HADITS TENTANG AKHLAK
TERPUJI
(KEJUJURAN DAN KESOPANAN DIJALAN)
1.
Hadits;
ؤعن ا بي ا ما مة البا هلي رضي الله عنه قال: قال رسؤل الله صلي
اللهعليه ؤسلم : ا نا زعيم ببيت في ربض الجنة لمن ترك المرء ؤان كان محقا في
ؤسط الجنة لمن ترك الكذب ؤان كانا ما زحا ؤ ببيت في اعلي الجنة لمن حسن خلقه(رؤاة ابؤداؤدباسنادصحيح)
2.
Terjemah
Hadits ;
“Abu Umamah Al-Bakhili r.a. Berkata
bahwa Rosulullah SAW. Bersabda, “ Saya dapat menjamin suatu rumah dikebun surga
untuk orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar. Dan menjamin suatu
rumah di pertengahan surga bagi orang yang tidak berdusta meskipun bergurau.Dan
menjamin satu rumah di bagian tertinggi dari surga bagi orang yang baik budi
pekertinya.”
(H.R. Abu Dawud dengan sanad yang sahih)
3.
Biografi
Perawi
Abu Umamah Al-Bakhily, nama lengkapnya
adalah Abu Umamah Ash-Shady Al-Bakhily,
Ibn Ajalan, Ibn Ribah, Ibn Ma'an Ibn Malik, Ibn Ashar, Ibn Sa'id, Ibn Qais
Ailan Ibn Mudhar, Ibn Najar, Ibn Mu'adalah Ibn Adnan. la termasuk salah
seorang sahabat yang masyhur.[1]
Ia meriwayatkan hadits dari
Rasulullah, SAW. Sebanyak 250 hadits.Diriwayatkan oleh Al-Bukhari sebanyak 5
hadits, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim sebanyak tiga hadits.Hadits-haditsnya
banyak diriwayatkan pengarang Kitab Sunan yang enam.Dia tinggal di Mesir dan
meninggal di sana pada tahun 81 atau 86 H. la termasuk sahabat paling akhir yang
meninggal di Syam dan hadits-haditsnya banyak dikenal orang-orang Syam.
4.
Penjelasan
Hadits
Hadits ini menerangkan tiga perilaku
penting yang mendapatkan jaminan surga dari Rasullullah bagi mereka yang
memilikinya.Tentu saja, ketiga perilaku ini harus di iringi berbagai kewajiban
lainnya yang telah ditentukan dalam agama Islam. Ketiga perilaku tersebut
adalah[2]:
a.
Orang
yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar
Berdebat atau berbantah-bantahan
adalah suatu pernyataan dengan maksud untuk menjadikan orang lain memahami
suatu pendapat atau mengurangi kewibawaan lawan debat dengan cara mencela
ucapannya sekalipun orang yang mendebatnya itu tidak tahu persis permasalahan,
karena kebodohannya. Danyang lebih ditonjolkan dalam berdebat adalah keegoannya
sendiri sehingga ia berusaha mengalahkan lawan. debatnya dengan berbagai cara.[3]
Sebenamya, tidak semua bentuk
perdebatan dilarang dalam Islam apalagi kalau berdebat dalam mempertahankan
aqidah.Hanya saja, perdebatan seringkali membuat orang lupa diri, terutama
kalau perdebataninya dilandasi oleh keegoan masin-masing, bukan didasarkan pada
keinginan untuk mencari kebenaran.
Tidak sedikit orang yang memiliki ego
sangat tinggi dan tidak mau dikalahkan oleh orang lain ketika berdebat walaupun
dalam hatinya ia merasa kalah. Tipe orang seperti itu, biasanya selalu berusaha
untuk mempertahankan idenya dengan cara apapun. Kalaupun dilayani, yang teriadi
bukan lagi adu mulut melainkan adu fisik.Oleh karena itu, perdebatan hendaknya
dihindari karena berbahaya dan dianggap salah satu perbuatan sesat. Rasulullah
SAW. Bersabda:[4]
ما ضل قوم بعد أن هداهم الله
إلا أوتواالجدل.(رواه الترمذى عن أبى أمامة)
Artinya:
"Tidaklah sesat suatu kaum setelah
mendapat petunjuk Allah, Kecuali kaum mendatangkan perdebatan.”(H.R. At-Tirmidzi, dari Abu Umamah)
Adapun dalam
menghadapi orang yang selalu ingin menang dalam setiap perdebatan, Nabi
menganjurkan umatnya untuk meninggalkannya, dan membiarkannya beranggapan bahwa
dia menang dalam perdebatan tersebut.Dengan berperilaku seperti itu, bukan
berarti kalah dalam perdebatan tersebut, melainkan menang di sisi Allah dan mendapat
pahala yang besar, sebagaimana Nabi menyatakan bahwa dijaminkan surga baginya.
Akan tetapi,
dalam hal-hal tertentu, seperti ketika berdebat dengan orang-orang kafir
tentang aqidah, kita harus mempertahankan pendapat kita dengan menggunakan
berbagai cara supaya mereka menyadari bahwa aqidah kita memang benar dan mereka
salah. Kalau mereka tidak mengerti juga, serahkanlah kepada Allah agar mereka
diberi petunjuk.tetapi harus tetap berusaha untuk tidak mengalah dan menuruti
pendapat mereka. Berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat
121:[5]
wur(#qè=à2ù's?$£JÏBóOs9Ìx.õãÞOó$#«!$#Ïmøn=tã¼çm¯RÎ)ur×,ó¡Ïÿs93¨bÎ)urúüÏÜ»u¤±9$#tbqãmqãs9#n<Î)óOÎgͬ!$uÏ9÷rr&öNä.qä9Ï»yfãÏ9(÷bÎ)uröNèdqßJçG÷èsÛr&öNä3¯RÎ)tbqä.Îô³çRmQÇÊËÊÈ
121.
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya[501]. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah
suatu kefasikan.Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar
mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.
[501]
Yaitu dengan menyebut nama selain Allah.
Dengan demikian, kapan seseorang harus
meninggalkan suatu perdebatan dan kapan dia harus mempertahankannya sangat
bergantung pada kondisi.Akan tetapi, hadits di atas menekankan kemaslahatan
bagi semuanya.Janganlah karena sama-sama bersikeras mempertahankan pendapat dan
masing-masing merasa paling benar sehingga saling menghina dan melecehkan,
bahkan tidak menutup kemungkinan berlanjut pada timbulnya keributan atau
perkelahian.
Dalam berdebat hendaklah mengetahui
dengan jelas motivasi dan atau tujuannya.Kalau sama-sama mencari kebenaran,
diyakini bahwa mereka yang berdebat tidak akan mempertahankan pendapatnya yang
salah, dan tidak saling menjatuhkan satu dengan yang lain. Namunmeninggalkan
perdebatan adalah paling utama dan pelakunya akan diberi pahala oleh Allah SWT.
dengan menempatkannya di surga.
b.
Orang
yang tidak berdusta meskipun bergurau
Berdusta adalah menyatakan sesuatu
yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Dusta sangat dilarang dalam
islam. Karena selain merugikan orang lain juga merugikan diri sendiri.
Sebaliknya islam juga sangat menghargai orang yang jujur meskipun bercanda
karena telah dijelaskan dalam suatu hadis bahwa telah dijamin oleh Rasulullah SAW.
Satu tempat di tengah surga.
Kejujuran juga harus selalu dipegang
teguh oleh para ahli ilmu jika ia menghadapi sesuatu yang belum ia ketahui maka
secara jujur ia harus mengatakan bahwa tidak tahu.Pada zaman dahulu banyak
ilmuwan salaf menulis kalimat wallahu a’lam(Allah lebih Mengetahui).Pernyataan seperti
itu adalah kejujuran yang sangat tinggi dari seorang ilmuwan tentang kebodohan
dirinya dan kemaha tahuan Allah SWT.
c.
Orang
yang baik budi pekertinya
Salah satu risalah Rasulullah
SAW.Adalah menyempurnakan akhlak manusia. Rasulullah menjamin bahwa barang
siapa yang memiliki ketiga sifat tersebut akan mendapatkan surga, masing-masing
dalam tingkatan yang berbeda.
B.
Anjuran
Untuk Jujur dan Peringatan dari Dusta
1.
Hadits ke :2
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه
قال : قال رسول الله صلى الله عليهوسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ
الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا
يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ
صِدِيْقاً وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ
وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ
وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً ( رواه مسلم(
2.
Terjemah:
“Abdullah
bin Mas’ud berkata: “Bersabda Rasulullah : Kalian harus jujur karena sesungguhnya
jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada
jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di
sisi Allah sebagai orang yang jujur.Dan jauhilah oleh kalian dusta karena
sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu
menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk
berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta”
(HR Muslim) Shohih Muslim hadits no
: 6586
3.
Perowi Hadits
Dia adalah Abu Abdurrahman Abdullah
bin Mas’ud salah seorang Assabiqun Al-awalaun (golongan yang pertama-tama masuk
Islam), termasuk kalangan sahabat utama dan ahli fiqih, hafal dari Rasulullah
saw 70 surat. Meninggal di Madinah tahun 32 H dalam usia 60 tahun.[6]
4.
Penjelasan
Hadits
Dalam hadits ini mengandung isyarat
bahwa siapa yang berusaha untuk jujur dalam perkataan maka akan menjadi
karakternya dan barangsiapa sengaja berdusta
dan berusaha untuk dusta maka dusta menjadi karakterya. Dengan latihan
dan upaya untuk memperolehakan berlanjut pada sifat-sifat baik atau buruk. Hadits
diatas menunjukkan agungnya perkara kejujuran dimana ujung-ujungnya akan
membawa orang yang jujur ke Jannah serta menunjukan akan besarnya keburukan
dusta dimana ujung-ujungnya membawa orang yang dusta ke Neraka.[7]
5. Faedah Yang Bisa Diambil dari Hadits[8]
a.
Kejujuran termasuk akhlak terpuji
yang dianjurkan oleh Islam.
b.
Diantara petunjuk Islam hendaknya
perkataan orang sesuai dengan isi hatinya.
c.
Jujur merupakan sebaik-baik sarana
keselamatan di dunia dan akhirat.
d.
Seorang mukmin yang bersifat jujur
dicintai di sisi Allah Ta’ala dan di sisi manusia.
e.
Membimbing rekan lain bahwa jujur
itu jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
f.
Menjawab secara jujur ketika
ditanya pengajar tentang penyebab kurangnya melaksanakan kewajiban.
g.
Dusta merupakan sifat buruk yang
dilarang Islam.
h.
Wajib menasihati orang yang
mempunyai sifat dusta.
i.
Dusta merupakan jalan yang
menyampaikan ke neraka.
C.
KESOPANAN
DI JALAN
Ini adalah fenomena yang terjadi pada saat ini dimana
nongkrong disamping jalan adalah hal yang lumrah tetapi kadang terjadi sesuatu
yang tidak seharusnya dilakukan seperti mengganggu orang yang lewat, bahkan
membahayakannya.Nongkrong dijalnan menjadi hobi dan hal yang menyenangkan
khususnya diperkotaan dimana makin sempitnya lahan buat berekreasi sehingga
tidak ada pilihan selain memanfaatkan jalanan sebagai penggantinya.[9]
1.
Hadits
عَنْ أَبِى
سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ الله ُعَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوْا :
مَالَنَابُدٌّ إِنَّمَاهِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا قَالَ :
فَإِذَاأَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوْاالطَّرِيْقَ حَقَّهَا قَالُوْا
: وَمَاحَقُّ الطَّرِيْقِ ؟ قَالَ : غَضُّ اْلبَصَرِوَكَفُّ اْلاَذَى وَرَدُّ السَّلاَم
ِوَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ. (رواه البخاري ومسلم وأبوداود)
2.
Terjemah;
"Dari Abu Said Al-Khudry r.a,.
Rasulullah SAW.Bersabda "Kamu semua harus menghindari duduk diatas jalan
(pinggir jalan)." mereka berkata "Mengapa tidak boleh padahal itu
adalah tempat duduk kami untuk mengobrol.Nabi bersabda, "Jika tidak
mengindahkan larangan tersebut karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah
hak jalan." mereka bertanya, "Apakah hak jalan itu?" Nabi
bersabda, "Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti,
menjawab salam, memerintah pada kebaikan dan melarang kemungkaran.".[10]
(H.R. bukhari, Muslim, dan Abu Daud).
3.
Tinjauan
Bahasa;[11]
الطُّرُقَاتُ Jama dari الطُّرُقُ yang juga merupakan jama’ yang berarti jalan.
|
:
|
الطُّرُقٌ
|
Memejamkan, menundukkan, menahan pandangan mata.
|
:
|
غَضُّ
|
Mencegah, menjauhkan dari
|
:
|
كَفٌّ
|
Bahaya, sesuatu yang membahayakan atau merugikan.
|
:
|
َاْلاَذَى
|
4.
Penjelasan
Hadits
Dalam hadits diatas terdapat larangan
duduk di jalan atau pinggir jalan selama masih ada tempat lain yang bisa kita
gunakan untuk mengobrol, dan jika terpaksa duduk disamping jalan maka usahakan
harus sopan tidak mengganggu orang lewat dan mengajak kepada kebaikan. Fenomena
seperti saat ini dimana lahan semakin sempit duduk dijalan boleh saja tetapi
harus ada aturan atau undang-undang sehingga keberadaan jalan itu sendiri
sebagai tempat lalu lalang pejalan dan kendaraan tidak terganggu oleh kegiatan
duduk dijalan.
Dalam hukum islam tidak melarang
cangkruk’an, tetapi ada hal – hal yang harus di patuhi, yaitu adap sopan santun
ketika kita duduk di pinggir jalan atau di warung. Pada salah satu riwayat di
katakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melarang sahabat untuk duduk – duduk di
pinggir jalan.Tetapi para sahabat menolak pernyataan Nabi tersebut.Akan tetapi
Nabi tidak menolak keinginan sahabat untuk duduk duduk – duduk di pinggir jalan
atau cangkruk’an.Berdasarkan hadis di atas ada 4 hal yang harus diperhatikan
agar cangkruk’an kita bermanfaat dan tidak menimbulkan kejelekan. 4 hal
tersebut adalah :[12]
a.
Menjaga
Pandangan Mata
Menjaga pandangan mata merupakan suatu
keharusan bagi orang muslim atau muslimat. Allah SWT berfirman dalam Surat
An-Nuur Ayat 30;
@è%úüÏZÏB÷sßJù=Ïj9(#qÒäótô`ÏBôMÏdÌ»|Áö/r&(#qÝàxÿøtsuróOßgy_rãèù4y7Ï9ºs4s1ør&öNçlm;3¨bÎ)©!$#7Î7yz$yJÎ/tbqãèoYóÁtÇÌÉÈ
30. Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalahlebih suci
bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".[13]
Hal itu memang sulit dihindari. Sudah
menjadi kebiasaan bagi orang – orang yang cangkruk’an akan melalukan pandangan
kepada orang – orang yang berjalan di depan mereka. Karena itu hendaklah
menjaga pandangan dengan syahwat.Juga jangan memandang dengan iri atau dengki
sehingga dapat menyakiti atau menyinggung perasaan orang yang berjalan.
b.
Tidak
Menyakiti
Apabila
Cangkruk’an di pinggir jalan dilarang untuk menyakiti orang yang lewat bak
dengan lisan maupun perbuatan.Dengan lisan contohnya melakukan penghinaan atau
membicarakan aib orang yang berjalan. Dengan perbuatan misalnya mengganggu
dengan melempar batu / benda lain, yang menyebabkan sakitnya orang lain.
c.
Menjawab
Salam
Menjawab
salam orang yang berjalan wajib hukumnya walaupun mengucapkan salam itu Sunnah.
Sudah menjadi tradisi bagi orang muslim atau muslimat untuk mengucapkan salam
bila bertemu saudara atau orang lain lalu mengucapkan salam dan kita wajib
menjawabnya.
d.
Memerintah
kepada kebaikan dan melarang kemunkaran
e.
Apabila
ada orang yang berjalan sedang mabuk atau melakukan perbuatan yang keji,
hendaknya kita mengingatklen mereka. Namun bila kita tak mampu, maka cukup
dengan mendoakan saja dalm hati.
[1].Prof. DR.H.
Rachmat Syafe'I. M.A, Al-Hadits
(Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Bandung: PT. Pustaka Setia, 2003
[3] Al-Ghazali, Op. Cit., hal :114
[4] Prof. DR.H. Rachmat Syafe'I. M.A, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan
Hukum), hal; 75. Bandung: PT. Pustaka Setia, 2003
[5] Prof. DR.H. Rachmat Syafe'I. M.A, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan
Hukum), hal; 76. Bandung: PT. Pustaka Setia, 2003
[10]Prof.
DR.H. Rachmat Syafe'I. M.A, Al-Hadits
(Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Hal; 221. Bandung: PT. Pustaka Setia,
2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar