Sabtu, 23 November 2013

HADITS TENTANG AKHLAK TERPUJI (KEJUJURAN DAN KESOPANAN DIJALAN)


HADITS TENTANG AKHLAK TERPUJI
(KEJUJURAN DAN KESOPANAN DIJALAN)
A.     HADITS TENTANG PENTINGNYA KEJUJURAN
1.   Hadits;
ؤعن ا بي ا ما مة البا هلي رضي الله عنه قال: قال رسؤل الله صلي اللهعليه ؤسلم : ا نا زعيم ببيت في ربض الجنة لمن ترك المرء ؤان كان محقا في ؤسط الجنة لمن ترك الكذب ؤان كانا ما زحا ؤ ببيت في اعلي الجنة لمن حسن خلقه(رؤاة ابؤداؤدباسنادصحيح
2.   Terjemah Hadits ;
“Abu Umamah Al-Bakhili r.a. Berkata bahwa Rosulullah SAW. Bersabda, “ Saya dapat menjamin suatu rumah dikebun surga untuk orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar. Dan menjamin suatu rumah di pertengahan surga bagi orang yang tidak berdusta meskipun bergurau.Dan menjamin satu rumah di bagian tertinggi dari surga bagi orang yang baik budi pekertinya.”
(H.R. Abu Dawud dengan sanad yang sahih)
3.   Biografi Perawi
Abu Umamah Al-Bakhily, nama lengkapnya adalah Abu Umamah Ash-Shady Al-Bakhily, Ibn Ajalan, Ibn Ribah, Ibn Ma'an Ibn Malik, Ibn Ashar, Ibn Sa'id, Ibn Qais Ailan Ibn Mudhar, Ibn Najar, Ibn Mu'adalah Ibn Adnan. la termasuk salah seorang sahabat yang masyhur.[1]
Ia meriwayatkan hadits dari Rasulullah, SAW. Sebanyak 250 hadits.Diriwayatkan oleh Al-Bukhari sebanyak 5 hadits, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim sebanyak tiga hadits.Hadits-haditsnya banyak diriwayatkan pengarang Kitab Sunan yang enam.Dia tinggal di Mesir dan meninggal di sana pada tahun 81 atau 86 H. la termasuk sahabat paling akhir yang meninggal di Syam dan hadits-haditsnya banyak dikenal orang-orang Syam.
4.   Penjelasan Hadits
Hadits ini menerangkan tiga perilaku penting yang mendapatkan jaminan surga dari Rasullullah bagi mereka yang memilikinya.Tentu saja, ketiga perilaku ini harus di iringi berbagai kewajiban lainnya yang telah ditentukan dalam agama Islam. Ketiga perilaku tersebut adalah[2]:
a.   Orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar
Berdebat atau berbantah-bantahan adalah suatu pernyataan dengan maksud untuk menjadikan orang lain memahami suatu pendapat atau mengurangi kewibawaan lawan debat dengan cara mencela ucapannya sekalipun orang yang mendebatnya itu tidak tahu persis permasalahan, karena kebodohannya. Danyang lebih ditonjolkan dalam berdebat adalah keegoannya sendiri sehingga ia berusaha mengalahkan lawan. debatnya dengan berbagai cara.[3]
Sebenamya, tidak semua bentuk perdebatan dilarang dalam Islam apalagi kalau berdebat dalam mempertahankan aqidah.Hanya saja, perdebatan seringkali membuat orang lupa diri, terutama kalau perdebataninya dilandasi oleh keegoan masin-masing, bukan didasarkan pada keinginan untuk mencari kebenaran.
Tidak sedikit orang yang memiliki ego sangat tinggi dan tidak mau dikalahkan oleh orang lain ketika berdebat walaupun dalam hatinya ia merasa kalah. Tipe orang seperti itu, biasanya selalu berusaha untuk mempertahankan idenya dengan cara apapun. Kalaupun dilayani, yang teriadi bukan lagi adu mulut melainkan adu fisik.Oleh karena itu, perdebatan hendaknya dihindari karena berbahaya dan dianggap salah satu perbuatan sesat. Rasulullah SAW. Bersabda:[4]
ما ضل قوم بعد أن هداهم الله إلا أوتواالجدل.(رواه الترمذى عن أبى أمامة)
Artinya:
"Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapat petunjuk Allah, Kecuali kaum mendatangkan perdebatan.”(H.R. At-Tirmidzi, dari Abu Umamah)
Adapun dalam menghadapi orang yang selalu ingin menang dalam setiap perdebatan, Nabi menganjurkan umatnya untuk meninggalkannya, dan membiarkannya beranggapan bahwa dia menang dalam perdebatan tersebut.Dengan berperilaku seperti itu, bukan berarti kalah dalam perdebatan tersebut, melainkan menang di sisi Allah dan mendapat pahala yang besar, sebagaimana Nabi menyatakan bahwa dijaminkan surga baginya.
Akan tetapi, dalam hal-hal tertentu, seperti ketika berdebat dengan orang-orang kafir tentang aqidah, kita harus mempertahankan pendapat kita dengan menggunakan berbagai cara supaya mereka menyadari bahwa aqidah kita memang benar dan mereka salah. Kalau mereka tidak mengerti juga, serahkanlah kepada Allah agar mereka diberi petunjuk.tetapi harus tetap berusaha untuk tidak mengalah dan menuruti pendapat mereka. Berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 121:[5]
Ÿwur(#qè=à2ù's?$£JÏBóOs9̍x.õãƒÞOó$#«!$#Ïmøn=tã¼çm¯RÎ)ur×,ó¡Ïÿs93¨bÎ)uršúüÏÜ»u¤±9$#tbqãmqãs9#n<Î)óOÎgͬ!$uÏ9÷rr&öNä.qä9Ï»yfãÏ9(÷bÎ)uröNèdqßJçG÷èsÛr&öNä3¯RÎ)tbqä.ÎŽô³çRmQÇÊËÊÈ
121. Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya[501]. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.
[501] Yaitu dengan menyebut nama selain Allah.
Dengan demikian, kapan seseorang harus meninggalkan suatu perdebatan dan kapan dia harus mempertahankannya sangat bergantung pada kondisi.Akan tetapi, hadits di atas menekankan kemaslahatan bagi semuanya.Janganlah karena sama-sama bersikeras mempertahankan pendapat dan masing-masing merasa paling benar sehingga saling menghina dan melecehkan, bahkan tidak menutup kemungkinan berlanjut pada timbulnya keributan atau perkelahian.
Dalam berdebat hendaklah mengetahui dengan jelas motivasi dan atau tujuannya.Kalau sama-sama mencari kebenaran, diyakini bahwa mereka yang berdebat tidak akan mempertahankan pendapatnya yang salah, dan tidak saling menjatuhkan satu dengan yang lain. Namunmeninggalkan perdebatan adalah paling utama dan pelakunya akan diberi pahala oleh Allah SWT. dengan menempatkannya di surga.
b.   Orang yang tidak berdusta meskipun bergurau
Berdusta adalah menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Dusta sangat dilarang dalam islam. Karena selain merugikan orang lain juga merugikan diri sendiri. Sebaliknya islam juga sangat menghargai orang yang jujur meskipun bercanda karena telah dijelaskan dalam suatu hadis bahwa telah dijamin oleh Rasulullah SAW. Satu tempat di tengah surga.
Kejujuran juga harus selalu dipegang teguh oleh para ahli ilmu jika ia menghadapi sesuatu yang belum ia ketahui maka secara jujur ia harus mengatakan bahwa tidak tahu.Pada zaman dahulu banyak ilmuwan salaf menulis kalimat wallahu a’lam(Allah lebih Mengetahui).Pernyataan seperti itu adalah kejujuran yang sangat tinggi dari seorang ilmuwan tentang kebodohan dirinya dan kemaha tahuan Allah SWT.
c.   Orang yang baik budi pekertinya
Salah satu risalah Rasulullah SAW.Adalah menyempurnakan akhlak manusia. Rasulullah menjamin bahwa barang siapa yang memiliki ketiga sifat tersebut akan mendapatkan surga, masing-masing dalam tingkatan yang berbeda.
B.     Anjuran Untuk Jujur dan Peringatan dari Dusta
1.   Hadits ke :
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليهوسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً (  رواه مسلم(  
2.   Terjemah:
“Abdullah bin Mas’ud berkata: “Bersabda Rasulullah : Kalian harus jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.Dan jauhilah oleh kalian dusta karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta”
(HR Muslim) Shohih Muslim hadits no : 6586

3.   Perowi Hadits
Dia adalah Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud salah seorang Assabiqun Al-awalaun (golongan yang pertama-tama masuk Islam), termasuk kalangan sahabat utama dan ahli fiqih, hafal dari Rasulullah saw 70 surat. Meninggal di Madinah tahun 32 H dalam usia 60 tahun.[6]
4.   Penjelasan Hadits
Dalam hadits ini mengandung isyarat bahwa siapa yang berusaha untuk jujur dalam perkataan maka akan menjadi karakternya dan barangsiapa sengaja berdusta  dan berusaha untuk dusta maka dusta menjadi karakterya. Dengan latihan dan upaya untuk memperolehakan berlanjut pada sifat-sifat baik atau buruk. Hadits diatas menunjukkan agungnya perkara kejujuran dimana ujung-ujungnya akan membawa orang yang jujur ke Jannah serta menunjukan akan besarnya keburukan dusta dimana ujung-ujungnya membawa orang yang dusta ke Neraka.[7]
5.   Faedah Yang Bisa Diambil dari Hadits[8]
a.   Kejujuran termasuk akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Islam.
b.   Diantara petunjuk Islam hendaknya perkataan orang sesuai dengan isi hatinya.
c.   Jujur merupakan sebaik-baik sarana keselamatan di dunia dan akhirat.
d.   Seorang mukmin yang bersifat jujur dicintai di sisi Allah Ta’ala dan di sisi manusia.
e.   Membimbing rekan lain bahwa jujur itu jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
f.    Menjawab secara jujur ketika ditanya pengajar tentang penyebab kurangnya melaksanakan kewajiban.
g.   Dusta merupakan sifat buruk yang dilarang Islam.
h.   Wajib menasihati orang yang mempunyai sifat dusta.
i.    Dusta merupakan jalan yang menyampaikan ke neraka.
C.     KESOPANAN DI JALAN
Ini adalah fenomena yang terjadi pada saat ini dimana nongkrong disamping jalan adalah hal yang lumrah tetapi kadang terjadi sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan seperti mengganggu orang yang lewat, bahkan membahayakannya.Nongkrong dijalnan menjadi hobi dan hal yang menyenangkan khususnya diperkotaan dimana makin sempitnya lahan buat berekreasi sehingga tidak ada pilihan selain memanfaatkan jalanan sebagai penggantinya.[9]
1.   Hadits
عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ الله ُعَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوْا : مَالَنَابُدٌّ إِنَّمَاهِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا قَالَ : فَإِذَاأَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوْاالطَّرِيْقَ حَقَّهَا قَالُوْا : وَمَاحَقُّ الطَّرِيْقِ ؟ قَالَ : غَضُّ اْلبَصَرِوَكَفُّ اْلاَذَى وَرَدُّ السَّلاَم ِوَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ. (رواه البخاري ومسلم وأبوداود)
2.   Terjemah;
"Dari Abu Said Al-Khudry r.a,. Rasulullah SAW.Bersabda "Kamu semua harus menghindari duduk diatas jalan (pinggir jalan)." mereka berkata "Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk kami untuk mengobrol.Nabi bersabda, "Jika tidak mengindahkan larangan tersebut karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan." mereka bertanya, "Apakah hak jalan itu?" Nabi bersabda, "Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintah pada kebaikan dan melarang kemungkaran.".[10]
(H.R. bukhari, Muslim, dan Abu Daud).
3.   Tinjauan Bahasa;[11]
الطُّرُقَاتُ Jama dari الطُّرُقُ yang juga merupakan jama’ yang berarti jalan.
:
الطُّرُقٌ
Memejamkan, menundukkan, menahan pandangan mata.
:
غَضُّ
Mencegah, menjauhkan dari
:
كَفٌّ
Bahaya, sesuatu yang membahayakan atau merugikan.
:
َاْلاَذَى
4.   Penjelasan Hadits
Dalam hadits diatas terdapat larangan duduk di jalan atau pinggir jalan selama masih ada tempat lain yang bisa kita gunakan untuk mengobrol, dan jika terpaksa duduk disamping jalan maka usahakan harus sopan tidak mengganggu orang lewat dan mengajak kepada kebaikan. Fenomena seperti saat ini dimana lahan semakin sempit duduk dijalan boleh saja tetapi harus ada aturan atau undang-undang sehingga keberadaan jalan itu sendiri sebagai tempat lalu lalang pejalan dan kendaraan tidak terganggu oleh kegiatan duduk dijalan.
Dalam hukum islam tidak melarang cangkruk’an, tetapi ada hal – hal yang harus di patuhi, yaitu adap sopan santun ketika kita duduk di pinggir jalan atau di warung. Pada salah satu riwayat di katakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melarang sahabat untuk duduk – duduk di pinggir jalan.Tetapi para sahabat menolak pernyataan Nabi tersebut.Akan tetapi Nabi tidak menolak keinginan sahabat untuk duduk duduk – duduk di pinggir jalan atau cangkruk’an.Berdasarkan hadis di atas ada 4 hal yang harus diperhatikan agar cangkruk’an kita bermanfaat dan tidak menimbulkan kejelekan. 4 hal tersebut adalah :[12]
a.   Menjaga Pandangan Mata
Menjaga pandangan mata merupakan suatu keharusan bagi orang muslim atau muslimat. Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nuur Ayat 30;
@è%šúüÏZÏB÷sßJù=Ïj9(#qÒäótƒô`ÏBôMÏd̍»|Áö/r&(#qÝàxÿøtsuróOßgy_rãèù4y7Ï9ºsŒ4s1ør&öNçlm;3¨bÎ)©!$#7ŽÎ7yz$yJÎ/tbqãèoYóÁtƒÇÌÉÈ
30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalahlebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".[13]
Hal itu memang sulit dihindari. Sudah menjadi kebiasaan bagi orang – orang yang cangkruk’an akan melalukan pandangan kepada orang – orang yang berjalan di depan mereka. Karena itu hendaklah menjaga pandangan dengan syahwat.Juga jangan memandang dengan iri atau dengki sehingga dapat menyakiti atau menyinggung perasaan orang yang berjalan.
b.   Tidak Menyakiti
Apabila Cangkruk’an di pinggir jalan dilarang untuk menyakiti orang yang lewat bak dengan lisan maupun perbuatan.Dengan lisan contohnya melakukan penghinaan atau membicarakan aib orang yang berjalan. Dengan perbuatan misalnya mengganggu dengan melempar batu / benda lain, yang menyebabkan sakitnya orang lain.
c.   Menjawab Salam
Menjawab salam orang yang berjalan wajib hukumnya walaupun mengucapkan salam itu Sunnah. Sudah menjadi tradisi bagi orang muslim atau muslimat untuk mengucapkan salam bila bertemu saudara atau orang lain lalu mengucapkan salam dan kita wajib menjawabnya.
d.   Memerintah kepada kebaikan dan melarang kemunkaran
e.   Apabila ada orang yang berjalan sedang mabuk atau melakukan perbuatan yang keji, hendaknya kita mengingatklen mereka. Namun bila kita tak mampu, maka cukup dengan mendoakan saja dalm hati.


[1].Prof. DR.H. Rachmat Syafe'I. M.A,  Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Bandung: PT. Pustaka Setia, 2003
[3] Al-Ghazali, Op. Cit., hal :114
[4] Prof. DR.H. Rachmat Syafe'I. M.A,  Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), hal; 75. Bandung: PT. Pustaka Setia, 2003
[5] Prof. DR.H. Rachmat Syafe'I. M.A,  Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), hal; 76. Bandung: PT. Pustaka Setia, 2003
[10]Prof. DR.H. Rachmat Syafe'I. M.A,  Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Hal; 221. Bandung: PT. Pustaka Setia, 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar