MAKALAH
JENAZAH DAN RUKUN
RUKUNNYA
Disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Materi PAI-1
semester empat reguler
Dosen
Pembimbing: Bapak Suhendi. M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok III (Tiga)
Arief Rahman Aziz
Eis Komala Ns
Winda Setiawati
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI STRATA
- 1
STAI MIFTAHUL HUDA
SUBANG
2011
KATA PENGNTAR
Puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya.
Serta shalawat beserta salam semoga selalu terlimpahkan kepada junjungan kita
Rasulullah SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Materi PAI-1 yang
berjudul “JENAZAH DAN RUKUN-RUKUNNYA” Dengan tepat waktu. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi
tugas kelompok pada mata kuliah Materi PAI-1 Semester Empat. Program Studi
Pendidikan Agama Islam-Tarbiyah STAI - Miftahul Huda-Subang.
Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh
dukungan dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Orang tua tercinta dan keluarga yang selalu
mendukung, mendo’akan dan memberikan bantuan baik moril maupun materil.
2.
Bapak . Suhendi,
M.Pd.I. Selaku Dosen Materi PAI-1.
3.
Seluruh teman-teman
yang telah banyak membantu penulis.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan makalah ini. Dan penulis pun berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Subang, 04 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ….……….…….…….…………………… …….…… .………
…... i
DAFTAR
ISI ……………… ...…….………….…..… ………… ...………… … …….. ... ii
BAB
I PENDAHULUAN ………… ……… ….… ……… ...…… ….………… ……… …1
BAB II JENAZAH DAN RUKUN-RUKUNNYA …… . ….. …. ….. …… ….. …. ...... .… 2
A.
Pengertian dan
Hukum Shalat Jenazah …… ……… … … ………… ..
…. … 2
B. Keutamaan
Shalat Jenazah ….... ……… …. …… …… ………
…. …... …. .. 2
C. Syarat Shalat Jenazah ………… …… …… … ……… … … .……… … … … 3
D. Rukun – Rukun
Shalat Jenazah …… …… ……………
…… …….. . …… .. 3
E. Cara
Menshalati Jenazah …… …… …… … … …… ………
.…… ...… … … 7
F. Hukum
Menyalati Jenazah yang Mati Syahid ….…
…. … …… …... ...… ... … 8
G. Tata Cara
dan Bacaan Sholat Jenazah yang di Sunnahkan …………
…. ….. 10
BAB III PENUTUP
………… ………… …….. … … …. … ………… … …… …… ... 11
A.
Kesimpulan ……………………
… … .………… …………… ……. …… … …. 11
B.
Saran ……………… ……
…….…… ……………… .… …… ..……… ..… … .. 11
DAFTAR
PUSTAKA …… ….……. ………… …. ……. ………. ……. …… .…. …… 12
PENDAHULUAN
Segala puji
bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Salam dan shalawat kita panjatkan ke hadirat
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, Rasul pilihan dan manusia teragung
yang dilahirkan di dunia ini. Allah SWT. Telah mewajibkan umat Islam untuk
melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Tidak diragukan lagi,
bahwa shalat yang lima waktu ini merupakan tiang agama Islam dan salah satu
dari rukun-rukunnya.
Di samping
shalat fardhu, terdapat pula beberapa jenis shalat yang sifatnya tathawwu’
(sukarela), di dalam makna bukan merupakan kewajiban yang mutlak. Seluruh
shalat yang disyariat-kan di dalam Islam selain yang lima waktu dan sifatnya
merupakan tambahan maka ia disebut sebagai shalat tathawwu’.
Berdasarkan
tugas yang telah di berikan kepada penulis, penulis akan membahas secara
ringkas seputar tata cara Shalat Jenazah dan rukun-rukun shalat jenazah. Yakni
meliputi : pengertian dan hukum shalat jenazah, keutamaan shalat jenazah,
syarat dan rukun-rukun shalat jenazah, cara mensholati jenazah, hukum mensholati
jenazah yang mati syahid dan tata cara
dan bacaan sholat jenazah yang di sunnahkan.
Dalam pembuatan
makalah ini penulis memperoleh data – data yang dibutuhkan dari berbagai sumber
di internet. Yakni dengan cara browsing di google dengan mengambil file – file
di bloger maupun artikel tentang sholat jenazah dan rukun – rukunnya. Semoga
Tulisan ini bermanfaat bagi yang membaca dan khususnya bagi penulis sendiri.
PEMBAHASAN
JENAZAH DAN RUKUN-RUKUNNYA
A. Pengertian
dan Hukum Shalat Jenazah
Shalat
Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat
Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Shalat
jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi semua orang muslim yang hidup. Jika telah
dikerjakan oleh satu orang sekalipun maka gugurlah kewajibannya dari yang lain.
Jadi bagi sebagian kaum muslimin
yang lain mengerjakannya adalah sunnah.
Sedangkan
apabila semuanya tidak mengerjakan, maka mereka yang ada di daerah tersebut
semuanya berdosa. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayat
oleh imam bukhori dari Salamah bin Al-Akwa yang artinya:
“
Dari Salamah bin
Al-Akwa’,”pada suatu saat kami duduk-duduk dekat Nabi Saw.Ketika itu dibawa
seorang mayat, beliau berkata kepada kami, ‘shalakanlah teman kamu’.’ (riwayat
Bukhari) “
B. Keutamaan
Shalat Jenazah
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah dan Khabab , ia berkata bahwasanya Rasullah bersabda yang artinya :
“
Siapa yang mengantar jenazah dan menyalatinya, maka baginya satu qirath. Siapa
mengantar jenazah sampai selesai (proses pemakaman), maka baginya dua qirath.
Yang paling kecil adalah seperti gunung Uhud atau salah satu dari keduanya
adalah seperti gunung Uhud.”
Ibnu Umar lalu mengirim Khabab kepada Aisyah
untuk menanyakan kebenaran perkataan Abu Hurairah tersebut. Ketika kembali dari
rumah Aisyah, Khabab bercerita bahwa apa yang dikatakan Abu Hurairah itu benar.
Mendengar apa yang dikatakan Khabab, Ibnu Umar berkata, sungguh kami telah
kehilangan banyak kesempatan untuk mendapatkan beberapa qirath.
Dari Abdullah bin Abbas, bahwa seorang
putranya meninggal di Qalid atau ‘Usfan dan yang menyalatinya sebanyak empat
puluh orang , Rasullah bersabda yang artinya:
“Tidaklah seorang muslim mati lalu
jenazahnya di shalatkan empat puluh orang laki-laki yang tidak menyekutukan
Allah, melainkan Allah memberikan syafaat kepadanya lantaran mereka.”
C. Syarat Shalat Jenazah
Syarat
– syarat shalat jenazah
1. Badannya suci, suci dari hadats
kecil dan besar
2. Menghadap kiblat
3. Menutup aurat
4. Dilakukan setelah mayat dimandikan
dan dikafani
5. Letak mayat itu sebelah kiblat orang
yang menyalatkan, kecuali kalau shalat itu dilaksanakan diatas kubur atau
shalat gaib
6. Yang menshalatkan maupun yang
dishalatkan harus beragama Islam
7. Menghadiri jenazah tersebut apabila
jenazah itu berada di dalam negerinya
8. Orang yang menshalatkan adalah orang
yang mukallaf
D. Rukun
– Rukun Shalat Jenazah
1. Niat
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
surat Al-Bayyinah ayat : 5 yang artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah:5).
Niat
letaknya ada dalam hati, karenanya melafalkan niat disyariatkan. Jadi tidak
diharuskan membaca bacaan shalat jenazah.
Terdapat dua niat dalam melaksanakan
shalat jenazah yaitu niat untuk mayat laki-laki dan niat untuk mayat perempuan:
a. Niat salat jenazah laki-laki sebagai
berikut:
اُصَلِّي علي هذا الَميّتِ ِلله تعالي
b. Niat shalat janazah perempuan
sebagai berikut:
اصلي
علي هذه الميتة لله تعالي
c. Niat yang lengkap (hukumnya sunnah):
أصلِّي علي هذا الميت أربَعَ تَكبيرات
فَرْضَ الكِفايَةِ لله تعالي
d. Apabila dilakukan secara berjemaah,
tambahkan kata ma'muman atau imaman (sesuai posisi anda) sebelum kata lillahi
ta'ala.
2. Berdiri
bagi yang mampu
Dalam pandangan mayoritas ulama,
berdiri merupakan bagian dari rukun shalat jenazah. Maka, jika ada yang
melakukan shalat jenazah dalam keadaan duduk maka shalatnya tidak sah, karena
ia tidak memenuhi salah satu dari rukun shalat, yaitu berdiri. Pendapat ini
sesuai dengan pandangan Abu Hanifah, Syafi’i dan Abu Tsaur. Dan dalam hal ini,
tidak ditemukannya adanya perbedaan pendapat.
Pada saat berdiri hendaknya tangan
kanan menggenggam tangan kiri. Ada juga yang mengatakan tidak perlu. Tetapi
sebagian besar lebih banyak menerima pendapat yang pertama.
3. Takbir
sebanyak empat kali
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah Hadist yang bersumber dari Jabir ra,
bahwasanya Rasulullah SAW melakukan shalat jenazah raja Najasyi dengan empat
takbir. Tirmizi berkata, shalat dengan 4 takbir merupakan amalan yang dilakukan
para sahabat dan yang lain dengan melihat Rasulullah melakukan shalat jenazah
dengan takbir empat kali. Pendapat ini dikemukakan oleh Syafan, Malik, Ibnu
Mubarak, Syafi’I, Ahmad dan Ishak.
Mengangkat
dua tangan saat takbir atau mengankat dua tangan saat shalat jenazah kecuali
hanya pada takbir pertama. Karenanya, takbir diberlakukan hanya pada saat takbiratul
ihram, kecuali jika berpindah dari rukun satu ke rukun lain sebagaimana
yang berlaku dalam shalat selain shalat jenazah. Sementara untuk shalat jenazah
tidak dikenal takbiratul intiqal (takbir yang menandakan perpindahan
antara satu rukun dengan rukun yang lain).
4. Membaca
Al-Fatihah
Tidaklah sah jika shalat jenazah
tidak membaca surat Al-Fatihah (menurut ahli hadist).
5. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wassalam
اللهُمّ
صلِّ علَي سَيِدِنا مُحمّد
Imam
syafi’i berkata, sebagaimana yang tercantum dalam musnadnya, dari Abu
memberitahukan kepadanya bahwa yang disunahkan dalam melaksanakan shalat
jenazah adalah hendaknya imam takbir, lalu diiringi dengan membaca al-Fatihah
setelah takbir yang pertama. Setelah itu membaca shalawat kepada Rasulullah
saw. Dan membaca doa untuk jenazah pada takbir selanjutnya yang disertai dengan
keikhlasan.
6. Mendoakan jenazah tersebut
Membaca doa setelah shalat jenazah
itu merupakan rukunnya. Dan pada bertakbir yang ketiga membaca doa kebaikan
untuk si mayit dengan doa-doa yang terdapat di dalam As Sunnah yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Nasaa’i, dan Imam Ibnu Majah maupun yang
lain salah satunya yaitu :
اللهم اغْفِرْ
لَه وعافِهِ واعْفُ عنه
Atau bias juga doa yang lebih panjang
yaitu :
اللهم اغْفِرْ لَهُ وارْحَمهُ وعافِهِ واعفُ عنه وأَكْرِمْ نُزولَهُ ووسِّعْ مَدخلَهُ واغْسِلْهُ بِماءٍ وثَلْج وبَرَدٍ ونَقِهِ من الخَطابا كما يُنَقَي الثَوبُ الأَبْيَضُ مِنِ الدَنَسِ وأَبْدِلْهُ دارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وأَهْلًا خَيْراً من أهلِهِ وَزَوْجًا خَيْراً مِن زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ
Artinya:
“Ya
Allah ampunilah ia dan berikan rahmat kepadanya, serta sejahterakanlah dan
maafkanlah ia. Muliakanlah tempat kedatangannya dan luaskanlah tempat masuknya.
Mandikanlah ia dengan air, salju dan embun. Bersihkanlah ia dari dosa-dosanya
sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari kotoran. Gantilah ia dengan
rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya,
istri yang lebih baik dari istrinya. Masukkanlah ia ke dalam Jannah dan
lindungilah ia dari azab kubur dan azab Neraka.”
Adapun
jika jenazah tersebut adalah seorang wanita, maka lafazh doanya dengan
menggunakan dhamir mu’annats (kata ganti untuk wanita, yakni dhamir [HU]
diganti menjadi [HA]).
Sedangkan
apabila jenazah tersebut adalah anak kecil, maka mengucapkan doa:
“Allahummaj’alhu dzukh-ran
liwaalidaihi wa farathan wa ajran wa syafii’an mujaaban. Allahumm tsaqqil bihi
mawaaziinahuma wa a’dhim bihi ujuurahuma wa alhiq-hu bi shaalihi salafil
mukminin. Waj’alhu fii kifaalati Ibraahiima wa qihi birahmatika ‘adzaabal
Jahiim.”
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan bagi kedua orang tuanya,
sebagai pendahulu, tambahan pahala, dan pemberi syafaat yang mustajab (bagi
kedua orang tuanya). Ya Allah, beratkanlah timbangan kedua orang tuanya dengan
sebab musibah kematiannya, perbesarlah pahala bagi keduanya, susulkanlah ia
kepada orang-orang shalih dari salaf (pendahulu) kaum mukminin, masukkanlah ia
ke dalam asuhan Ibrahim dan peliharalah ia dari azab Neraka Jahim.”
7. Membaca
doa setelah takbir keempat
Meskipun sudah membaca setelah
takbir ketiga. Berdoa setelah takbir keempat juga dianjurkan. Hal ini
berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Aufa- Imam
syafi’i berkata: setelah takbir keempat, hendaknya orang yang shalat membaca
doa ini :
اللهُمّ
لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ واغْفِرْ لنا ولَهُ
Artinya: “Ya Allah jangan Engkau halangi kami dari mendapat pahala (atas musibah
kematian)-nya dan jangan Engkau menguji kami sepeninggalnya.”
Dan
dhamir [HU] juga diganti dengan [HA] apabila jenazahnya wanita sebagaimana pada
do’a takbir ketiga.
Ibnu Abu Hurairah berkata,
orang-orang masa dulu setelah takbir keempat sering kali membaca do’a yang di
ambil dari Al-qur’an surat AL-Baqoroh ayat 201 yang artinya:
“ Dan di antara mereka ada orang
yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat
dan peliharalah kami dari siksa neraka” inilah doa yang sebaik-baiknya
bagi seorang muslim.”(QS
: Al- Baqarah;201)
8. Salam
Kemudian diam berdiri sejenak lalu
mengucapkan satu kali salam seraya menoleh ke arah kanan. Berdasarkan hadits
yang dikeluarkan oleh Imam Daruquthny, Imam Al Hakim dan Imam Al Baihaqi dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan:
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam pernah menshalatkan jenazah, lalu beliau bertakbir empat kali
kemudian melakukan salam satu kali.”
Boleh juga salam dua kali ke kanan
dan ke kiri berdasar kepada hadits yang dikeluarkan oleh Imam Al Baihaqi dengan
sanad yang jayyid dari Abdullah Ibnu Mas’ud yang mengatakan:
“Tiaga cabang yang selalu dilakukan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, tetapi ditinggalkan oleh manusia,
salah satunya adalah salam dalam shalat jenazah seperti salam di dalam shalat
(yang lain).”
Dan salam ini dilakukan dengan sirr
(tidak keras). Barangsiapa ketinggalan sebagian dari shalat jenazah, maka ia
bisa langsung masuk bersama imam mengikuti shalat imam yang tersisa. Kemudian
apabila imam melakukan salam, maka ia menyelesaikan shalatnya yang terluput
sesuai dengan tata cara (urutan) yang telah disebutkan di atas. Adapun jika ia
khawatir jenazah akan segera diangkat, maka melakukan takbir-takbir saja secara
langsung (tanpa bacaan pemisah antar takbir-takbir itu) lalu melakukan salam.
Ada perbedaan pendapat dikalangan
Ulama' tentang jumlah salam dalam melaksanakan shalat jenazah. Ada yang
berpendapat satu ada pula yang dua. Untuk pembahasan ini bisa dilihat dalam
Shahih Fiqhu As-Sunnah Karya Abu Malik Kamal.
9. Tartib
E. Cara
Menshalati Jenazah
1. Tata
cara menshalati jenazah
Posisi
imam saat menyalati jenazah perempuan dan lelaki. Diantara cara yang diajarkan
Rasulullah saw. Bagi imam dalam meyalati jenazah lelaki adalah hendaknya berada
persis di bagian kepala jenazah. Dan untuk jenazah perempuan, hendaknya imam
berada di bagian tengah (perut). Sebagai landasan atas hal ini adalah sebuah
hadits yang bersumber dari Anas ra :
“bahwasanya
ada seseorang yang melakukan shalat tepat dibagian kepalanya. Setelah
jenazahnya dipangkat, kemudian di datangkan dengan jenazah perempuan dan ia
merubah posisinya tepat di bagian tengah jenazah.” (HR Ahmad, Abu Daud,
Tirmidzi, Ibnu Majah).
Barangsiapa
terluput dari menshalatkan jenazah, tetapi jenazah itu belum dikubur, maka ia
bisa menshalatkannya di atas kuburnya. Boleh pula ia menshalatkan jenazah yang
telah dikubur. Caranya, ia berdiri menghadap makam dan kiblat sekaligus,
kemudian melakukan shalat sebagaimana shalat jenazah.
Janin
seorang wanita yang gugur dalam keadaan mati dan usianya benar-benar telah
genap empat bulan atau lebih, maka dishalatkan sebagaina shalat jenazah. Adapun
apabila kurang dari empat bulan, maka tidak dishalatkan. Berdasarkan hadits Al
Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Para
pengendara (berjalan) di belakang jenazah, yang berjalan kaki terserah, (bisa
di belakangnya, depannya, kanannya atau kirinya yang dekat dengannya). Dan anak
kecil juga dishalatkan (kedua orang tuanya didoakan dengan maghfirah dan
rahmat).”
Dibolehkan
menshalatkan jenazah di masjid, berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam (HR. Muslim). Namun menurut anjuran sunnah Nabi, hendaklah
menyiapkan tempat khusus di luar masjid untuk penyelenggaraan shalat jenazah.
Agar masjid tidak menjadi kotor (tetap terjaga kebersihannya), dan hendaknya
tempat khusus itu dekat dengan pekuburan agar lebih memudahkan masyarakat umum.
2. Tata
cara shalati jenazah ghaib
Tata cara salat ghaib pada dasarnya
sama persis dengan salat jenazah yang hadir yaitu sama-sama dilakukan dengan
berdiri saja dan takbirnya ada empat takbir.
Yang sedikit berbeda adalah niatnya dan situasinya.
a. Niat salat jenazah ghaib adalah
ushalli ala al mayyiti al ghaibi lillahi ta'ala
اصلي علي الميت الغائب لله تعالي
b. Salat ghaib dilakukan apabila mayit
sudah dimakamkan atau yang mau mensalati berada di tempat lain
Barangsiapa
ghaib (tidak hadir) di negeri tempat jenazah itu berada, sedangkan ia
mengetahui tentang kematiannya, maka ia boleh menshalatkan jenazah itu secara
ghaib dengan niat. Namun pendapat yang rajih bahwa shalat jenazah secara ghaib
ini hanya dilakukan apabila di tempat jenazah tersebut tidak ada yang
menshalatkannya, seperti apabila ia meninggal di negeri kafir.
F. Hukum
Menyalati Jenazah yang Mati syahid
Syahid
adalah orang yang meninggal dunia ditangan-tangan orang-orang kafir saat
peperangan. Ada beberapa hadits yang dengan jelas menyatakan bahwa orang yang
syahid tidah perlu dishslati. Di antaranya adalah;
1. Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir
bahwasannya Rasulullah saw.memerintahkan untuk mengebumikan para sahabat yang
meninggalkan dunia saat perang Uhud dengan darah mereka, tidak dimandikan dan
tidak dishalati.
2. Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmmidzi
meriwayatkan dari Anas ra.bahwasannya mereka yang syahid di bukit Uhud tidak
dishalati , jenazahnya langsung dikebumikan dengan darahnya dan juga tidak
dimandikan.
Adapun
juga beberapa hadist yang menjelaskan bahwa jenazah para syuhada tetap
dishalati. Di antaranya adalah:
1. Imam Bukhari meriwayatkan dari Uqbah
bin Amar bahwasannya rasulullah saw.pernah keluar lalu beliu melakukan shalat
untuk mereka yang gugur dibukit Uhud sebagaimana beliu shalat jenazah setelah
delapan tahun berlalu layaknya orang yang sedang berpamitan baik kepada orang
yang masih hidup ataupun orang yang sudah meninggal dunia.
2. Dari Abu Malik al-Ghifari, ia
berkata, “mereka yang terbunuh pada saat perang Uhud sebanyak sembilan orang,
sepuluh dengan Hamzah. Mereka dihadapkan kepada Rasulullah saw.lalu di
datangkan sembilan jenazah yang lain, sementara jenazah Hamzah dibiarkan pada
tempat semula.
Kemudian
Rasulullah saw. melaksanakan shalat untuk ke sembilan jenazah tersebut.”
(HR.Baihaki).
Ibnu
Abbas menuturkan, “Rasulullah Saw pernah lewat ke suatu kuburan. Lalu beliau
bertanya kepada para sahabatnya, ‘Kapan dikuburkannya jenazah dalam kuburan
ini?’ Para sahabat menjawab, ‘Ini dikuburkan kemarin’. Lalu Rasul bertanya
lagi, ‘Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?’. Jawab mereka, ‘Kami
menguburkannya pada malam hari dan kami tidak ingin membangunkanmu’. Kemudian
kami membuat shaf (barisan shalat) di belakang Rasul, kemudian beliau shalat
jenazah”. Kata Ibnu Abbas, “Saya termasuk ke dalam shaf ini”. (HR Al-Bukhari)
Ada
beberapa kesimpulan yang kita dapatkan dari riwayat di atas, yaitu sebagai
berikut.
1. Boleh menguburkan jenazah pada malam
hari. Terlebih dalam riwayat lainnya disebutkan adanya anjuran untuk
menyegerakan penguburan.
2. Para sahabat sangat menghormati
Rasulullah Saw sehingga pada saat pengurusan jenazah pada malam hari mereka
enggan membangunkan Rasul. Mereka khawatir jika berbuat itu akan terasa
mengganggu istirahat beliau. Walaupun pada hakikatnya, beliau tidak akan merasa
terganggu jika para sahabat membangunkannya.
3. Boleh melaksanakan shalat jenazah
setelah dikuburkan. Dan shalat ini tentu dilakukan di samping kuburannya. Ini
bukan berarti shalat di atas kuburan karena hal itu merupakan sesuatu yang
tidak diperbolehkan.
4. Anak kecil disyariatkan untuk
diikutsertakan dalam shalat jenazah. Dalam periwayatan itu disebutkan bahwa
[Abdullah] Ibnu Abbas termasuk orang yang mengikuti shalat jenazah padahal saat
itu usianya masih kecil, belum balig (taklif).
G. Tata Cara
dan Bacaan Sholat Jenazah yang di Sunnahkan
Doa
dan bacaan yang dibaca saat shalat jenazah pada poin I sudah cukup dan sah.
Berikut tata cara/perilaku dan bacaan yang lebih lengkap yang disunnahkan
dibaca.
1. Mengangkat kedua telapak tangan
sampai sebatas bahu, lalu meetakkannya di antara dada dan pusar pada setiap
takbir.
2. Menyempurnakan lafadz niat sebagai
berikut: Ushalli 'ala hadzal mayyiti (kalau mayit laki-lai) atau Ushalli 'ala
hadzihil maytati (kalau mayit perempuan) fardhal kifayati (makmuman/imaman)
lillahi ta'ala.
أُصَلِي علي هذا الميت فرضَ الكِفاية لله تعالي
3. Memelankan bacaan fatihah.
4. Membaca ta'awwudz ('a'udzubillah
dst) sebelum membaca al Fatihah pada takbir pertama.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
5. Tidak
membaca do'a iftitah
(kabiron wal hamdulillahi katsiron.. dst) pada/setelah takbir pertama.
6. Membaca hamdalah (alhamdulillah)
sebelum membaca shalawat.
7. Menyempurnakan bacaan shalawat pada
takbir ketiga, sebagai berikut:
أللهم صَلِّ علي سيدنامحمد وعلي ألِ سيدنا محمد كما صَلَيْتَ علي سيدنا إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم وبارِكْ علي سيدنا محمد وعلي أل سيدنا محمد كما باركت علي سيدنت إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
8. Membaca do'a setelah takbir keempat
sebagai berikut: allahumma la tahrimna ajrohu (ajroha -- kalau mayit perempuan)
wala taftinna ba'dahu. waghfir lana walahu.
اللهُمّ
لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ واغْفِرْ لنا ولَهُ
9. Menyempurnakan doa.
10. Menyempurnakan salam kedua.
11. Dilakukan di masjid.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat
Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat
Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan shalat
jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah
melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia, maka tidak
ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan
jenazah tersebut.
Kemudian
shalat jenazah sudah ada syarat dan rukun-rukunnya yang berpegang pada
dasar-dasar sunnah Rasulullah saw. Selain itu bahwa menyolatkan jenazah yang
matinya syahid boleh dan tidak disholatkan karena Rasulullah pernah mengerjakan
kedua-duanya, pernyataan ini didasarkan pada hadits-hadits yang ada, kemudian
telah diamati bahwa nash-nashnya shahih.
B. Saran
Dari
pemaparan makalah kami diharapkan para guru dan calon guru untuk benar-benar
memahami dan mengamalkan apa yang telah kami paparkan dalam makalah ini dalam
kehidupan bermasyarakat dengan baik. Dan demikian saran dari kami sebagai
penulis, besar harapan kami dari pemaparan tersebut, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk kesempurnaan makalah ini. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Pengurusan
Jenazah oleh Al Imam Muhyidiin Muhammad Al Barkawi & Wizaratu Asy Syu’uni
Al Islamiyati Wal Auqafi Wad Da’wati Wal Irsyadi (Departemen Agama Islam,
Urusan Waqaf, Dakwah dan Pengajaran) – Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia.
Penerjemah: Abu Yahya, penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’, cet. Pertama, Mei 2010.
2.
Shalat
Jenazah Disertai dengan Tata Cara Mengurusnya oleh Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman Al Jibrin, penerjemah: Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari, penerbit:
At-Tibyan, cet. Kedua, Maret 2001.
4.
Malik
Kamal bin as-Sayyid Salim,Abu.2006.Shahih Fikih Sunnah.Jakarta:Pustaka
at-Tazkia.
5.
Nasiruddin
Al-Albani,Muhammad.2008.Fikih Sunnah.jilid 2.Jakarta:PT.Cakrawala.
6.
Rasyid,Sulaiman.1986.Fiqih
Islam.Bandung:PT.Sinar Baru Algensindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar