KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji syukur ke pada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul :
“TAFSIR TENTANG
HUBUNGAN ANTAR AGAMA”
Penulis
menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah
Yang Maha Kuasa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam
proses penulisan makalah ini Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik dan oleh karena itu tim
penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan
usul guna penyempurnaan pembuatan makalah dimasa mendatang.
Akhirnya
tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan penulis sendiri. Amin.
Subang,
15 April 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Semua
agama mengajarkan dan memproklamirkan Kasih saying, cinta kedamaian, kebajikan,
persaudaraan dan sejumlah niai-nilai kemanusiaan. Namun jika melihat secara
historis, agama tidak selalu berfungsi positif untuk kemanusiaan. Agama sering
memunculkan banyak problem kemanusiaan. Konflik berkepanjangan bercorak agama
memang sangat rentan terjadi di tengah-tengah masyarakat, mengingat agama
memang satu unsur kehidupan yang cukup peka jika sekiranya ada faktor yang
mengusiknya.
Bila
saja merujuk pada ajaran agama, dalam hal ini Islam sebagai satu model ajaran
agama yang memproklamirkan sebagai agama kemanusiaan. Kedatangan Islam pertama
kali jika ditinjau dari sejarahnya adalah satu bentuk respon terhadap
masyarakat dengan prinsip-prinsip kesetaraan, kemerdekaan serta penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia, dimana waktu itu unsur-unsur kemanusiaan banyak
terabaikan oleh masyarakat Arab. Islam dengan seperangkat ajarannya yang sejak
dari pertama adalah agama kemanusiaan tentunya mempunyai banyak sisi untuk dijadikan
satu titik tolak menuju hubungan antar umat beragama yang harmonis.
B.
BATASAN
MASALAH
Pembahasan
makalah ini hanya mencakup tentang ayat-ayat Al-Qur’an beserta tafsirnya yang
menjelaskan tentang hubungan antara umat beragama.
C.
RUMUSAN
MASALAH
Dalam
penyajian makalah ini yang menjadi rumusan masalahnya yaitu :
1. Apa itu
agama dan bagaimana pandangan Islam terhadap agama lain?
2. Bagaimana
kedudukan Non-Muslim dan Ahli Kitab dalam Al-Qur’an?
3. Bagaimana
Adab dan Etika Bermuamalah Dengan Orang Non-Muslim?
4. Bagaimana
Adab seorang Muslim terhadap Non-Muslim?
D.
TUJUAN
PENULISAN
Makalah
ini di buat untuk memenuhi tugas makalah Tafsir-1 kelompok – 6 semester II STAI
Miftahul-Huda Subang Tahun ajaran 2011/2012.
E.
METODE
PENGUMPULAN DATA
Dalam
pembuatan makalah ini penulis memperoleh data dan bahan-bahan materinya dengan
cara browsing di Internet. Baik itu dari Google, Wikipedia, Bloger, Artikel,
dan lain sebagainya.
BAB II
TAFSIR
TENTANG HUBUNGAN ANTAR AGAMA
A.
PENGERTIAN AGAMA
Secara
sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah
berbeda-beda, beragam dalam hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu
yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial kita telah
memeluk agama yang berbeda-beda. Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi
bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti.[1]
Ia mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau
perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak
dapat pisah darinya.[2]
Berdasarkan
keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit berbicara objektif dalam
soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai
seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia involved (terlibat)
dengan Islam.[3]
Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat adalah
multi-complex yang mengandung religious pluralisme, bermacam-macam agama.
B.
ISLAM MEMBERI KEBEBASAN DALAM BERAGAMA
Tidak
boleh ada pemaksaan untuk masuk agama Islam, apalagi agama yang lain.
Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Kaafirun ayat : 1-6 :
ö@è%
$pkr'¯»t crãÏÿ»x6ø9$#
ÇÊÈ Iw ßç6ôãr&
$tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã
!$tB
ßç7ôãr&
ÇÌÈ Iwur O$tRr&
ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã
!$tB
ßç6ôãr&
ÇÎÈ ö/ä3s9 ö/ä3ãYÏ uÍ<ur
ÈûïÏ ÇÏÈ
[1]. Katakanlah: "Hai orang-orang
kafir [2]. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. [3]. dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah. [4]. dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah. [5]. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang aku sembah. [6] untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Berdasarkan ayat tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa:[4]
1.
Secara
umum Islam memberikan pengakuan terhadap realita keberadaan agama-agama lain
dan penganut-penganutnya. Disamping dari kalimat "Lakum diinukum waliya
diin", makna tersebut juga diambil dari firman Allah yang lain seperti
"Laa ikraaha fid-diin" yang berarti Islam mengakui adanya kebebasan
beragama bagi setiap orang dan bukan kebebasan mengganggu, mempermainkan atau
merusak agama yang ada.
2.
Dan
Islam membenarkan kaum muslimin untuk berinteraksi dengan ummat-ummat non
muslim itu dalam bidang-bidang kehidupan umum.
3.
Namun
Islam memberikan ketegasan sikap ideologis berupa baraa’ atau penolakan total
terhadap setiap bentuk kesyirikan aqidah, ritual ibadah ataupun hukum, yang
terdapat di dalam agama-agama lain.
4.
Tidak
boleh ada pencampuran antara Islam dan agama-agama lain dalam bidang-bidang
aqidah, ritual ibadah dan hukum.
5.
Begitu
pula antar ummat muslim dan ummat kafir tidak dibenarkan saling mencampuri urusan-urusan
khusus agama lain.
6.
Kaum
muslimin dilarang keras ikut-ikutan penganut agama lain dalam keyakinan aqidah,
ritual ibadah dan ketentuan hukum agama mereka.
7.
Ummat
Islam tidak dibenarkan melibatkan diri dan bekerja sama dengan penganut agama
lain dalam bidang-bidang yang khusus terkait dengan keyakinan aqidah, ritual
ibadah dan hukum agama mereka.
C.
AYAT - AYAT AL-QUR’AN TENTANG HUBUNGAN ANTAR AGAMA
1.
QS. Ali Imran : 19
¨bÎ)
úïÏe$!$# yYÏã «!$#
ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$#
úïÏ%©!$# (#qè?ré&
|=»tGÅ3ø9$# wÎ)
.`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$#
$Jøót/ óOßgoY÷t/
3 `tBur öàÿõ3t
ÏM»t$t«Î/
«!$#
cÎ*sù
©!$#
ßìÎ| É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
19.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.
[189]
Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.
a.
Penjelasan
إِنَّ
الدِّينَ عِندَ اللهِ الإِسْلاَمُ
Sesungguhnya semua agama
dan syari’at yang didatangkan para Nabi pada intinya adalah Islam (menyerahkan
diri), tunduk dan menurut. Meskipun dalam beberapa kewajiban dan bentuk amal
agak berbeda. Orang muslim hakiki adalah orang yang bersih dari kotoran syirik,
berlaku ikhlas dalam beramal, dan disertai keimanan, tanpa memandang dari agama
mana dan dalam zaman apa ia berada.
وَمَا
اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ
الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ
Orang-orang ahli kitab
tidak keluar dari Islam yang dibawa oleh para Nabi mereka sebagaimana yang
sudah kami rincikan. Sehingga mereka terpecah menjadi beberapa sekte yang
saling bermusuhan dalam masalah agama, padahal agama adalah satu. Tidak ada persengketaan
atau pertengkaran, kecuali karena kelakuan aniaya dan melewati batas yang
dilakukan para pemimpin mereka.
Bila saja tidak ada unsur
aniaya dan fanatisme terhadap sebagian lainnya dalam masalah-masalah sekte dan
upaya mereka menyesatkan orang-orang yang menentangnya dengan cara menafsirkan
nash-nash agama berdasarkan pendapat dan hawa nafsu, serta menakwilkan sebagian
atau merubahnya, maka tidak akan terjadi perselisihan antar mereka.
بَيْنَهُمْ
وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللهِ فَإِنَّ اللهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Barang siapa mengingkari
ayat-ayat Allah yang menunjukkan kewajiban berpegang teguh pada agama-Nya dan
kesatuan serta diharamkannya perselisihan dan perpecahan, juga diharamkan tidak
tunduk pada ayat-ayat Allah, maka Allah akan membuka dan menghukum. Sebab Allah
Maha Cepat hisabnya. Yang dimaksud ayat-ayat Allah di sini adalah ayat-ayat kebesaran-Nya
yang diilustrasikan dengan alam semesta dalam diri mereka dan di seluruh
penjuru bumi yang luas ini.
Termasuk kategori tidak
tunduk pada ayat-ayat Allah, yaitu seperti memalingkan arti yang sebenarnya dan
menyesuaikan dengan sekte-sekte sesat bahkan ateis dalam menafsirkan ayat-ayat
itu sehingga tidak sesuai lagi dengan ayat-ayat syariat yang diturunkan Allah
kepada para Rasul-Nya.
b.
Munasabah
QS.
Ali Imran : 19 Menerangkan bahwa Allah menjadikan agama Islam adalah agama yang
diridhai-Nya. Sedangkan dalam Islam sendiri mengajarkan tauhid, bahwasanya
tiada Tuhan melainkan Dia yang menegakkan keadilan. Dan ayat ini berhubungan
dengan ayat sesudahnya yang menerangkan tentang ajaran-ajaran yang terkandung
dalam Islam, karena dalam Islam siapa saja yang memeluknya akan mendapatkan
petunjuk dan jika mereka berpaling maka berkewajiban kamu (Muhammad) yang
menyampaikan ayat-ayat Allah.[5]
2.
QS. Al-Hajj : 17
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$#ur (#rß$yd tûüÏ«Î7»¢Á9$#ur 3t»|Á¨Y9$#ur }¨qàfyJø9$#ur tûïÏ%©!$#ur (#þqà2uõ°r& ¨bÎ) ©!$# ã@ÅÁøÿt óOßgoY÷t/ tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« îÍky ÇÊÐÈ
17.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang
Shaabi-iin[983] orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang
musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat.
Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
[983] Syafa'at: usaha
perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan
sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah
adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
a. Munasabah
Adapun
munasabah ayat ini dengan ayat terdahulu, Allah menjelaskan bahwa Dia memberi
petunjuk kepada siapapun yang Dia kehendaki, selanjutnya di dalam ayat ini Dia
menjelaskan siapa orang yang Dia beri petunjuk dan siapa yang tidak Dia beri
petunjuk, dan akan diberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat.
Adapun
munasabah dengan ayat sesudahnya bahwa Allah mengambil keputusan di antara
golongan-golongan ini, membalas setiap golongan sesuai dengan perbuatannya, dan
menempatkannya pada tempat yang patut baginya, karena tidak sedikitpun di
antara keadaan mereka yang tidak dia ketahui, tetapi Dia mengetahui segala
perkataan dan mengawasi segala perbuatan mereka.[6]
D.
KEDUDUKAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN
Sesuai
dengan firman Allah dalam QS. Al-Mumtahanah : 9
$yJ¯RÎ)
ãNä39pk÷]t ª!$#
Ç`tã
tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB
öNä.Ì»tÏ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ)
br& öNèdöq©9uqs? 4
`tBur öNçl°;uqtFt Í´¯»s9'ré'sù ãNèd
tbqßJÎ=»©à9$#
ÇÒÈ
9. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan
Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang
yang zalim.
Dari
ayat di atas menjelaskan bahwa Tuhan hanya melarang kamu berkawan setia dengan
orang-orang yang terang-terang memusuhimu, yang memerangi kamu, yang mengusir
kamu atau membantu orang-orang yang mengusirmu seperti yang dilakukan musyrikin
Makkah. Sebagian mereka berusaha mengusirmu dan sebagian yang lain menolong
orang yang mengusirmu. Adapun orang-orang yang menjadikan musuh-musuh itu
sebagai teman setia, menyampaikan kepada mereka rahasia-rahasia yang penting dan
menolong mereka, maka merekalah yang dhalim karena menyalahi perintah Allah.[7]
E.
KEDUDUKAN AHLI
KITAB DALAM AL-QUR’AN
Sesuai
dengan firman Allah dalam QS. Al-Maidah : 51
* $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#räÏGs? yqåkuø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGt öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# w Ïôgt tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ
51. Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu
Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.
Penjelasan
ayat di atas adalah : kata Ibnu Jarir “Allah SWT mencegah para mukmin
menjadikan orang Yahudi dan orang Nasrani penolong-penolong dan teman-teman
setia bagi orang-orang yang beriman. Tuhan menerangkan bahwa mereka yang
menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani penolong dan teman setianya, di
pandang membuat pertentangan kepada Allah, Rasul, dan para mukmin. Allah dan
Rasul terlepas dari padanya.
Dari
penjelasan di atas kita mendapat suatu ketentuan bahwa apabila terjadi
kerjasama, bantu membantu dan bersahabat setia, antara dua orang yang berlainan
agama untuk kemaslahatan-kemaslahatan dunia, tidaklah masuk yang demikian itu
ke dalam larangan ayat ini. Apabila para muslim bersahabat setia dengan sesuatu
umat yang tidak Islam, terhadap sesuatu umat yang tidak Islam pula, karena
persesuaian maslahat, maka yang demikian itu tidak dilarang. Adapun alasan akan
melarang orang muslim berhubungan dengan orang Yahudi dan Nasrani karena
orang-orang Yahudi pada waktu itu sangat tinggi solidaritasnya antara sesama
mereka.[8]
F.
ADAB
DAN ETIKA BERMUAMALAH DENGAN ORANG NON - MUSLIM
Sebagai
Mana di jelaskan dalam surat Al-Mumtahanah Ayat ; 8 - 9. Bahwa adab dan etika bermuamalah
seorang Muslim terhadap non-muslim yaitu sebagai berikut :[9]
- Diperbolehkannya bersilaturahmi dengan selain orang Islam.
- Diperbolehkannya menerima hadiah dari orang-orang kafir
- Keutamaan Asma binti Abu Bakar yang bertanya kepada Nabi mengenai permasalahan yang dihadapinya.
- Wajibnya bertanya kepada ahli ilmu yang dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan yang ada.
- Bermuamalah dengan orang kafir diperbolehkan selama tidak menimbulkan rasa wala dan cinta yang berlebihan.
Kita perlu tahu bahwa ada tiga jenis
non muslim. Dan masing-masing mendapat perlakuan yang berbeda diantaranya yaitu:
Kafir harbi, Kafir dzimmi, Kafir
mu’aahad.[10]
Kaum Mukminin dibenarkan bergaul,
berhubungan, berinteraksi dan bekerjasama dengan kaum kafirin dalam berbagai
bidang kehidupan umum. seperti bidang sosial kemasyarakatan, ekonomi, bisnis
dan perdagangan, politik, pemerintahan dan kenegaraan, dan lain-lain. Yang
jelas semua bidang selain bidang khusus agama yang mencakup masalah aqidah,
ritual ibadah dan hukum tidak dibenarkan.
G. ADAB
TERHADAP ORANG NON - MUSLIM
Adab kita terhadap non muslim adalah sama kecuali
jika merujuk kemungkaran atau pengingkaran syariah, maka hendaknya kita
menolaknya. Dalam perkara-perkara umum (sosial) kita tetap menjalin hubungan yang
baik dengan non muslim. Dalam masalah aqidah dan ubudiyah, kita tegas terhadap
non muslim seperti: kita tidak mengucapkan dan menjawab salam kepada mereka, tidak
mengikuti ritual ibadah mereka dan semacamnya.
Boleh saja mendoakan non muslim, sebagaimana
diriwayatkan pada “Abdul Mufrad oleh imam Bukhari bahwa salah seorang sahabat
mengucap salam pada seorang non muslim, maka seorang lain berkata: dia itu
kafir, maka sahabat itu segera mengejar orang kafir itu dan berkata: semoga
Allah melimpahkan kekayaan bagimu dan kemuliaan,namun salamku bukanlah
untukmu.” Menunjukkan bahwa ucapan salam itu tidak dibenarkan pada mereka,
namun mendoakan mereka adalah boleh.
Kita perlu tahu ada beberapa macam kafir yang
disebutkan dalam kitab Syarah Safinah yaitu:[11]
1) Kafir
ingkar: yakni orang yang tidak mengenal Allah sam sekali dan tidak
mengakui-Nya.
2) Kafir
Juhud: yakni orang yang mengakui Allah dengan lisan,namun mengingkari-Nya
dengan hati.
3) Kafir
Inad: yakni orang yang mengakui Allah dengan hati dan lisan, namun tidak menaati
perintah dan larangan Allah.
Disamping
itu jika dilihat dari sikapnya terhadap kaum muslim terbagi kepada 2 golongan
yaitu:
a) Kafir
Harbi : yakni orang kafir yang senantiasa berusaha memusuhi dan memerangi umat
islam.
b) Kafir
dzimmi : yakni orang-orang kafir yang bersedia hidup disamping umat islam dan
saling menghormati.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Keterangan-keterangan
dalam pembahasan memberi gambaran bahwa agama adalah masalah yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, apalagi berganti. Serta kemajemukan agama tidak menghalangi
untuk hidup bersama, berdampingan secara damai dan aman. Adanya saling
pengertian dan pemahaman yang dalam akan keberadaan masing-masing menjadi modal
dasar yang sangat menentukan.
Pengalaman-pengalaman
Rasullullah SAW bisa menjadi suri tauladan yang mengandung dimensi moral dan
etis. Di antara dimensi moral dan etis agama-agama adalah saling menghormati
dan menghargai agama atau pemeluk agama lain. Jika masing-masing pemeluk agama
memegang moralitas dan etikanya masing-masing, maka kerukunan, perdamaian dan
persaudaraan bisa terwujud antara umat beragama.
B. SARAN
Sebagai
salam penutup penulis juga memiliki banyak kekurangan dan kelemahan namun
sebagai mana yang pernah kita dengarkan
bahwa “Sampaikanlah ayat al-Qur’an meskipun satu Ayat” kalimat tersebut
bisa menjadi pemicu untuk kita agar tidak berhenti sampai disini dalam belajar
dan berkarya. Karena kesalahan itu biasa terjadi asalkan kita bisa
memperbaikinya.
Jadi
tak perduli kita dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun kita tetap harus memberikan
yang terbaik untuk sesama muslim. Dan tidak menutup kemungkinan untuk
Non-muslim asalkan tidak menyalahkan Akidah dan agama sebagai sesama mahluk
Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber :
- Ahmad Musthafa al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy Juz 3, Semarang: CV. Toha Putra, 1985.
- Majalah Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968 Tahun ke VIII.
- Qomaaruddin Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul, Bandung: CV. Diponegoro, 1986.
- T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995.
- http://amir-sadewata.blogspot.com/2011/01/makalah-tafsir.html
- http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/tafsir-ayat-ayat-tentang-hubungan-antar.html
- http://menaraislam.com/content/view/106/41/.
- http://via-rizqa.blogspot.com/2011/05/pendidikan-aqidah-adab.html.
Referensi :
- Argumen ini dikemukakan oleh Prof. Rasjidi dalam satu tulisannya yang disampaikan dalam Pidato Sambutan Musyawarah Antar Agama, 30 November 1967 di Jakarta. Penulis mendapati tulisan ini dari dua sumber, yakni di dalam Majalah Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968- Tahun ke VIII dan buku karangan Umar Hasyim Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama.
- M. Rasjidi, Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968 Tahun ke VIII, hlm.35.
- Ibid.
- http://amir-sadewata.blogspot.com/2011/01/makalah-tafsir.html
- Ahmad Musthafa al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy Juz 3, Semarang: CV. Toha Putra, 1985, hlm. 211.
- Ahmad Musthafa al-Maraghy, op.cit., Juz 17, hlm. 161.
- T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995, hlm. 4045.
- T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995, hlm. 1057.
- http://majelispenulis.blogspot.com/2011/05/tafsir-ayat-ayat-tentang-hubungan-antar.html.
- http://menaraislam.com/content/view/106/41/.
- http://via-rizqa.blogspot.com/2011/05/pendidikan-aqidah-adab.html.
[1] Argumen
ini dikemukakan oleh Prof. Rasjidi dalam satu tulisannya yang disampaikan dalam
Pidato Sambutan Musyawarah Antar Agama, 30 November 1967 di Jakarta. Penulis
mendapati tulisan ini dari dua sumber, yakni di dalam Majalah Al-Djami’ah,
Nomor Khusus, Mei 1968- Tahun ke VIII dan buku karangan Umar Hasyim Toleransi
dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan
Antar Agama.
[3] Ibid.
[6] Ahmad
Musthafa al-Maraghy, op.cit., Juz 17, hlm. 160.
[7] T.M.
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 1995, hlm. 4045.
[8] T.M. Hasbi
ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid (An-Nuur) Juz 5, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 1995, hlm. 1057.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar