Jumat, 06 Desember 2013

JENAZAH DAN RUKUN RUKUNNYA



MAKALAH
JENAZAH DAN RUKUN RUKUNNYA
Disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Materi PAI-1 semester empat reguler
Dosen Pembimbing: Bapak Suhendi. M.Pd.I


Description: logoMifda subang



Disusun Oleh : Kelompok III (Tiga)
Arief Rahman Aziz
  Eis Komala Ns
Winda Setiawati
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI STRATA - 1
STAI MIFTAHUL HUDA
SUBANG
2011


KATA PENGNTAR
            Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Serta shalawat beserta salam semoga selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Materi PAI-1 yang berjudul “JENAZAH DAN RUKUN-RUKUNNYA Dengan tepat waktu. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Materi PAI-1 Semester Empat. Program Studi Pendidikan Agama Islam-Tarbiyah STAI - Miftahul Huda-Subang.
            Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh dukungan dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.    Orang tua tercinta dan keluarga yang selalu mendukung, mendo’akan dan memberikan bantuan baik moril maupun materil.
2.    Bapak . Suhendi, M.Pd.I. Selaku Dosen Materi PAI-1.
3.    Seluruh teman-teman yang telah banyak membantu penulis.

            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini. Dan penulis pun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Subang, 04 April 2013


Penulis



DAFTAR ISI
KATA  PENGANTAR ….……….…….…….…………………… …….…… .……… …... i
DAFTAR ISI ……………… ...…….………….…..… ………… ...………… … …….. ... ii
BAB I PENDAHULUAN ………… ……… ….… ……… ...…… ….………… ……… …1
BAB II  JENAZAH DAN RUKUN-RUKUNNYA …… . ….. …. ….. …… ….. …. ...... .… 2
A.   Pengertian dan Hukum Shalat Jenazah …… ……… … … ………… .. …. … 2
B.   Keutamaan Shalat Jenazah ….... ……… …. …… …… ……… …. …... …. .. 2
C.   Syarat  Shalat Jenazah ………… …… …… … ……… … … .……… … … … 3
D.   Rukun  – Rukun  Shalat Jenazah …… …… …………… ……  …….. . …… .. 3
E.   Cara Menshalati Jenazah …… …… …… … … …… ……… .…… ...… … … 7
F.    Hukum Menyalati Jenazah yang Mati Syahid ….… …. … …… …... ...… ... … 8
G.   Tata Cara dan Bacaan Sholat Jenazah yang di Sunnahkan ………… …. ….. 10
BAB III PENUTUP ………… ………… …….. … … …. … ………… … …… …… ... 11
A.   Kesimpulan …………………… … … .………… …………… ……. …… … …. 11
B.   Saran ……………… …… …….…… ……………… .… …… ..……… ..… … .. 11
DAFTAR PUSTAKA …… ….……. ………… …. ……. ………. ……. …… .…. …… 12



PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Salam dan shalawat kita panjatkan ke hadirat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, Rasul pilihan dan manusia teragung yang dilahirkan di dunia ini. Allah SWT. Telah mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Tidak diragukan lagi, bahwa shalat yang lima waktu ini merupakan tiang agama Islam dan salah satu dari rukun-rukunnya.
Di samping shalat fardhu, terdapat pula beberapa jenis shalat yang sifatnya tathawwu’ (sukarela), di dalam makna bukan merupakan kewajiban yang mutlak. Seluruh shalat yang disyariat-kan di dalam Islam selain yang lima waktu dan sifatnya merupakan tambahan maka ia disebut sebagai shalat tathawwu’.
Berdasarkan tugas yang telah di berikan kepada penulis, penulis akan membahas secara ringkas seputar tata cara Shalat Jenazah dan rukun-rukun shalat jenazah. Yakni meliputi : pengertian dan hukum shalat jenazah, keutamaan shalat jenazah, syarat dan rukun-rukun shalat jenazah, cara mensholati jenazah, hukum mensholati jenazah yang mati syahid dan tata cara dan bacaan sholat jenazah yang di sunnahkan.
Dalam pembuatan makalah ini penulis memperoleh data – data yang dibutuhkan dari berbagai sumber di internet. Yakni dengan cara browsing di google dengan mengambil file – file di bloger maupun artikel tentang sholat jenazah dan rukun – rukunnya. Semoga Tulisan ini bermanfaat bagi yang membaca dan khususnya bagi penulis sendiri.
 



PEMBAHASAN
JENAZAH DAN RUKUN-RUKUNNYA
A.     Pengertian dan Hukum Shalat Jenazah
Shalat Jenazah  merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi semua orang muslim yang hidup. Jika telah dikerjakan oleh satu orang sekalipun maka gugurlah kewajibannya dari yang lain. Jadi bagi sebagian kaum muslimin yang lain mengerjakannya adalah sunnah.
Sedangkan apabila semuanya tidak mengerjakan, maka mereka yang ada di daerah tersebut semuanya berdosa. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayat oleh imam bukhori dari Salamah bin Al-Akwa yang artinya:
Dari Salamah bin Al-Akwa’,”pada suatu saat kami duduk-duduk dekat Nabi Saw.Ketika itu dibawa seorang mayat, beliau berkata kepada kami, ‘shalakanlah teman kamu’.’ (riwayat Bukhari) “
B.     Keutamaan Shalat Jenazah
Imam  Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Khabab , ia berkata bahwasanya Rasullah bersabda yang artinya :
“ Siapa yang mengantar jenazah dan menyalatinya, maka baginya satu qirath. Siapa mengantar jenazah sampai selesai (proses pemakaman), maka baginya dua qirath. Yang paling kecil adalah seperti gunung Uhud atau salah satu dari keduanya adalah seperti gunung Uhud.”
Ibnu Umar lalu mengirim Khabab kepada Aisyah untuk menanyakan kebenaran perkataan Abu Hurairah tersebut. Ketika kembali dari rumah Aisyah, Khabab bercerita bahwa apa yang dikatakan Abu Hurairah itu benar. Mendengar apa yang dikatakan Khabab, Ibnu Umar berkata, sungguh kami telah kehilangan banyak kesempatan untuk mendapatkan beberapa qirath.
Dari Abdullah bin Abbas, bahwa seorang putranya meninggal di Qalid atau ‘Usfan dan yang menyalatinya sebanyak empat puluh orang , Rasullah bersabda yang artinya:
 “Tidaklah seorang muslim mati lalu jenazahnya di shalatkan empat puluh orang laki-laki yang tidak menyekutukan Allah, melainkan Allah memberikan syafaat kepadanya lantaran mereka.”
C.    Syarat  Shalat Jenazah
Syarat – syarat shalat jenazah
1.    Badannya suci, suci dari hadats kecil dan besar
2.    Menghadap kiblat
3.    Menutup aurat
4.    Dilakukan setelah mayat dimandikan dan dikafani
5.    Letak mayat itu sebelah kiblat orang yang menyalatkan, kecuali kalau shalat itu dilaksanakan diatas kubur atau shalat gaib
6.    Yang menshalatkan maupun yang dishalatkan harus beragama Islam
7.    Menghadiri jenazah tersebut apabila jenazah itu berada di dalam negerinya
8.    Orang yang menshalatkan adalah orang yang mukallaf
D.    Rukun  – Rukun  Shalat Jenazah
1.  Niat
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Bayyinah ayat : 5 yang artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah:5).
Niat letaknya ada dalam hati, karenanya melafalkan niat disyariatkan. Jadi tidak diharuskan membaca bacaan shalat jenazah.
Terdapat dua niat dalam melaksanakan shalat jenazah yaitu niat untuk mayat laki-laki dan niat untuk mayat perempuan:
a. Niat salat jenazah laki-laki sebagai berikut:
اُصَلِّي علي هذا الَميّتِ ِلله تعالي
b.  Niat shalat janazah perempuan sebagai berikut:
اصلي علي هذه الميتة لله تعالي
c.   Niat yang lengkap (hukumnya sunnah):
أصلِّي علي هذا الميت أربَعَ تَكبيرات فَرْضَ الكِفايَةِ لله تعالي
d.  Apabila dilakukan secara berjemaah, tambahkan kata ma'muman atau imaman (sesuai posisi anda) sebelum kata lillahi ta'ala.
2.  Berdiri bagi yang mampu
Dalam pandangan mayoritas ulama, berdiri merupakan bagian dari rukun shalat jenazah. Maka, jika ada yang melakukan shalat jenazah dalam keadaan duduk maka shalatnya tidak sah, karena ia tidak memenuhi salah satu dari rukun shalat, yaitu berdiri. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Abu Hanifah, Syafi’i dan Abu Tsaur. Dan dalam hal ini, tidak ditemukannya adanya perbedaan pendapat.
Pada saat berdiri hendaknya tangan kanan menggenggam tangan kiri. Ada juga yang mengatakan tidak perlu. Tetapi sebagian besar lebih banyak menerima pendapat yang pertama.
3.  Takbir sebanyak empat kali
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah Hadist yang bersumber dari Jabir ra, bahwasanya Rasulullah SAW melakukan shalat jenazah raja Najasyi dengan empat takbir. Tirmizi berkata, shalat dengan 4 takbir merupakan amalan yang dilakukan para sahabat dan yang lain dengan melihat Rasulullah melakukan shalat jenazah dengan takbir empat kali. Pendapat ini dikemukakan oleh Syafan, Malik, Ibnu Mubarak, Syafi’I, Ahmad dan Ishak.
Mengangkat dua tangan saat takbir atau mengankat dua tangan saat shalat jenazah kecuali hanya pada takbir pertama. Karenanya, takbir diberlakukan hanya pada saat takbiratul ihram, kecuali jika berpindah dari rukun satu ke rukun lain sebagaimana yang berlaku dalam shalat selain shalat jenazah. Sementara untuk shalat jenazah tidak dikenal takbiratul intiqal (takbir yang menandakan perpindahan antara satu rukun dengan rukun yang lain).
4.  Membaca Al-Fatihah
Tidaklah sah jika shalat jenazah tidak membaca surat Al-Fatihah (menurut ahli hadist).
5.  Membaca shalawat atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam
اللهُمّ صلِّ علَي سَيِدِنا مُحمّد
Imam syafi’i berkata, sebagaimana yang tercantum dalam musnadnya, dari Abu memberitahukan kepadanya bahwa yang disunahkan dalam melaksanakan shalat jenazah adalah hendaknya imam takbir, lalu diiringi dengan membaca al-Fatihah setelah takbir yang pertama. Setelah itu membaca shalawat kepada Rasulullah saw. Dan membaca doa untuk jenazah pada takbir selanjutnya yang disertai dengan keikhlasan.
6.  Mendoakan jenazah tersebut
Membaca doa setelah shalat jenazah itu merupakan rukunnya. Dan pada bertakbir yang ketiga membaca doa kebaikan untuk si mayit dengan doa-doa yang terdapat di dalam As Sunnah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Nasaa’i, dan Imam Ibnu Majah maupun yang lain salah satunya yaitu :
اللهم اغْفِرْ لَه وعافِهِ واعْفُ عنه
Atau bias juga doa yang lebih panjang yaitu :

اللهم اغْفِرْ لَهُ وارْحَمهُ وعافِهِ واعفُ عنه وأَكْرِمْ نُزولَهُ ووسِّعْ مَدخلَهُ واغْسِلْهُ بِماءٍ وثَلْج وبَرَدٍ ونَقِهِ من الخَطابا كما يُنَقَي الثَوبُ الأَبْيَضُ مِنِ الدَنَسِ وأَبْدِلْهُ دارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وأَهْلًا خَيْراً من أهلِهِ وَزَوْجًا خَيْراً مِن زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ
Artinya:
“Ya Allah ampunilah ia dan berikan rahmat kepadanya, serta sejahterakanlah dan maafkanlah ia. Muliakanlah tempat kedatangannya dan luaskanlah tempat masuknya. Mandikanlah ia dengan air, salju dan embun. Bersihkanlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari kotoran. Gantilah ia dengan rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, istri yang lebih baik dari istrinya. Masukkanlah ia ke dalam Jannah dan lindungilah ia dari azab kubur dan azab Neraka.”
Adapun jika jenazah tersebut adalah seorang wanita, maka lafazh doanya dengan menggunakan dhamir mu’annats (kata ganti untuk wanita, yakni dhamir [HU] diganti menjadi [HA]).
Sedangkan apabila jenazah tersebut adalah anak kecil, maka mengucapkan doa:
“Allahummaj’alhu dzukh-ran liwaalidaihi wa farathan wa ajran wa syafii’an mujaaban. Allahumm tsaqqil bihi mawaaziinahuma wa a’dhim bihi ujuurahuma wa alhiq-hu bi shaalihi salafil mukminin. Waj’alhu fii kifaalati Ibraahiima wa qihi birahmatika ‘adzaabal Jahiim.”
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan bagi kedua orang tuanya, sebagai pendahulu, tambahan pahala, dan pemberi syafaat yang mustajab (bagi kedua orang tuanya). Ya Allah, beratkanlah timbangan kedua orang tuanya dengan sebab musibah kematiannya, perbesarlah pahala bagi keduanya, susulkanlah ia kepada orang-orang shalih dari salaf (pendahulu) kaum mukminin, masukkanlah ia ke dalam asuhan Ibrahim dan peliharalah ia dari azab Neraka Jahim.”
7.  Membaca doa setelah takbir keempat
Meskipun sudah membaca setelah takbir ketiga. Berdoa setelah takbir keempat juga dianjurkan. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Aufa- Imam syafi’i berkata: setelah takbir keempat, hendaknya orang yang shalat membaca doa ini :
اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ واغْفِرْ لنا ولَهُ
Artinya: “Ya Allah jangan Engkau halangi kami dari mendapat pahala (atas musibah kematian)-nya dan jangan Engkau menguji kami sepeninggalnya.”
Dan dhamir [HU] juga diganti dengan [HA] apabila jenazahnya wanita sebagaimana pada do’a takbir ketiga.
Ibnu Abu Hurairah berkata, orang-orang masa dulu setelah takbir keempat sering kali membaca do’a yang di ambil dari Al-qur’an surat AL-Baqoroh ayat 201 yang artinya:
“ Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”  inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.”(QS : Al- Baqarah;201)
8.  Salam
Kemudian diam berdiri sejenak lalu mengucapkan satu kali salam seraya menoleh ke arah kanan. Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Daruquthny, Imam Al Hakim dan Imam Al Baihaqi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan:
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah menshalatkan jenazah, lalu beliau bertakbir empat kali kemudian melakukan salam satu kali.”
Boleh juga salam dua kali ke kanan dan ke kiri berdasar kepada hadits yang dikeluarkan oleh Imam Al Baihaqi dengan sanad yang jayyid dari Abdullah Ibnu Mas’ud yang mengatakan:
“Tiaga cabang yang selalu dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, tetapi ditinggalkan oleh manusia, salah satunya adalah salam dalam shalat jenazah seperti salam di dalam shalat (yang lain).”
Dan salam ini dilakukan dengan sirr (tidak keras). Barangsiapa ketinggalan sebagian dari shalat jenazah, maka ia bisa langsung masuk bersama imam mengikuti shalat imam yang tersisa. Kemudian apabila imam melakukan salam, maka ia menyelesaikan shalatnya yang terluput sesuai dengan tata cara (urutan) yang telah disebutkan di atas. Adapun jika ia khawatir jenazah akan segera diangkat, maka melakukan takbir-takbir saja secara langsung (tanpa bacaan pemisah antar takbir-takbir itu) lalu melakukan salam.
Ada perbedaan pendapat dikalangan Ulama' tentang jumlah salam dalam melaksanakan shalat jenazah. Ada yang berpendapat satu ada pula yang dua. Untuk pembahasan ini bisa dilihat dalam Shahih Fiqhu As-Sunnah Karya Abu Malik Kamal.
9.  Tartib
E.     Cara Menshalati Jenazah
1.  Tata cara menshalati  jenazah
Posisi imam saat menyalati jenazah perempuan dan lelaki. Diantara cara yang diajarkan Rasulullah saw. Bagi imam dalam meyalati jenazah lelaki adalah hendaknya berada persis di bagian kepala jenazah. Dan untuk jenazah perempuan, hendaknya imam berada di bagian tengah (perut). Sebagai landasan atas hal ini adalah sebuah hadits yang bersumber dari Anas ra :
“bahwasanya ada seseorang yang melakukan shalat tepat dibagian kepalanya. Setelah jenazahnya dipangkat, kemudian di datangkan dengan jenazah perempuan dan ia merubah posisinya tepat di bagian tengah jenazah.” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Barangsiapa terluput dari menshalatkan jenazah, tetapi jenazah itu belum dikubur, maka ia bisa menshalatkannya di atas kuburnya. Boleh pula ia menshalatkan jenazah yang telah dikubur. Caranya, ia berdiri menghadap makam dan kiblat sekaligus, kemudian melakukan shalat sebagaimana shalat jenazah.
Janin seorang wanita yang gugur dalam keadaan mati dan usianya benar-benar telah genap empat bulan atau lebih, maka dishalatkan sebagaina shalat jenazah. Adapun apabila kurang dari empat bulan, maka tidak dishalatkan. Berdasarkan hadits Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Para pengendara (berjalan) di belakang jenazah, yang berjalan kaki terserah, (bisa di belakangnya, depannya, kanannya atau kirinya yang dekat dengannya). Dan anak kecil juga dishalatkan (kedua orang tuanya didoakan dengan maghfirah dan rahmat).”
Dibolehkan menshalatkan jenazah di masjid, berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Muslim). Namun menurut anjuran sunnah Nabi, hendaklah menyiapkan tempat khusus di luar masjid untuk penyelenggaraan shalat jenazah. Agar masjid tidak menjadi kotor (tetap terjaga kebersihannya), dan hendaknya tempat khusus itu dekat dengan pekuburan agar lebih memudahkan masyarakat umum.
2.  Tata cara shalati jenazah ghaib
Tata cara salat ghaib pada dasarnya sama persis dengan salat jenazah yang hadir yaitu sama-sama dilakukan dengan berdiri saja dan takbirnya ada empat takbir.  Yang sedikit berbeda adalah niatnya dan situasinya.
a.  Niat salat jenazah ghaib adalah ushalli ala al mayyiti al ghaibi lillahi ta'ala
اصلي علي الميت الغائب لله تعالي
b.  Salat ghaib dilakukan apabila mayit sudah dimakamkan atau yang mau mensalati berada di tempat lain
Barangsiapa ghaib (tidak hadir) di negeri tempat jenazah itu berada, sedangkan ia mengetahui tentang kematiannya, maka ia boleh menshalatkan jenazah itu secara ghaib dengan niat. Namun pendapat yang rajih bahwa shalat jenazah secara ghaib ini hanya dilakukan apabila di tempat jenazah tersebut tidak ada yang menshalatkannya, seperti apabila ia meninggal di negeri kafir.
F.     Hukum Menyalati Jenazah yang Mati syahid
Syahid adalah orang yang meninggal dunia ditangan-tangan orang-orang kafir saat peperangan. Ada beberapa hadits yang dengan jelas menyatakan bahwa orang yang syahid tidah perlu dishslati. Di antaranya adalah;
1.    Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bahwasannya Rasulullah saw.memerintahkan untuk mengebumikan para sahabat yang meninggalkan dunia saat perang Uhud dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak dishalati.
2.    Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmmidzi meriwayatkan dari Anas ra.bahwasannya mereka yang syahid di bukit Uhud tidak dishalati , jenazahnya langsung dikebumikan dengan darahnya dan juga tidak dimandikan.
Adapun juga beberapa hadist yang menjelaskan bahwa jenazah para syuhada tetap dishalati. Di antaranya adalah:
1.    Imam Bukhari meriwayatkan dari Uqbah bin Amar bahwasannya rasulullah saw.pernah keluar lalu beliu melakukan shalat untuk mereka yang gugur dibukit Uhud sebagaimana beliu shalat jenazah setelah delapan tahun berlalu layaknya orang yang sedang berpamitan baik kepada orang yang masih hidup ataupun orang yang sudah meninggal dunia.
2.    Dari Abu Malik al-Ghifari, ia berkata, “mereka yang terbunuh pada saat perang Uhud sebanyak sembilan orang, sepuluh dengan Hamzah. Mereka dihadapkan kepada Rasulullah saw.lalu di datangkan sembilan jenazah yang lain, sementara jenazah Hamzah dibiarkan pada tempat semula.
Kemudian Rasulullah saw. melaksanakan shalat untuk ke sembilan jenazah tersebut.” (HR.Baihaki).
Ibnu Abbas menuturkan, “Rasulullah Saw pernah lewat ke suatu kuburan. Lalu beliau bertanya kepada para sahabatnya, ‘Kapan dikuburkannya jenazah dalam kuburan ini?’ Para sahabat menjawab, ‘Ini dikuburkan kemarin’. Lalu Rasul bertanya lagi, ‘Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?’. Jawab mereka, ‘Kami menguburkannya pada malam hari dan kami tidak ingin membangunkanmu’. Kemudian kami membuat shaf (barisan shalat) di belakang Rasul, kemudian beliau shalat jenazah”. Kata Ibnu Abbas, “Saya termasuk ke dalam shaf ini”. (HR Al-Bukhari)
Ada beberapa kesimpulan yang kita dapatkan dari riwayat di atas, yaitu sebagai berikut.
1.  Boleh menguburkan jenazah pada malam hari. Terlebih dalam riwayat lainnya disebutkan adanya anjuran untuk menyegerakan penguburan.
2.  Para sahabat sangat menghormati Rasulullah Saw sehingga pada saat pengurusan jenazah pada malam hari mereka enggan membangunkan Rasul. Mereka khawatir jika berbuat itu akan terasa mengganggu istirahat beliau. Walaupun pada hakikatnya, beliau tidak akan merasa terganggu jika para sahabat membangunkannya.
3.  Boleh melaksanakan shalat jenazah setelah dikuburkan. Dan shalat ini tentu dilakukan di samping kuburannya. Ini bukan berarti shalat di atas kuburan karena hal itu merupakan sesuatu yang tidak diperbolehkan.
4.  Anak kecil disyariatkan untuk diikutsertakan dalam shalat jenazah. Dalam periwayatan itu disebutkan bahwa [Abdullah] Ibnu Abbas termasuk orang yang mengikuti shalat jenazah padahal saat itu usianya masih kecil, belum balig (taklif).
G.    Tata Cara dan Bacaan Sholat Jenazah yang di Sunnahkan
Doa dan bacaan yang dibaca saat shalat jenazah pada poin I sudah cukup dan sah. Berikut tata cara/perilaku dan bacaan yang lebih lengkap yang disunnahkan dibaca.
1.  Mengangkat kedua telapak tangan sampai sebatas bahu, lalu meetakkannya di antara dada dan pusar pada setiap takbir.
2.  Menyempurnakan lafadz niat sebagai berikut: Ushalli 'ala hadzal mayyiti (kalau mayit laki-lai) atau Ushalli 'ala hadzihil maytati (kalau mayit perempuan) fardhal kifayati (makmuman/imaman) lillahi ta'ala.

أُصَلِي علي هذا الميت فرضَ الكِفاية لله تعالي
3.  Memelankan bacaan fatihah.
4. Membaca ta'awwudz ('a'udzubillah dst) sebelum membaca al Fatihah pada takbir pertama.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
5.  Tidak membaca do'a iftitah (kabiron wal hamdulillahi katsiron.. dst) pada/setelah takbir pertama.
6.  Membaca hamdalah (alhamdulillah) sebelum membaca shalawat.
7.  Menyempurnakan bacaan shalawat pada takbir ketiga, sebagai berikut:

أللهم صَلِّ علي سيدنامحمد وعلي ألِ سيدنا محمد كما صَلَيْتَ علي سيدنا إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم وبارِكْ علي سيدنا محمد وعلي أل سيدنا محمد كما باركت علي سيدنت إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد

8.  Membaca do'a setelah takbir keempat sebagai berikut: allahumma la tahrimna ajrohu (ajroha -- kalau mayit perempuan) wala taftinna ba'dahu. waghfir lana walahu.
اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ واغْفِرْ لنا ولَهُ
9.  Menyempurnakan doa.
10. Menyempurnakan salam kedua.
11. Dilakukan di masjid.

PENUTUP
A.     Kesimpulan
Shalat Jenazah  merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia, maka tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan jenazah tersebut.
Kemudian shalat jenazah sudah ada syarat dan rukun-rukunnya yang berpegang pada dasar-dasar sunnah Rasulullah saw. Selain itu bahwa menyolatkan jenazah yang matinya syahid boleh dan tidak disholatkan karena Rasulullah pernah mengerjakan kedua-duanya, pernyataan ini didasarkan pada hadits-hadits yang ada, kemudian telah diamati bahwa nash-nashnya shahih. 
B.     Saran
Dari pemaparan makalah kami diharapkan para guru dan calon guru untuk benar-benar memahami dan mengamalkan apa yang telah kami paparkan dalam makalah ini dalam kehidupan bermasyarakat dengan baik. Dan demikian saran dari kami sebagai penulis, besar harapan kami dari pemaparan tersebut, kami  mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA
1.     Pengurusan Jenazah oleh Al Imam Muhyidiin Muhammad Al Barkawi & Wizaratu Asy Syu’uni Al Islamiyati Wal Auqafi Wad Da’wati Wal Irsyadi (Departemen Agama Islam, Urusan Waqaf, Dakwah dan Pengajaran) – Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia. Penerjemah: Abu Yahya, penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’, cet. Pertama, Mei 2010.
2.     Shalat Jenazah Disertai dengan Tata Cara Mengurusnya oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin, penerjemah: Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari, penerbit: At-Tibyan, cet. Kedua, Maret 2001.
4.     Malik Kamal bin as-Sayyid Salim,Abu.2006.Shahih Fikih Sunnah.Jakarta:Pustaka at-Tazkia.
5.     Nasiruddin Al-Albani,Muhammad.2008.Fikih Sunnah.jilid 2.Jakarta:PT.Cakrawala.
6.     Rasyid,Sulaiman.1986.Fiqih Islam.Bandung:PT.Sinar Baru Algensindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar