daya, khususnya sumber daya insani nasional yang terbaik untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan produktivitas. Berkaitan dengan ini, sistem pendidikan tidak hanya mengacu pada tingkat dan tipe pendidikan formal seperti sekolah kejuruan, umum dan spesialisasi, tetapi juga seluruh program pendidikan di luar pendidikan formal yaitu yang dikenal dengan pendidikan nonformal.
Sistem pendidikan non formal meningkatkan pembangunan melalui pendidikan non formal tentu harus memiliki model yang digunakan sebagai akses untuk mencapai tujuan pembangunan dalam pendidikan formal itu sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis bermaksud akan mengambil satu pembahasan yang berjudul model-model pendidikan non formal untuk pembangunan.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka, yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
1.     Apakah pengertian pendidikan non formal?
2.     Apasaja model-model pendidikan non formal untuk pembangunan?
3.     Apakah manfaat adanya pendidikan non formal untuk pembangunan?


BAB II
PEMBAHASAN
MODEL – MODEL PENDIDIKAN NON FORMAL
UNTUK PEMBANGUNAN
A.     Pengertian Pendidikan Non Formal
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.
Pendidikan non formal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.
Pendidikan non formal merupakan pendidikan alternatif setelah pendidikan formal. Selain memberikan kesempatan bagi peserta didik yang ingin mengembangkan keterampilannya pada jenis pendidikan tertentu yang telah ada di jalur pendidikan formal juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin mengembangkan pendidikan keterampilannya yang tidak dapat ditempuh dan tidak terpenuhi pada jalur pendidikan formal. Pendidikan non formal lebih berorientasi pada pendidikan yang efektif dan efisien agar peserta didik dapat belajar dengan mudah dan mencapai tujuan melalui proses yang hemat waktu dan biaya.
Pendidikan non formal merupakan usaha masyarakat dalam mencari jalan keluar terhadap persoalan pendidikan formal yang tidak terjangkau oleh masyarakat. Perhatian pendidikan non formal lebih terpusat pada usaha-usaha untuk membantu terwujudnya proses pembelajaran di masyarakat. Hal ini sesuai dengan Pasal 55, UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 butir pertama yaitu “Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.”
Pendidikan non formal mempunyai fungsi membelajarkan individu atau kelompok agar mampu memberdayakan dan mengembangkan dirinya sehingga mampu beradaptasi terhadap perubahan atau perkembangan zaman. Berdasarkan fungsi tersebut pendidikan non formal dapat melayani kebutuhan pendidikan suplemen, pendidikan komplemen, pendidikan kompensasi, pendidikan substitusi, pendidikan alternative (pengganti), pendidikan pengayaan, pendidikan pemutakhiran (updating), pendidikan pelatihan atau keterampilan dan pendidikan penyesuaian atau penyetaraan.
Penyelenggaraan pendidikan non formal (PNF) merupakan upaya dalam rangka mendukung perluasan akses dan peningkatan mutu layanan pendidikan bagi masyarakat. Jenis layanan dan satuan pembelajaran PNF sangat beragam, yaitu meliputi:
1)     Pendidikan Kecakapan hidup.
2)     Pendidikan Anak Usia dini.
3)     Pendidikan Kepemudaan
4)     Pendidikan kesetaraan.
5)     Pendidikan pemberdayaan perempuan.
6)     Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik maupun masyarakat.
Adapun satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
B.     Model – Model pendidikan Non Formal Untuk Pembangunan
Model – model pendidikan non formal yang ada di Indonesia sangat banyak sekali. Terlebih yang berhubungan dengan pembangunan. Baik pembanguan masyarakat, peserta didik maupun pembangunan Negara Indonesia itu sendiri. Sebagaimana yang akan penulis paparkan dibawah ini:
1.     Pemberdayaan Masyarakat
Pendidikan non formal berbasis masyarakat merupakan salah satu dari desentralisasi pendidikan dan konsep otonomi daerah. Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah atau otonomi daerah.
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Dalam pendidikan pemberdayaan masyarakat, ada beberapa program yang bisa dilaksanakan, khususnya untuk masyarakat pedesaan yang terpencil ataupun terisolir dari pusat pemerintahan. Diantaranya adalah:
1)     Program Riset Pembangunan pedesaan
Program Riset Pembangunan pedesaan mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pedesaan dengan lingkungan yang memiliki potensi alam yang melimpah, lagi pula pembangunan pedesaan menyentuh langsung kepentingan masyarakat desa.
2)     Program dengan Menggunakan Bahasa Ibu
Pada program ini, pesan-pesan pendidikan nonformal akan lebih mudah dan cepat dihayati dan dimengerti oleh masyarakat apabila disampaikan dalam bahasa lokal atau bahasa ibu mereka. Kemudian digabungkan dengan bahasa pendidikan. Sehingga bukan bahasa lokal saja yang dikuasai oleh masyarakat.
3)     Program Radio Siaran
Program ini berfungsi sebagai media pesan atau bahan belajar yang efektif untuk merangsang pikiran dan sebagai salah satu media dengar terutama bagi masyarakat di Pedesaan yang hidup di daerah terpencil atau terisolir dan sulit terjangkau oleh pendidikan Non formal.
4)     Program Lab-site
Program Lab - site dalam pendidikan non formal berfungsi sebagai tempat praktek atau tempat rintisan program-program PNF dan tempat latihan bagi tutor-tutor dalam membelajarkan warga belajar.
5)     Model Pembelajaran Terpadu
Model Pembelajaran Terpadu merupakan model pembelajaran dengan pendekatan yang menekankan pada aspek-aspek bersifat umum seperti thinking skills, social skill, values and attitudes. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap ilmu tidak mungkin berdiri sendiri dan pasti saling berkaitan.
2.     Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja
Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja yaitu meliputi kursus, magang, kelompok belajar usaha, dan lain sebagainya. Lembaga kursus sebagai fungsi sosial di harapkan dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik maupun masyarakat yang tergolong kurang mampu, pengangguran, dan putus sekolah sehingga memiliki kompetensi tertentu sebagai modal untuk meningkatkan kualitas hidupnya dalam rangka menghadapi era globalisasi.
Tujuan lembaga kursus yaitu memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat agar memiliki kompetensi yang diperlukan dalam dunia usaha atau dunia kerja sesuai dengan jenis kursus yang diikuti, sehingga mampu mengambil peluang kerja pada perusahaan atau dunia industri dengan penghasilan yang layak atau mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
3.     Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan kesetaraan merupakan pendidikan alternatif yang memberikan kesempatan kepada warga, bangsa untuk memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional yang lulusannya memiliki kemampuan yang sama dan setara dengan lulusan pendidikan formal. Pendidikan kesetaraan secara umum bertujuan untuk memberikan kesempatan belajar pendidikan dasar dan menengah yang bermutu dan relevan dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian professional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Sasaran pendidikan kesetaraan adalah masyarakat yang memiliki keterbatasan dari segi ekonomi, sosial, budaya, jarak, waktu, geografi, maupun masyarakat yang kurang beruntung dalam hal pelayanan pendidikan dan ingin menyelesaikan pendidikannya yang terhambat. Selain itu sasaran pendidikan kesetaraan juga melayani warga masyarakat yang memerlukan layanan khusus seperti daerah perbatasan, daerah bencana dan daerah terisolir dengan fasilitas pendidikan belum ada, serta dalam memenuhi kebutuhan belajar sebagai dampak perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai pendidikan alternatif, pendidikan kesetaraan dikembangkan mengacu pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Standar Nasional Pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan) yang disesuaikan dengan tuntutan, kebutuhan dan karakteristik peserta didik serta dengan penguatan pada penguasaan kecakapan hidup, khususnya kecakapan kerja.
Sesuai dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Pasal 13 ayat (1) tentang jalur pendidikan, dan pasal 26, ayat (6) bahwa hasil PNF kesetaraan dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian kesetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan sesuai PP No 19/2005. Selanjutnya berdasarkan Kepmen No. 0131/U/1994 tentang Program Paket A dan B, dan Kepmen Nomor 132/U/2004 tentang Paket C, PNF-kesetaraan berfungsi sebagai pelayanan pembelajaran bagi masyarakat untuk mendapat pendidikan melalui PNF dan pengakuan setara dengan tamatan SD, SMP, SMA.
Adapun yang menjadi penyelenggara kelompok belajar (komunitas belajar) pendidikan kesetaraan meliputi:
1)     PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
2)     SKB (Sanggar Kegiatan Belajar)
3)     Pondok Pesantren
4)     Majlis Taklim
5)     Lembaga Kursus
6)     Sekolah Rumah
7)     Sekolah Alam
8)     Sekolah Multigrade Teaching
9)     Susteran
10)  Diklat-diklat dan UPT
11)  Lembaga Swadaya Masyarakat
12)  Yayasan Badan hukum dan badan usaha
13)  Organisasi Kemasyarakatan
14)  Organisasi Sosial Masyarakat
15)  Organisasi Keagamaan
Muatan kurikulum Pendidikan Kesetaraan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Adapun, pengaturan beban belajar diatur dengan menggunakan dua sistem jam belajar:
a)     Pertemuan sistem tatap muka (regular), dan
b)     Satuan Kredit Kesetaraan (SKK).
Pendidikan kesetaraan menerapkan proses pembelajaran yang berorientasi terhadap pencapaian standar kompetensi lulusan, dengan tiga pendekatan yaitu: materi ajar yang bermuatan literacy dan life skills, pengorganisasian materi secara tematik, proses pembelajaran yang bersifat induktif, dan penilaian kompetensi. Dengan demikian standar kompetensi lulusan meliputi paket A, B, dan C. dan agar pelaksanaan Program Pendidikan Kesetaraan dapat berhasil dengan baik, maka perlu berbagai upaya peningkatan mutu secara menyeluruh.
4.     Pendidikan Berbasis Masyarakat (Communihy-based education)
Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerjasama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai sebuah kerjasama, maka masyarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidik memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek atau pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan.
Di dalam Undang-undang No. 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dengan demikian nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan suatu pendidikan yang memberikan kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan bidang pendidikan yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri.
Dalam UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat disebutkan sebagai berikut:
1)     Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
2)     Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3)     Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4)     Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi Dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
5)     Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat dapat diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi masyarakat, serta masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya. Oleh karena itu dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.
Untuk itu Tujuan dari pendidikan non formal berbasis masyarakat dapat mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian terhadap lingkungan, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, pendidikan bertani, penanganan masalah kesehatan serta korban narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya.
Sementara itu lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani, organisi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisi buruh, perpustakaan, museum maupun organisasi persaudaraan.
Menurut Michael W. Galbraith, pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip yang sangat penting, diantaranya yaitu:
1)     Self determination (menentukan sendiri).
2)     Self help (menolong diri sendiri).
3)     Leadership development (pengembangan kepemimpinan).
4)     Localization (lokalisasi).
5)     Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan).
6)     Reduce duplication of service (pemanfaatan secara penuh tanpa di duplikasi).
7)     Accept diversity (menerima perbedaan).
8)     Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan).
9)     Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup).
5.     Penyetaraan Home Schooling
Homes chooling yaitu metode pendidikan belajar-mengajar yang dilakukan di rumah, baik oleh orang tua maupun tutor. Sebenarnya tidak harus di rumah. Intinya, mereka yang menjalani homes chooling harus bisa belajar di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Materi pelajaran untuk siswa homes chooling atau homes choolers itu bisa sesuai dengan kurikulum nasional, kurikulum internasional, atau gabungan. Waktu belajarnya lebih fleksibel, biasanya homes choolers punya banyak kesempatan mendalami bidang pelajaran sesuai minat dan potensi masing-masing. Pendidikan homes chooling bisa dilakukan satu keluarga, beberapa keluarga, atau bergabung dalam komunitas homes chooling.
Siswa yang punya kendala psikologis (mudah stres dan tertekan belajar di sekolah), geografis (tempat tinggal jauh dari sekolah), dan ekonomis (keluarga tidak mampu), bisa menemukan alternatif pendidikan dengan homes chooling yang umumnya fleksibel, menyesuaikan dengan minat dan potensi tiap individu.
Direktur Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Ella Yulaelawati mengatakan siswa yang mengikuti pendidikan home schooling atau sekolah rumah bisa disetarakan dengan siswa sekolah biasa. Peserta home schooling harus mengikuti ujian persamaan pendidikan nonformal berupa kejar paket A untuk sekolah dasar, paket B untuk sekolah menengah pertama, dan paket C untuk sekolah menengah atas atau ujian di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.
C.    Manfaat Model – Model Pendidikan Non Formal Untuk Pembangunan
Berdasarkan beberapa poin yang telah penulis paparkan diatas, maka manfaat dari model-model pendidikan non formal untuk pembangunan, baik pembangunan itu ditinjau dari segi pemerintahan, masyarakat, maupun peribadadi sendiri. Maka dapat penulis simpulkan yaitu:
1)     Peranan pemerintah sedikit terkurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat dalam hal pembangunan melalui pendidikan non formal.
2)     Dapat mempercepat proses penghapusan buta huruf bagi warga Indonesia.
3)     Terciptanya masyarakat yang memiliki skill dan kemampuan, meski mereka tidak mengikuti pendidikan formal.
4)     Mengurangi angka pengangguran dan ketertinggalan khususnya bagi mereka yang ada di pedesaan.
5)     Penyetaraan pendidikan, membuka kesempatan kerja bagi mereka yang ingin berkembang dan menikmati kesetaraan dan taraf hidup.
Selain yang penulis sebutkan diatas, tentu masih banyak lagi manfaat-manfaat dari model pendidikan non formal yang ada di Negara ini.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Pendidikan non formal merupakan pendidikan alternatif setelah pendidikan formal. Selain memberikan kesempatan bagi peserta didik yang ingin mengembangkan keterampilannya pada jenis pendidikan tertentu yang telah ada di jalur pendidikan formal juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin mengembangkan pendidikan keterampilannya yang tidak dapat ditempuh dan tidak terpenuhi pada jalur pendidikan formal.
Pendidikan non formal merupakan usaha masyarakat dalam mencari jalan keluar terhadap persoalan pendidikan formal yang tidak terjangkau oleh masyarakat. Perhatian pendidikan non formal lebih terpusat pada usaha-usaha untuk membantu terwujudnya proses pembelajaran di masyarakat.
Pendidikan non formal di Indonesia cukup berkembang pesat, sebagaimana telah merebaknya bermacam-macam model pendidikan yang lebih mengutamakan kecakapan dan keahlian di bidang-bidang tertentu sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakatnya. Seperti: Pendidikan Kecakapan hidup, Pendidikan Anak Usia dini, Pendidikan Kepemudaan, Pendidikan kesetaraan, Pendidikan pemberdayaan perempuan, Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik maupun masyarakat, penyetaraan home scooling, pendidikan berbasis masyarakat, pendidikan pemberdayaan masyarakat.
Manfaat dari pendidikan non formal yang dapat penulis simpulkan dari pembahasan di atas yaitu: memberi kesempatan kepada semua pihak yang ingin mengembangkan kemampuan dan keahliannya yang tidak di dapat dari pendidikan formal, membawa dampak positif dalam meningkatkan mutu pendidikan non formal, dengan pemberdayaan masyarakat diharapkan masyarakat mampu mengembangkan dirinya kearah lebih baik meski tidak mengenyam pendidikan yang layak dan masih banyak lagi manfaat yang lain, yang tidak penulis sebutkan.


DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar