Senin, 13 Januari 2014

Dunia tasawuf


MAKALAH
DUNIA TASAWUF





KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk bekerja bersama untuk menyelesaikan makalah ini. Dimana makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Materi PAI- 2 yang berjudul “DUNIA TASAWUF”.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Aamiin.

Penulis




PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Pada zaman sekarang banyak sekali orang yang salah kaprah dalam mengartikan tasawuf. Bahkan ada yang mendoktrin bahwa tasawuf adalah ilmu sesat dan sebagainya. Melihat dari latar belakang masalah itu, penulis akan memaparkan sedikit tentang dunia tasawuf. Agar pemahaman sesat atas ilmu tasawuf dapat sedikit mendapat pencerahan dan pemahaman.
B.     BATASAN MASALAH
Dikhawatirkan akan melebarnya pembahasan dari judul yang penulis buat, maka penulis akan membatasi penyajian ini hanya sebatas pengetahuan dasar tentang dunia tasawuf. Yang meliputi pengertian, hukum, hakekat, tujuan, fungsi, landasan hukum, tahap perkembangan dan pembagian tasawuf.
C.    RUMUSAN MASALAH
Sebelum penulis paparkan makalah dunia tasawuf, maka penulis akan merumuskan apa saja yang akan jadi pembahasan dalam makalah ini :
1.     Apa pengertian, hakekat, landasan hukum, shukum mempelajari tasawuf?
2.     Apa landasan hukum, sumber, tujuan dan fungsi mempelajari tasawuf?
3.     Bagaimana sistem pembinaan dan ajaran-ajaran tasawuf akhlaqi?
4.     Bagaimana pembagian ilmu tasawuf dan penjabarannya?
5.     Bagaimana tahap pertumbuhan dan perkembangan tasawuf dalam dunia islam?
D.    TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.     Apa pengertian, hakekat dan hukum mempelajari tasawuf?
2.     Apa landasan hukum, sumber, tujuan dan fungsi mempelajari tasawuf?
3.     Bagaimana sistem pembinaan dan ajaran-ajaran tasawuf akhlaqi?
4.     Bagaimana pembagian ilmu tasawuf dan penjabarannya?
5.     Bagaimana tahap pertumbuhan dan perkembangan tasawuf dalam dunia islam?
E.     METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan cara browsing. Setelah itu hasil yang penulis dapatkan ditelaah terlebih dahulu sebelum penulis cantumkan dalam makalah ini.

DUNIA TASAWUF
A.     PENGERTIAN TASAWUF
1.     Tasawuf Menurut Etimologi
Tasawuf berasal dari kata Shafa’ (صفا), berarti kemurnian (suci bersih ibarat kaca). Shuf berarti pakaian dari bulu domba (wol). Sophos (Yunani) bearti hikmah. Shaufanah berarti sebangsa buah-buahan yang berbulu-bulu. Shaf berarti paling depan. Dan kata Ash’shifatu karena para sufi sangat mementingkan sifat-sifat terpuji.[1]
Lima Rujukan Istilah Tasawuf menurut Syech Ahmad bin Muhammad bin Ajibah Al Hasani. Yaitu :[2]
a.     Tassawuf dari kata SHUFAH ( sehelai bulu ) karena seorang sufi bersama Allah adalah seperti sehelai bulu yang terlempar yang tidak mempunyai rencana apa - apa.
b.     Tasawuf berasal daru shufa AL Qafa ( sehelai bulu dipunggung), karena kelembutanya, seorang sufi itu ringan dan lembut seperti bulu.
c.      Tassawuf berasal dari kata SIFAH ( ke indahan ).seorang sufi tersifati sifat sifat terpuji dan meninggalkan sifat sifat tercela.
d.     Tassafuf berasal dari kata SHAFAH ,bersih atau jernih.
e.     Tassawuf berasal dari kata SHUFFAH ( koridor) Masjid Nabawi yang menjadi tempat para ahli shuffah.
2.     Tasawuf Menurut Terminologi
Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (تصوف) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Define tasawuf menurut para ahli yaitu :
a.     Harun Nasution, 1992: 58) : Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syari’at Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya.
b.     An-Nuri  : Tasawuf bukanlah lukisan atau ilmu, tetapi  akhlak. Bila merupakan lukisan, tasawuf akan dapat dicapai dengan dasar kesungguhan. Bila merupakan ilmu, tasawuf akan dapat dicapai dengan belajar. Akan tetapi, tasawuf hanya akan dapat dicapai melalui akhlak, yaitu akhlak Allah. Pada diri seseoarang tidak akan dapat diterima akhlak yang bersifat ketuhanan bila melalui ilmu dan lukisan.
c.      Dr. Ibrahim Hilal : Tasawuf  adalah memilih jalan hidup zuhud, menjauhkan diri dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya. Seperti ibadat, wirid dan lapar, berjaga diwaktu malam dengan memperbanyak sholat dan wirid, sehingga lemahlah unsur jasmani dalam diri seorang dan semakin kuatlah unsur kerohaniannya.
Jadi tasawuf  adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan umat manusia dan selalu bersikap bijak sana. Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat yang mulia, ber-taqarrub dan ber-musyahadah dengan Allah SWT.
3.     Klasifikasi Definisi Tasawuf
Definsi tasawuf diklasifikasikan ke dalam tiga carian yang menunjukkan elemen-elemen. Yakni:  Al-bidayah, Al-Mujahadah, Al-Mazaqat.[3]
a.     Elemen pertama Al-bidayah : Sebagai unsur dasar. Secara fitri manusia sadar dan mengakui bahwa semua yang ada ini tidak dapat menguasai dirinya sendiri. Di balik yang ada terdapat realitas mutlak. Elemen ini disebut sebagai tahap kesadaran tasawuf. Contoh: Definisi yang dikemukakan oleh Ma’ruf al-Karkhi: “Tasawuf adalah mencari hakikat, dan memutuskan apa yang ada pada tangan makhluk.”
b.     Elemen kedua Al-Mujahadah : Sebagai unsur perjuangan keras. Jarak manusia dan realitas mutlak adalah untuk mengatasi semua yang ada. Bukan jarak fisik dan penuh rintangan serta hambatan. Adalah kesungguhan dan perjuangan keras untuk dapat menempuh jalan dan jarak tersebut dengan cara menciptakan kondisi tertentu untuk dapat mendekatkan diri kepada Realitas Mutlak.
c.      Elemen ketiga Al-Mazaqat : Tahap Akhir. Dia akan dapat berkomunikasi dan berada sedekat mungkin di hadirat-Nya serta akan merasakan kelezatan spiritual yang didambakan.
B.     HAKIKAT DAN HUKUM MEMPELAJARI TASAWUF
1.     Hakikat Tasawuf
Hakikat tasawuf menurut Haidah Bagir, ( 1999: 7) yaitu Upaya para ahlinya untuk mengembangkan semacam disiplin (riyadhah), spiritual, psikologis, keilmuan, dan jasmaniah yang dipercayai mampu mendukung proses penyucian jiwa atau hati sebagaimana diperintahkan dalam kitab suci.
2.     Hukum Mempelajari Tasawuf
Hukum mempelajari tasawuf menurut para ahli dan ulama. Yaitu :[4]
a.     Imam al-Ghazali berkata : "Hukum mempelajari tasawuf adalah fardu ain kerana manusia tidak sunyi dari pada aib atau kekurangan kecuali para anbia.”
b.     Syeikh Al-Syazili berkata : "Siapa tidak mempelajari ilmu ini, nescaya dia mati dalam dosa besar yang tidak disedarinya.”
c.      Syeikh Dahlan al-Kadiri ( Kitab : Siraj al-Talibin ) menyatakan bahawa : “Hukum belajar tasawuf adalah wajib 'ain pada setiap orang mukalaf. Ini kerana sebagaimana wajib islah yang zahir, begitu juga islah yang batin. Imam Malik mengungkap "Siapa mempelajari tasawuf tanpa fiqah, dia kafir zindik. Siapa mempelajari fiqah tanpa tasawuf, dia fasiq. Siapa mempelajari kedua-duanya nescaya dia tahkik (benar)."
d.     Ibn 'Ajibah berkata : "Orang yang mempelajari tasawuf tanpa fiqah menjadi kafir zindik kerana dia mengucap dengan cara terpaksa tanpa mengetahui hikmah dan hukum-hukumnya. Manakala orang yang belajar fiqah saja tanpa tasawuf menjadi fasiq kerana dia beramal tanpa memberikan sepenuh tumpuan, hati dan perasaannya kepada Allah. Ini menyebabkan amalannya tidak ikhlas.”
C.    LANDASAN HUKUM DAN SUMBER TASAWUF
1.     Ayat Al - Qur’an Sebagi Landasan Tassawuf .[5]
a.     AL- Qur’an Surat Al – Imron [3] : 31
b.     AL- Qur’an Surat Al - Ahzab [33] : 41 – 42
c.      AL- Qur’an Surat Al – Baqoroh [2] : 115 dan 186
d.     AL –Qur’an Surat Qof [50] : 16
2.     Sumber Tasawuf.[6]
a.     Prof. DR. HAMKA menyimpulkan: ”Tassawuf islam tumbuh sejak tumbuhnya agama islam itu sendiri. Bertumbuh didalam jiwa pendiri islam itu sendiri, Yaitu nabi Muhammad Saw.
b.     Syekh Ahmad bin Muhammad bin ‘Ajibah al Hasani mengatakan : “Ilmu Tassawuf bersumber dari Al Qur’an, Sunnah, Ilham orang orang salih dan riwayat dari para ‘arif.”
D.    TUJUAN DAN FUNGSI ILMU TASAWUF
1.     Tujuan Mempelajari Tasawuf
a.     Untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan.
b.     Menyucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagian hidup.[7]
c.      Untuk membolehkan seorang hamba mengenali-Nya berdasarkan ayat-ayat (bukti-bukti) yang ditunjukkan-Nya.
d.     Untuk mendidik hati dan untuk mengenali (makrifat) Allah Yang Maha Mengetahui.[8]
2.     Fungsi Ilmu Tasawuf
a.     Menguatkan kesucikan batin bermusyahadah dengan Allah.
b.     Penghubung antara ilmu tasawuf dengan aspek batin manusia seperti hubungan Fiqh dengan aspek lahiriyah manusia.
c.      Sebagai pembersih dan pensuci hati dan jiwa.
d.     Ibn 'Ajibah berkata :  "Hasil mempelajari tasawuf adalah untuk melepaskan diri daripada runtunan hawa nafsu, memelihara hati daripada sifat keji dan berakhlak dengan akhlak yang mulia.”
E.     SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TASAWUF
Sejarah tasawuf dimulai dengan Imam Ja’far Al Shadiq ibn Muhamad Bagir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Imam Ja’far juga dianggap sebagai guru dari keempat imam Ahlul Sunah yaitu Imam Abu Hanifah, Maliki, Syafi’i dan Ibn Hanbal.[9] Menurut HM. Amin Syukur, (1999 : 30-41)  periodesasi perkembangan tasawuf dibagi dalam beberapa Periodesasi Perkembangan. Yaitu :
1.     Masa Pembentukan : Masa abad ke- I Hijriyah bagian kedua dibentuk oleh Hasan Basri. Beliau membawa ajaran kahuf dan raja’. tasawuf awal ini memiliki karakter tersendiri.
2.    Masa Pengembangan : Pada abad ke- III dan IV H. Tasawuf ini bercorak kefana’an (ekstase) yang menjerumus ke persatuan hamba dengan Khalik.
3.    Masa Konsolidasi : Terjadi pada abad ke-5H. Masa ini ditandai dengan kompetisi dan pertarungan antara tasawuf semi Falsafi dengan tasawuf Sunni.
4.    Masa Falsafi : Setelah tasawuf falsafi mendapat halaman dari tasawuf Sunni, maka pada abad ke- 6H, tampillah tasawuf falsafi.
5.    Masa Pemurnian : Setelah tasawuf dianggap sudah menyeleweng dari ajaran islam dan terjadi pengkultusan terhadap wali - wali.
F.     SISTEM PEMBINAAN DAN AJARAN - AJARAN TASAWUF AKHLAQI
Sistem Pembinaan Tasawuf dan ajaran – ajaran tasawuf akhlaqi menurut HM. Amin Syukur, ( 2002 : 166-186 ) melalui tiga jenjang yaitu :
1.     Takhalli : Usaha mengosongkan dan membersihkan diri dari prilaku, akhlak dan sifat tercela juga dari kotoran dan penyakit hati yang berhubungan dengan kenikmatan duniawi. Seperti: Hirshu (keinginan yang berlebih-lebihan terharap masalah keduniawiaan), hasud (iri dan dengki), takabbur (keseombongan), ghadhab (marah), riya’ dan sum’ah, ujub, dan syirik.
2.     Tahalli : Upaya mengisi dan menghias diri sekaligus membiasakan diri dengan akhlak, sifat dan sikap perbuatan yang baik, berusaha agar dalam setiap gerak dan perilaku selalu berjalan di atas ketentuan agama. Seperti: Tauhid, taubah, zuhud, cinta (hubb), Cemas dan harap (khauf dan raja’), wara’, sabar, faqr, syukur, muraqabah dan muhasabah, ridha, tawakkal.
3.     Tajalli : Lenyap atau hilangnya hijab dari sifat kemanusiaan (basyariyah) atau terangnya nur yang selama itu bersembunyi (ghaib), atau fana’ segala sesuatu (selain Allah) ketika nampak wajah Allah. Pencapaaian tajalli melalui pendekatan rasa atau dzauq dengan alat qalb (hati nurani). Qalb menurut sufi mempunyai kemampuan lebih apabila dibandingkan dengan kemampuan akal.
Jadi Menurut HM. Amin Syukur, (2002 : 165) Inti dari ajaran tasawuf adalah pencapaian kesempurnaan serta kesucian jiwa. kebersihan jiwa yang dimaksud adalah merupakan hasil perjuangan (mujahadah) yang tak henti-hentinya, sebagai cara perilaku perorangan yang terbaik dalam mengontrol diri pribadi, setia dan senantiasa merasa di hadapan Allah SWT.
Imam al-Ghazali mengibaratkan hati atau jiwa manusia itu sebagai cermin yang mengkilap. dan dapat saja menjadi hitam pekat. Jika tertutup oleh noda hitam maksiat dan dosa yang diperbuat manusia. Jika manusia mampu menghilangkan titik-titik noda dan menjaga kebersihannya, cermin akan mudah menerima apa-apa yang bersifat suci dari pancaran Nur illahi, dan bahkan lebih dari itu. Ia akan memiliki kekuatan yang besar dan luar biasa. Dan cara pencapaian dengan latihan - latihan mental yang diformulasikan dalam bentuk pengaturan sikap mental yang benar dan disiplin serta tingkah laku yang ketat. (HM. Amin Syukur, 2002:166).
G.    PEMBAGIAN ILMU TASAWUF DAN PENJABARAN TASAWUF
Menurut HM. Amin Syukur, (2002 : 43) dalam bukunya. Ilmu tasawuf dikelompokkan menjadi dua. Yaitu :
a.     Tasawuf Ilmi (Nadhari ): Tasawuf yang bersifat teoritis.
b.     Tasawuf Tamali (Tathbiqi) : Ajaran tasawuf yang praktis, tidak hanya teori belaka, tetapi menuntut adanya pengamalan dalam rangka mencapai tujuan tasawuf.
Sedangkan dalam buku Pengantar Studi Islam, HM Amin Syukur (2000: 164). Tasawuf dikelompokkan menjadi tiga. Pembagi tasawuf menjadi tiga hanya dalam kajian akademik. Secara dikotomik maupun dalam prakteknya ketiganya tidak bisa dipisahkan. Diantaranya yaitu :
1.     Tasawuf Akhlaqi: Kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat. Guna mencapai kebahagaiaan yang optimal, manusia harus lebih dahulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya. Ciri-cirinya : Kebutuhan pensucian jiwa raga bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral paripurna dan berakhlak mulia, yang dalam ilmu tasawuf biasa dikenal dengan takhalli (pengosongan).
2.     Tasawuf amali: bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah.Tasawuf amali berkonotasi thariqah, dimana dalam thariqah dibedakan antara kemampuan sufi yang satu dari pada yang lain.
3.     Tasawuf falsafi: memadukan antara visi mistis dan visi rasional penggagasnya. Terminologi filosofis yang digunakan berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya, namun orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang.
H.    TAHAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TASAWUF DALAM DUNIA ISLAM
1.     Tahap Zuhud (Asketisme)
Tahap awal perkembangan tasawuf dimulai pada akhir abad ke-1H sampai kurang lebih abad ke-2H. Gerakan zuhud pertama kali muncul di Madinah, Kufah dan Basrah kemudian menyebar ke Khurasan dan Mesir. Awalnya merupakan respon terhadap gaya hidup mewah para pembesar negara akibat dari perolehan kekayaan melimpah setelah Islam mengalami perluasan wilayah ke Suriah, Mesir, Mesopotamia dan Persia. Tokoh – tokoh berdasarkan perkembangannya. Yaitu :
a.     Madinah : Dari kalangan sahabat Nabi Muhammad Saw. Abu Ubaidah Al Jarrah (w. 18 H); Abu Dzar Al Ghiffari (W. 22 H); Salman Al Farisi (W.32 H); Abdullah ibn Mas’ud (w. 33 H); Kalangan satu genarasi setelah masa Nabi (Tabi’in) diantaranya: Said ibn Musayyab (w. 91 H); dan Salim ibn Abdullah (w. 106 H).
b.     Basrah : Hasan Al Bashri (w. 110 H); Malik ibn Dinar (w. 131 H); Fadhl Al Raqqasyi, Kahmas ibn Al Hadan Al Qais (w. 149 H); Shalih Al Murri dan Abul Wahid ibn Zaid (w. 171 H).
c.      Kufah : Al Rabi ibn Khasim (w. 96 H); Said ibn Jubair (w. 96 H); Thawus ibn Kisan (w. 106 H); Sufyan Al Tsauri (w.161 H); Al Laits ibn Said (w. 175 H); Sufyan ibn Uyainah (w. 198 H).
d.     Mesir : Salim ibn Attar Al Tajibi (W. 75H); Abdurrahman Al Hujairah ( w. 83 H); Nafi, hamba sahaya Abdullah ibn Umar (w. 171 H).
Pada masa-masa terakhir tahap ini, muncul tokoh-tokoh yang dikenal sebagai sufi sejati. Diantaranya: Ibrahim ibn Adham (w. 161 H); Fudhail ibn Iyadh (w. 187 H); Dawud Al Tha’i (w. 165 H) dan Rabi’ah Al Adawiyyah.
2.     Tahap Tasawuf  ( Abad ke 3 dan 4 H )
Pada paruh pertama abad ke- 3H Zuhud diganti dengan tasawuf. Ajaran para sufi tidak lagi terbatas pada amaliyah (aspek praktis), berupa penanaman akhlak, tetapi sudah masuk ke aspek teoritis (nazhari) dengan memperkenalkan konsep-konsep dan terminologi baru yang sebelumnya tidak dikenal. Seperti: Maqam, Hal, Ma’rifah, Tauhid (dalam makna tasawuf yang khas), Fana, Hulul dan lain- lain.
Lima Karakteristik Tahap Tasawuf menurut Haidar Bagir, ( 2006 : 101 ).[10] Yaitu:
a.     Pertama : Peningkatan Moral, berkaitan dengan jiwa dengan ciri-ciri psikologi manusia itu sendiri.
b.     Kedua : Pengetahuan Intuitif secara langsung (marifat). Merupakan prinsip Epistimologis yang membedakan tasawuf dengan filsafat.[11]
c.      Ketiga : Pemenuhan Fana (Sirna) dalam realitas mutlak. Dengan menempuh latihan-latihan fisik dan psikis. Fana dapat didefinisikan sebagai ketiadaan diri di dalam Allah. Menjadikan sifat - sifat baik Allah, bukan eksistensi, sebagai ganti sifat-sifat manusiawi yang rendah.[12]
d.     Keempat : Ketentraman, Kebahagiaan. Merupakan karakteristik khusus berbagai dorongan hawa nafsu, serta pembangkit keseimbangan psikis pada diri seorang sufi. Dengan sendirinya, tujuan tersebut akan membuat sang sufi terlepas dari semua rasa takut dan merasakan ketentraman jiwa dan kehahagiaan dirinya pun terwujudkan.
e.     Kelima : Pemakaian simbol-simbol dalam mengungkapkan hakikat realitas-realitas tasawuf. Simbol ini merupakan ungkapan-ungkapan yang di pergunakan sufi mengandung dua pengertian. Pertama : Pengertian yang digali dengan analisa dan pendalaman.
Kedua : Hampir sepenuhnya tetutup bagi yang bukan sufi dan sulit untuk dapat memahami maksud tujuan mereka.[13]
Tokoh – tokoh pada tahap tasawuf diantaranya yaitu : Ma’ruf Al Kharkhi (w. 200 H), Abu Sulaiman Al Darani (w. 254 H), Dzul Nun Al Mishri (w. 254 H) dan Junaid Al Baghdadi. Pada masa tahap tasawuf, muncul para sufi yang mempromosikan tasawuf yang berorientasi pada “kemabukan” (sukr). Yakni: Al Hallaj dan Ba Yazid Al Busthami. Ajarannya: Bercirikan pada ungkapan-ungkapan ganjil yang sering kali sulit untuk dipahami dan terkesan melanggar keyakinan umum kaum muslim. Seperti “Akulah kebenaran” (Ana Al Haqq) atau “Tak ada apapun dalam jubah-yang dipakai oleh Busthami selain Allah” (mâ fill jubbah illâ Allâh). Jika di Indonesia dikenal dengan Syekh Siti Jenar dengan ungkapannya “Tiada Tuhan selain Aku”.
3.     Tahap Tasawuf Falsafi ( Abad ke - 6 H )
Tasawuf Falsafi Merupakan perpaduan antara pencapaian pencerahan mistikal dan pemaparan secara rasional - filosofis. Ibn Arabi merupakan tokoh utama aliran ini, disamping juga Al Qunawi, muridnya. Sebagian ahli juga memasukan Al Hallaj dan Abu (Ba) Yazid Al Busthami dalam aliran ini.
Aliran Tasawuf Falsafi kadang disebut juga dengan Irfan (Gnostisisme). Karena orientasinya pada pengetahuan (ma’rifah atau genosis) tentang Tuhan dan hakikat segala sesuatu. Para pengkaji tasawuf filosofis berpendapat bahwa: “Perhatian para penganut tasawuf filosofis terutama diarahkan untuk menyusun teori - teori wujud dengan berlandaskan rasa (dzauq), yang merupakan titik tolak tasawuf ini.”
Ada empat Karakteristik pada tasawuf filosofis. Diantaranya yaitu :
1.     Latihan ruhaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi diri yang timbul darinya.
2.     Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib.
3.     Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4.     Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syahahiyat). Dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui, atau menginterpretasikannya.[14]
4.     Tahap Tasawuf Moderat ( Sunni )
Tasawuf Sunni tumbuh dan berkembang pada Abad ke- 5H. sedangkan aliran yang kedua ( semi-filosofis ) mulai tenggelam. Hal itu disebahkan oleh berjayanya aliran Ahli sunnah Wal- Jama’ah. Tasawuf pada era ini cenderung mengadakan pembaharuan dengan mengembalikannya ke landasan Al-Qu’ran dan As-Sunnah.
5.     Tahap Tarekat ( Abad ke- 7H dan seterusnya )
Tarekat telah dikenal sejak dulu. Seperti tarekat Junaidiyyah yang didirikan oleh Abu Al Qasim Al Juanid Al Baghdadi (w. 297 H) atau Nuriyyah yang didirikan oleh Abu Hasan Ibn Muhammad Nuri (w. 295 H). Baru pada masa-masa ini tarekat berkembang dengan pesat. Perkembangan pada tahap tarekat :
a.    Tarekat Qadiriyyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Al Jilani (w. 561H) dari Jilan (Wilayah Iran sekarang);
b.    Tarekat Rifa’iyyah didirikan oleh Ahmad Rifai (w. 578H);
c.    Tarekat Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Abu Najib Al Suhrawardi (w. 563 H);
d.    Tarekat Naqsabandiyah yang memiliki pengikut paling luas, tarekat ini sekarang telah memiliki banyak variasi. mulanya didirikan di Bukhara oleh Muhammad Bahauddin Al Uwaisi Al Bukhari Naqsyabandi.




PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1.     Tasawuf yaitu sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan umat manusia dan selalu bersikap bijak sana. Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat yang mulia, ber-taqarrub dan ber-musyahadah dengan Allah SWT.
2.     Hakekat tasawuf yaitu Upaya para ahlinya untuk mengembangkan semacam disiplin (riyadhah), spiritual, psikologis, keilmuan, dan jasmaniah yang dipercayai mampu mendukung proses penyucian jiwa atau hati sebagaimana diperintahkan dalam kitab suci
3.     Hukum mempelajari tasawuf menurut para ulama adalah fardu Ain selama tidak keluar dari koridor landasan hukum Al-Qur’an dan Al- Hadits.
4.     Pembagian ilmu tasawuf ada tiga yaitu : Tasawuf Akhlaqi, Tasawuf Amali, dan Tasawuf Falsafi.
5.     Tahap perkembangan tasawuf ada lima yaitu : Tahap Zuhud, Tahap Tasawuf, Tahap Tasawuf Falsafi, Tahap tasawuf moderat ( Sunni ), dan tahap Tarekat.
B.     SARAN
Setelah penulis simpulkan, penulis berharap kita semua tidak salah kaprah lagi tentang pembahasan ilmu tasawuf. Karena tentu akan sangat berbahaya jika kita masih mendoktrin ilmu tasawuf sebagai ilmu sesat.



DAFTAR PUSTAKA
=> Browsing pada hari Senin, 07 Oktober 2013.




[3] Ibrahim Basyuni, sebagaimana disebutkan Amin Syukur (2000: 12)
[7] Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf.Bandung: Pustaka Setia,2009 Hlm.18-19.
[10] Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf ,( Bandung: Mizan, 2006). Hal : 101
[11] Menurut analisis Ghozali, ada perbedaan krusial-krusial antara pengetahuan dengan ma’rifat. Dalam hal ini, Ghozali membuat ilustrasi bahwa jika ilmu itu bagaikan melihat api ( karu’yatin nar), sedangkan ma’rifat bagaikan tenggelam langsung dalam kobaran api tersebut ( ka al-ishthilai biha). Lihat Abu Hamid AL-Ghozali, Raudhat AL-Thalibin, ( Libanon Beirut ) Hal. 54
[12] Rosidi, Ilmu Tasawuf, ( Bangka Belitung:Siddiq Press, 2007). Hal : 4
[13] Bahasa symbol ini bukan hanya berlaku dalam dunia sufi di timur, tapi juga pada mistikus di Barat. Lihat Idries shah, the sufis, ( London: The Octogen Press, 1989)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar