Sabtu, 23 November 2013

TAFSIR TENTANG HUBUNGAN ANTAR AGAMA



KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke pada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul :
TAFSIR TENTANG HUBUNGAN ANTAR AGAMA”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah Yang Maha Kuasa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam proses penulisan makalah ini Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik dan oleh karena itu tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan pembuatan makalah dimasa mendatang.
Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan penulis sendiri. Amin.
Subang, 15 April  2012
  
Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Semua agama mengajarkan dan memproklamirkan Kasih saying, cinta kedamaian, kebajikan, persaudaraan dan sejumlah niai-nilai kemanusiaan. Namun jika melihat secara historis, agama tidak selalu berfungsi positif untuk kemanusiaan. Agama sering memunculkan banyak problem kemanusiaan. Konflik berkepanjangan bercorak agama memang sangat rentan terjadi di tengah-tengah masyarakat, mengingat agama memang satu unsur kehidupan yang cukup peka jika sekiranya ada faktor yang mengusiknya.
Bila saja merujuk pada ajaran agama, dalam hal ini Islam sebagai satu model ajaran agama yang memproklamirkan sebagai agama kemanusiaan. Kedatangan Islam pertama kali jika ditinjau dari sejarahnya adalah satu bentuk respon terhadap masyarakat dengan prinsip-prinsip kesetaraan, kemerdekaan serta penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, dimana waktu itu unsur-unsur kemanusiaan banyak terabaikan oleh masyarakat Arab. Islam dengan seperangkat ajarannya yang sejak dari pertama adalah agama kemanusiaan tentunya mempunyai banyak sisi untuk dijadikan satu titik tolak menuju hubungan antar umat beragama yang harmonis.
B.     BATASAN MASALAH
Pembahasan makalah ini hanya mencakup tentang ayat-ayat Al-Qur’an beserta tafsirnya yang menjelaskan tentang hubungan antara umat beragama.
C.     RUMUSAN MASALAH
Dalam penyajian makalah ini yang menjadi rumusan masalahnya yaitu :
1.    Apa itu agama dan bagaimana pandangan Islam terhadap agama lain?
2.    Bagaimana kedudukan Non-Muslim dan Ahli Kitab dalam Al-Qur’an?
3.    Bagaimana Adab dan Etika Bermuamalah Dengan Orang Non-Muslim?
4.    Bagaimana Adab seorang Muslim terhadap Non-Muslim?
D.     TUJUAN PENULISAN
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas makalah Tafsir-1 kelompok – 6 semester II STAI Miftahul-Huda Subang Tahun ajaran 2011/2012.
E.     METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam pembuatan makalah ini penulis memperoleh data dan bahan-bahan materinya dengan cara browsing di Internet. Baik itu dari Google, Wikipedia, Bloger, Artikel, dan lain sebagainya.

BAB II
TAFSIR TENTANG HUBUNGAN ANTAR AGAMA
A.     PENGERTIAN AGAMA
Secara sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dalam hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti.[1] Ia mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya.[2]
Berdasarkan keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit berbicara objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia involved (terlibat) dengan Islam.[3] Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat adalah multi-complex yang mengandung religious pluralisme, bermacam-macam agama.
B.     ISLAM MEMBERI KEBEBASAN DALAM BERAGAMA
Tidak boleh ada pemaksaan untuk masuk agama Islam, apalagi agama yang lain. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Kaafirun ayat : 1-6 :
ö@è% $pkšr'¯»tƒ šcrãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ   Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ   Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ   Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ   Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ   ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ  
[1]. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir [2]. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. [3]. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. [4]. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. [5]. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. [6] untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Berdasarkan ayat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:[4]
1.    Secara umum Islam memberikan pengakuan terhadap realita keberadaan agama-agama lain dan penganut-penganutnya. Disamping dari kalimat "Lakum diinukum waliya diin", makna tersebut juga diambil dari firman Allah yang lain seperti "Laa ikraaha fid-diin" yang berarti Islam mengakui adanya kebebasan beragama bagi setiap orang dan bukan kebebasan mengganggu, mempermainkan atau merusak agama yang ada.
2.    Dan Islam membenarkan kaum muslimin untuk berinteraksi dengan ummat-ummat non muslim itu dalam bidang-bidang kehidupan umum.
3.    Namun Islam memberikan ketegasan sikap ideologis berupa baraa’ atau penolakan total terhadap setiap bentuk kesyirikan aqidah, ritual ibadah ataupun hukum, yang terdapat di dalam agama-agama lain.
4.    Tidak boleh ada pencampuran antara Islam dan agama-agama lain dalam bidang-bidang aqidah, ritual ibadah dan hukum.
5.    Begitu pula antar ummat muslim dan ummat kafir tidak dibenarkan saling mencampuri urusan-urusan khusus agama lain.
6.    Kaum muslimin dilarang keras ikut-ikutan penganut agama lain dalam keyakinan aqidah, ritual ibadah dan ketentuan hukum agama mereka.
7.    Ummat Islam tidak dibenarkan melibatkan diri dan bekerja sama dengan penganut agama lain dalam bidang-bidang yang khusus terkait dengan keyakinan aqidah, ritual ibadah dan hukum agama mereka.
C.     AYAT - AYAT AL-QUR’AN TENTANG HUBUNGAN ANTAR AGAMA
1.   QS. Ali Imran : 19
¨bÎ) šúïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$#  cÎ*sù ©!$# ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ  
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
[189] Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.
a.   Penjelasan
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ الإِسْلاَمُ
Sesungguhnya semua agama dan syari’at yang didatangkan para Nabi pada intinya adalah Islam (menyerahkan diri), tunduk dan menurut. Meskipun dalam beberapa kewajiban dan bentuk amal agak berbeda. Orang muslim hakiki adalah orang yang bersih dari kotoran syirik, berlaku ikhlas dalam beramal, dan disertai keimanan, tanpa memandang dari agama mana dan dalam zaman apa ia berada.
وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ
Orang-orang ahli kitab tidak keluar dari Islam yang dibawa oleh para Nabi mereka sebagaimana yang sudah kami rincikan. Sehingga mereka terpecah menjadi beberapa sekte yang saling bermusuhan dalam masalah agama, padahal agama adalah satu. Tidak ada persengketaan atau pertengkaran, kecuali karena kelakuan aniaya dan melewati batas yang dilakukan para pemimpin mereka.
Bila saja tidak ada unsur aniaya dan fanatisme terhadap sebagian lainnya dalam masalah-masalah sekte dan upaya mereka menyesatkan orang-orang yang menentangnya dengan cara menafsirkan nash-nash agama berdasarkan pendapat dan hawa nafsu, serta menakwilkan sebagian atau merubahnya, maka tidak akan terjadi perselisihan antar mereka.
بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللهِ فَإِنَّ اللهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Barang siapa mengingkari ayat-ayat Allah yang menunjukkan kewajiban berpegang teguh pada agama-Nya dan kesatuan serta diharamkannya perselisihan dan perpecahan, juga diharamkan tidak tunduk pada ayat-ayat Allah, maka Allah akan membuka dan menghukum. Sebab Allah Maha Cepat hisabnya. Yang dimaksud ayat-ayat Allah di sini adalah ayat-ayat kebesaran-Nya yang diilustrasikan dengan alam semesta dalam diri mereka dan di seluruh penjuru bumi yang luas ini.
Termasuk kategori tidak tunduk pada ayat-ayat Allah, yaitu seperti memalingkan arti yang sebenarnya dan menyesuaikan dengan sekte-sekte sesat bahkan ateis dalam menafsirkan ayat-ayat itu sehingga tidak sesuai lagi dengan ayat-ayat syariat yang diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya.
b.   Munasabah
QS. Ali Imran : 19 Menerangkan bahwa Allah menjadikan agama Islam adalah agama yang diridhai-Nya. Sedangkan dalam Islam sendiri mengajarkan tauhid, bahwasanya tiada Tuhan melainkan Dia yang menegakkan keadilan. Dan ayat ini berhubungan dengan ayat sesudahnya yang menerangkan tentang ajaran-ajaran yang terkandung dalam Islam, karena dalam Islam siapa saja yang memeluknya akan mendapatkan petunjuk dan jika mereka berpaling maka berkewajiban kamu (Muhammad) yang menyampaikan ayat-ayat Allah.[5]
2.   QS. Al-Hajj : 17
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$#ur (#rߊ$yd tûüÏ«Î7»¢Á9$#ur 3t»|Á¨Y9$#ur }¨qàfyJø9$#ur tûïÏ%©!$#ur (#þqà2uŽõ°r& ¨bÎ) ©!$# ã@ÅÁøÿtƒ óOßgoY÷t/ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« îÍky­ ÇÊÐÈ  
17. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin[983] orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
[983] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
a.   Munasabah
Adapun munasabah ayat ini dengan ayat terdahulu, Allah menjelaskan bahwa Dia memberi petunjuk kepada siapapun yang Dia kehendaki, selanjutnya di dalam ayat ini Dia menjelaskan siapa orang yang Dia beri petunjuk dan siapa yang tidak Dia beri petunjuk, dan akan diberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat.
Adapun munasabah dengan ayat sesudahnya bahwa Allah mengambil keputusan di antara golongan-golongan ini, membalas setiap golongan sesuai dengan perbuatannya, dan menempatkannya pada tempat yang patut baginya, karena tidak sedikitpun di antara keadaan mereka yang tidak dia ketahui, tetapi Dia mengetahui segala perkataan dan mengawasi segala perbuatan mereka.[6]
D.     KEDUDUKAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN
Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Mumtahanah : 9
$yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]tƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4 `tBur öNçl°;uqtFtƒ šÍ´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÒÈ  
9. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Dari ayat di atas menjelaskan bahwa Tuhan hanya melarang kamu berkawan setia dengan orang-orang yang terang-terang memusuhimu, yang memerangi kamu, yang mengusir kamu atau membantu orang-orang yang mengusirmu seperti yang dilakukan musyrikin Makkah. Sebagian mereka berusaha mengusirmu dan sebagian yang lain menolong orang yang mengusirmu. Adapun orang-orang yang menjadikan musuh-musuh itu sebagai teman setia, menyampaikan kepada mereka rahasia-rahasia yang penting dan menolong mereka, maka merekalah yang dhalim karena menyalahi perintah Allah.[7]
E.     KEDUDUKAN AHLI KITAB DALAM AL-QUR’AN
Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Maidah : 51
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? yŠqåkuŽø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGtƒ öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïôgtƒ tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ  
51. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Penjelasan ayat di atas adalah : kata Ibnu Jarir “Allah SWT mencegah para mukmin menjadikan orang Yahudi dan orang Nasrani penolong-penolong dan teman-teman setia bagi orang-orang yang beriman. Tuhan menerangkan bahwa mereka yang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani penolong dan teman setianya, di pandang membuat pertentangan kepada Allah, Rasul, dan para mukmin. Allah dan Rasul terlepas dari padanya.
Dari penjelasan di atas kita mendapat suatu ketentuan bahwa apabila terjadi kerjasama, bantu membantu dan bersahabat setia, antara dua orang yang berlainan agama untuk kemaslahatan-kemaslahatan dunia, tidaklah masuk yang demikian itu ke dalam larangan ayat ini. Apabila para muslim bersahabat setia dengan sesuatu umat yang tidak Islam, terhadap sesuatu umat yang tidak Islam pula, karena persesuaian maslahat, maka yang demikian itu tidak dilarang. Adapun alasan akan melarang orang muslim berhubungan dengan orang Yahudi dan Nasrani karena orang-orang Yahudi pada waktu itu sangat tinggi solidaritasnya antara sesama mereka.[8]
F.     ADAB DAN ETIKA BERMUAMALAH DENGAN ORANG NON - MUSLIM
Sebagai Mana di jelaskan dalam surat Al-Mumtahanah Ayat ; 8 - 9. Bahwa adab dan etika bermuamalah seorang Muslim terhadap non-muslim yaitu sebagai berikut :[9]
  1. Diperbolehkannya bersilaturahmi dengan selain orang Islam.
  2. Diperbolehkannya menerima hadiah dari orang-orang kafir
  3. Keutamaan Asma binti Abu Bakar yang bertanya kepada Nabi mengenai permasalahan yang dihadapinya.
  4. Wajibnya bertanya kepada ahli ilmu yang dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan yang ada.
  5. Bermuamalah dengan orang kafir diperbolehkan selama tidak menimbulkan rasa wala dan cinta yang berlebihan.
Kita perlu tahu bahwa ada tiga jenis non muslim. Dan masing-masing mendapat perlakuan yang berbeda diantaranya yaitu: Kafir harbi, Kafir  dzimmi, Kafir mu’aahad.[10]
Kaum Mukminin dibenarkan bergaul, berhubungan, berinteraksi dan bekerjasama dengan kaum kafirin dalam berbagai bidang kehidupan umum. seperti bidang sosial kemasyarakatan, ekonomi, bisnis dan perdagangan, politik, pemerintahan dan kenegaraan, dan lain-lain. Yang jelas semua bidang selain bidang khusus agama yang mencakup masalah aqidah, ritual ibadah dan hukum tidak dibenarkan.
G.    ADAB TERHADAP ORANG NON - MUSLIM
Adab kita terhadap non muslim adalah sama kecuali jika merujuk kemungkaran atau pengingkaran syariah, maka hendaknya kita menolaknya. Dalam perkara-perkara umum (sosial) kita tetap menjalin hubungan yang baik dengan non muslim. Dalam masalah aqidah dan ubudiyah, kita tegas terhadap non muslim seperti: kita tidak mengucapkan dan menjawab salam kepada mereka, tidak mengikuti ritual ibadah mereka dan semacamnya.
Boleh saja mendoakan non muslim, sebagaimana diriwayatkan pada “Abdul Mufrad oleh imam Bukhari bahwa salah seorang sahabat mengucap salam pada seorang non muslim, maka seorang lain berkata: dia itu kafir, maka sahabat itu segera mengejar orang kafir itu dan berkata: semoga Allah melimpahkan kekayaan bagimu dan kemuliaan,namun salamku bukanlah untukmu.” Menunjukkan bahwa ucapan salam itu tidak dibenarkan pada mereka, namun mendoakan mereka adalah boleh.
Kita perlu tahu ada beberapa macam kafir yang disebutkan dalam kitab Syarah Safinah yaitu:[11]
1)  Kafir ingkar: yakni orang yang tidak mengenal Allah sam sekali dan tidak mengakui-Nya.
2)  Kafir Juhud: yakni orang yang mengakui Allah dengan lisan,namun mengingkari-Nya dengan hati.
3)  Kafir Inad: yakni orang yang mengakui Allah dengan hati dan lisan, namun tidak menaati perintah dan larangan Allah.
Disamping itu jika dilihat dari sikapnya terhadap kaum muslim terbagi kepada 2 golongan yaitu:
a)  Kafir Harbi : yakni orang kafir yang senantiasa berusaha memusuhi dan memerangi umat islam.
b)  Kafir dzimmi : yakni orang-orang kafir yang bersedia hidup disamping umat islam dan saling menghormati.

BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Keterangan-keterangan dalam pembahasan memberi gambaran bahwa agama adalah masalah yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, apalagi berganti. Serta kemajemukan agama tidak menghalangi untuk hidup bersama, berdampingan secara damai dan aman. Adanya saling pengertian dan pemahaman yang dalam akan keberadaan masing-masing menjadi modal dasar yang sangat menentukan.
Pengalaman-pengalaman Rasullullah SAW bisa menjadi suri tauladan yang mengandung dimensi moral dan etis. Di antara dimensi moral dan etis agama-agama adalah saling menghormati dan menghargai agama atau pemeluk agama lain. Jika masing-masing pemeluk agama memegang moralitas dan etikanya masing-masing, maka kerukunan, perdamaian dan persaudaraan bisa terwujud antara umat beragama.
B.     SARAN
Sebagai salam penutup penulis juga memiliki banyak kekurangan dan kelemahan namun sebagai mana yang pernah kita dengarkan  bahwa “Sampaikanlah ayat al-Qur’an meskipun satu Ayat” kalimat tersebut bisa menjadi pemicu untuk kita agar tidak berhenti sampai disini dalam belajar dan berkarya. Karena kesalahan itu biasa terjadi asalkan kita bisa memperbaikinya.
Jadi tak perduli kita dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun kita tetap harus memberikan yang terbaik untuk sesama muslim. Dan tidak menutup kemungkinan untuk Non-muslim asalkan tidak menyalahkan Akidah dan agama sebagai sesama mahluk Allah SWT.



DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
  1. Ahmad Musthafa al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy Juz 3, Semarang: CV. Toha Putra, 1985.
  2. Majalah Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968 Tahun ke VIII.
  3. Qomaaruddin Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul, Bandung: CV. Diponegoro, 1986.
  4. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995.
  5. http://amir-sadewata.blogspot.com/2011/01/makalah-tafsir.html
  6. http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/tafsir-ayat-ayat-tentang-hubungan-antar.html
  7. http://menaraislam.com/content/view/106/41/.
  8. http://via-rizqa.blogspot.com/2011/05/pendidikan-aqidah-adab.html.
Referensi :
  1. Argumen ini dikemukakan oleh Prof. Rasjidi dalam satu tulisannya yang disampaikan dalam Pidato Sambutan Musyawarah Antar Agama, 30 November 1967 di Jakarta. Penulis mendapati tulisan ini dari dua sumber, yakni di dalam Majalah Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968- Tahun ke VIII dan buku karangan Umar Hasyim Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama.
  2. M. Rasjidi, Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968 Tahun ke VIII, hlm.35.
  3. Ibid.
  4. http://amir-sadewata.blogspot.com/2011/01/makalah-tafsir.html
  5. Ahmad Musthafa al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy Juz 3, Semarang: CV. Toha Putra, 1985, hlm. 211.
  6. Ahmad Musthafa al-Maraghy, op.cit., Juz 17, hlm. 161.
  7. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995, hlm. 4045.
  8. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995, hlm. 1057.
  9. http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/tafsir-ayat-ayat-tentang-hubungan-antar.html.
  10. http://menaraislam.com/content/view/106/41/.
  11. http://via-rizqa.blogspot.com/2011/05/pendidikan-aqidah-adab.html.


[1] Argumen ini dikemukakan oleh Prof. Rasjidi dalam satu tulisannya yang disampaikan dalam Pidato Sambutan Musyawarah Antar Agama, 30 November 1967 di Jakarta. Penulis mendapati tulisan ini dari dua sumber, yakni di dalam Majalah Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968- Tahun ke VIII dan buku karangan Umar Hasyim Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama.
[2] M. Rasjidi, Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968 Tahun ke VIII, hlm.35.
[3] Ibid.
[5] Ahmad Musthafa al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy Juz 3, Semarang: CV. Toha Putra, 1985, hlm. 211.
[6] Ahmad Musthafa al-Maraghy, op.cit., Juz 17, hlm. 160.
[7] T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995, hlm. 4045.
[8] T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995, hlm. 1057.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar