Minggu, 30 September 2012

ULUMUL HADITS : PENGENALAN TAKHRIJUL HADITS DAN MUKHARRIJ


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
                  Allah telah memberikan kedudukan kepada Nabi Muhammad sebagai Rasulullah dengan fungsi antara lain: menjelaskan Al Qur’an, dipatuhi oleh orang-orang beriman, menjadi Uswatun Hasanah dan rahmat bagi seluruh alam. Dari pemahaman tersebut, maka untuk mengetahui hal-hal yang harus diteladani dan yang tidak harus diteladani dari diri Nabi diperlukan sebuah penelitian. Dengan demikian, dapat diketahui hadits Nabi yang berkaitan dengan ajaran Agama Islam, praktek Nabi dalam mengaplikasikan petunjuk Al-Qur’an sesuai dengan tingkat budaya masyarakat yang sedang dihadapi oleh Nabi dan sebagainya.
                  Hadits adalah sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Hadits sampai kepada kita dimulai dari para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in dan generasi seterusnya. Di zaman Rasulallah  hadits tidak dibukukan karena takut akan tercampur baur dengan Al-Qur’an. Akan tetapi mengingat perkembangan zaman, dan ditakutkan akan muncul hadits-hadits palsu ditambah lagi dengan sudah mulai berkurangnya para muhaddits, maka para ulama terdahulu telah menyusun kitab hadits yang mereka susun dengan berbagai syarat untuk meloloskan hadits tersebut dikitab karangan mereka.
                  Diantara mereka yang terkenal adalah Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa’i,  Ibnu Majah, Bukhari, Muslim, Baihaqi, dan sebagainya. Disini kami selaku pemakalah akan mencoba membahas mengenai materi Pengenalan Takhrijul Hadits dan Mukharrij. Namun dalam pembahasan ini penulis lebih mengarah kepada pengenalan takhrijul hadits.

B.    PEMBATASAN MASALAH
Setelah memperhatikan latar belakang permasalahan di atas agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis dapat memberikan batasan-batasan pada:
1.      Pengertian Takhrijul Hadits dan Mukharrij.
2.      Sejarah munculnya Takhrijul hadits dan pengenalan karya-karya Mukharrij.
3.      Tujuan dan kegunaan serta manfaat mempelajari Takhrijul hadits.
4.      Metode Pengtakhrijan Hadits dan Kitab-kitab yang diperlukan dalam pentakhrijan hadits.

C.   RUMUSAN MASALAH
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini yaitu:
1.      Apa itu Takhrijul Hadits dan Mukharrij?
2.      Bagaimana Sejarah munculnya Takhrijul hadits dan apa saja karya-karya Mukharrij?
3.      Apa tujuan, kegunaan dan manfaat mempelajari Takhrijul hadits?
4.      Bagaimana metode pentakhrijan hadits dan apa saja kitab-kitab yang diperlukan dalam pentakhrijan hadits?

D.   TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Memperkenalkan Takhrijul Hadits dan definisinya.
2.      Memperkenalkan Mukharrij Hadits dan Karya-karyanya.

E.    MANFAAT PENULISAN

                  Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan wawasan pengetahuan kepada semua pihak, khususnya kepada yang membaca terutama para Mahasiswa. Manfaat lain dari penulisan ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan bisa dijadikan acuan bagi kita agar tidak terjerumus dalam pemalsuan-pemalsuan hadits. Khususnya bagi para Mahasiswa STAI Miftahul Huda.

F.    METODE PENGUMPULAN DATA
                 
                  Dalam penulisan makalah ini, penulis memperoleh data-data tersebut dari berbagai sumber. Yaitu dari buku-buku Ulumul hadits dan ada juga yang diperoleh dari Browsing melalui Bloging dan Situs Internet.
BAB II
PENGENALAN TAKHRIJUL HADITS DAN MUKHARRIJ

A.    PENGERTIAN TAKHRIJUL HADITS DAN MUKHARRIJ
1.    Pengertian Takhrijul Hadits
Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna, Pertama;
a.       Menurut Mahmud Ath-Thahhan, Takhr yang berarti “Berkumpulnya dua hal yang bertentangan dalam satu persoalan”.[1]
b.      Menurut Muhammad Ahmad dan Mudzakir (2004) yaitu Takhrijan yang berarti mengeluarkan sesuatu dari tempat.
c.       Menurut ahli Hadits takhrij memiliki tiga macam pengertian, yaitu;
1.    Usaha mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. Usaha semacam ini dinamakan istikhraj.
2.    Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya.
3.    Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.

            Yang paling mendekati takhrij yaitu berasal dari kata kharaja (خَرَجَ) yang artinya  nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (اْلِإخْرَج) yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj (رَجالمَخْ) yang berarti tempat keluar; dan akhrajal-hadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.
            Dari sudut pendekatan bahasa, takhrij juga memiliki beberapa arti yaitu; Pertama;  Al-Istinbath yang berarti mengeluarkan dari sumbernya. Yang kedua;  At-Tadrib(latihan), sedangkan Yang Ketiga;  At-Taujih yang berarti pengarahan, menjelaskan duduk persoalan.[2]
            Pengertian Takhrijul Hadits secara Terminologis menurut Para ulama Hadits mengemukakan beberapa definisi dari takhrij yaitu;
v  Takhrij sama dengan Al-Ikhraj yaitu Ibraz Al-Hadits li an-nas bi Dzikri Mahrajih (mengungkapkan atau mengeluarkan hadits kepada orang lain dengan  menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkayan sanadnya sebagai yang mengeluarkan hadits).
v  Takhrij berarti Ad-Dalalah ala Mashadir Al-Hadits Al-Ashliyah Wa Azzuhu ilaihi (Petunjuk yang menjelaskan kepada sumber-sumber asal hadits).
Berdasarkan definisi tersebut maka men-Takhrij berarti melakukan dua hal, yaitu;
Ø  Pertama; Berusaha menemukan para penulis hadits itu dengan serangkaian silsilah sanadnya, dan menunjukannya karya-karya mereka.
Ø  Kedua; Memberikan penilaian kualitas hadits apakah hadits itu shahih atau tidak.penilaian tersebut dilakukan apabila diperlukan. Sebab dengan diketahui darimana hadits itu diperoleh sepintas dapat dilihat sejauh mana kualitasnya.[3]
            Jadi Takhrij menurut istilah yaitu menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.
2.    Pengertian Mukharrij Atau Mudawwin
            Kata Mukharrij merupakan bentuk Isim Fa’il (bentuk pelaku) dari kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa diartikan; menampakkan, mengeluarkan dan menarik. Sedangkan menurut istilah mukharrij ialah orang yang mengeluarkan, menyampaikan atau menuliskan kedalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (gurunya). Kaitannya dengan hadits, mukharrij adalah orang yang telah menukil atau mencatat atau juga pengumpul hadits pada kitabnya, seperti kitab al-Bukhari. Mudawwin itu pun termasuk di dalam golongan rawi sebab ikut meriwayatkan hadits.
            Pekerjaan seorang Mudawwin atau Mukharrij hadits itu dinamakan tadwiin atau takhriij. Oleh itu apabila dikatakan mentadwiin atau mentakhriij itu artinya ialah mencatat serta mengumpul dan mengeluarkan berbagai hadits. Memindahkan hadits dari seorang guru kepada orang lain lalu membukukannya dalam kitab disebut mukharrij. Oleh sebab itu, semua perawi hadis yang membukukan hadis yang diriwayatkannya disebut mukharrij seperti para penyusun al-kutub al-tis’ah (kitab sembilan). Contoh:
رواه البخارى Hadis Riwayat Bukhari (HR. Bukhari) =
            Seperti pada contoh hadis yang pertama, pada bagian paling akhir hadits tersebut disebutkan nama Al-Bukhari (رواه البخاري) yang menunjukkan bahwa beliaulah yang telah mengeluarkan hadits tersebut dan termaktub dalam kitabnya yaitu Shahih Al-Bukhari. Yang merupakan kumpulan catatan hadits yang dibukukan oleh seorang Mudawwin itu belum tentu hadis sahih atau hasan, tetapi bercampur dengan hadits daif dan adakalanya hadits yang maudhu’.  Yaitu hadits yang dibuat-buat sendiri oleh tangan manusia yang kotor dan berjiwa jahat.
            Mengapa kitab hadits yang terbaik isinya? sebab hanya memuatkan hadits-hadtis shahih saja hanyalah ada dua yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Selain dari keduanya itu belum dapat dijamin kebenarannya secara keseluruhan, sebab selain dari pada dua kitab ini pasti ada hadits da’if atau yang lemah, adakala sedikit dan adakala banyak. Setiap orang yang bergelut dalam bidang hadits dapat digolongkan menjadi beberapa
tingkatan antara lain sebagai berikut:
*      Al-Talib; adalah orang yang sedang belajar hadits.
*      Al-Muhadditsun; adalah orang yang mendalami dan menganalisis hadits dari segi riwayah dan dirayah.
*      Al-Hafidz; adalah orang yang hafal minimal 100.000 hadits.
*      Al-Hujjah; adalah orang yang hafal minimal 300.000 hadits.
*      Al-hakim; adalah orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan dengan hadits secara keseluruhan baik limu maupun musthalahul-hadits.
*      Amirul-Mu’minin fi al-hadits; ini adalah tingkatan yang paling tinggi.
            Menurut syeikh Fathuddin bin Sayyid Al-Naas, Al-muhaddits pada zaman sekarang adalah orang yang bergelut atau sibuk mempelajari hadits baik riwayah maupun dirayah, mengkombinasikan perawinya dengan mempelajari para perawi yuang semasa dengan perawi lain sampai mendalam. Sehingga ia mampu mengetahui guru dan gurunya guru perawi sampai seterusnya.

B.    SEJARAH MUNCULNYA TAKHRIJUL HADITS DAN PENGENALAN KARYA-KARYA MUKHARRIJ
1.    Sejarah Munculnya Takhrijul Hadits
            Sejarah munculnya Pen-Takhrij-an pada masa Ulama Mutaakhirin. Sebelumnya hal ini tidak pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan ulama Mutaqaddimin menurut Al-Iraqi, dalam mengutip hadits-haditsnya tidak pernah membicarakan dan menjelaskan dari mana hadits itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas hadits-hadits tersebut, sampai datang An-Nawawi yang melakukan hal itu.
            Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud Ath Thahhan ialah Al-Khatib Al-Baghdadi(463H). kemudian dilakukan pula oleh Muhammad bin Musa Al-Hazimi(W.584H). dengan karyanya Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzab. Ia mentakhrij kitab Fiqih Syafi’iyah karya Abu Al-Isha Asy Syirazi.
Selain itu, terdapat pula alasan lain diadakannya ilmu Takhrij Hadits dari sudut pandang yang berbeda, di antaranya:
a.    Politik
                  Pergolakan politik yang terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang jamal dan perang siffin, yaitu pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Yang mengakibatkan terpecah belahnya umat islam menjadi beberapa golongan.
Terpecah belahnya umat islam menjadi beberapa golongan itu didorong akan adanya keperluan dan kepentingan golongan masing-masing. Mereka mendatangkan keterangan dan hujjah, untuk mendukungnya dengan beberapa cara, yaitu;
Ø  Mereka mencari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan Hujjah.
Ø  Apabila mereka tidak menemukannya, mereka menakwilkan ayat Al-Qur’an dan menafsiri hadits-hadits sesuai dengan golongannya.
Ø  Langkah terakhir, apabila mereka tidak mendapatkan dari kedua sumber tersebut. Maka mereka memalsukan hadits-hadits. Yang pertama mereka palsukan adalah hadist yang mengenai orang-orang yang mereka agung-agungkan.
                  Yang melakukan pekerjaan sesat ini adalah golongan Syi’ah. Sebagaimana di akui oleh Ibnu Ali Al-Hadid, seorang ulama Syi’ah. Tindakan tersebut ditandingi oleh golongan Jama’ah, yang memalsukan hadits-hadits yang dibuat oleh golongan Syi’ah. Jadi dapat diketahui asal mula perkembangan hadits palsu adalah kota Baghdad. Sehingga tidak aneh kalau Imam Malik menamakan bahwa Baghdad pabrik hadits-hadits palsu.
Dari kejadian tersebut cukup memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadits yaitu;
v  Dari segi positif ialah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kondifikasi hadits, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.
v  Dari segi Negatif ialah dengan munculnya hadits-hadits palsu(Maudlu’) untuk mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawannya.

b.    Ekonomi
                  Dalam masalah ekonomi hadits pun banyak direkayasa dalam proses perdagangan atau pun perekonomian secara keseluruhan. Ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Dengan begitu secara tidak langsung mereka telah menzhalimi para pembeli atau konsumen.
Moral hazard atau perilaku jahat dalam ekonomi adalah tindakan pelaku ekonomi yang menimbulkan kemudhlaratan baik untuk diri sendiri ataupun orang lain. Untuk itu perlu mempelajari prinsip-prinsip dari transaksi yang islami, yang dihalalkan maupun yang diharamkan.
c.    Sosial
                  Dampak sosial yang terajadi dengan beredarnya hadits-hadits palsu, menyebabkan terjadinya banyak pertentangan dikalangan umat yang akhirnya memicu konflik bahkan sampai menimbulkan peperangan.
Selain itu, dengan beredarnya hadits-hadits palsu memberikan peluang kepada kaum yang lebih kuat untuk bertindak semena-mena terhadap kaum yang lemah. Oleh karena itu, dirancanglah suatu ilmu untuk menyeleksi hadits-hadits yang beredar pada waktu itu, yang bertujuan untuk meminimalisirkan dampak dari beredarnya hadits palsu(Maudhlu’).

2.    Pengenalan Karya-Karya Mukharrij
            Adapun  karya-karya  Mukharijul hadits bermacam-macam,  tapi dalam pembahasan ini kami ambil contoh Al-Kutub As-Sittah yang meliputi:
a.    Shohih Bukhari-Karya Imam Bukhori (194-256 H).
b.    Shohih Muslim-Karya Imam Muslim (204-261 H = 820-875 M).
c.    Sunan Abu Dawud-karya Imam Adu Dawud (202-275 H = 817-889 M).
d.    Jami’u At-Turmudzi atau Sunan at-Turmudzi-karya Imam Tirmidzi (209-279 H = 824-892 M).
e.    Sunan an-Nasa’i (215-303 H).
f.     Sunan Ibnu Majah (207-273 H = 824-887 M).
            Adapun  istilah Al-Muwaththa’ pada kitab Imam Malik ini adalah karena kitab tersebut telah diajukan Imam Malik kepada 70 Ahli Fiqih di Madinah dan ternyata mereka seluruhnya menyetujui dan menyepakatinya. Al-Muwaththa’ berarti memudahkan dan membetulkan, maksudnya adalah Al-Muwaththa’ itu memudahkan bagi penelusuran hadits dan membetulkan atas berbagai kesalahan yang terjadi, baik pada sisi sanad maupun pada sisi matan.
            Menurut Ibn Al-Hibah, hadits yang diriwayatkan Imam Malik berjumlah 100.000 hadits, kemudin hadits-hadits tersebut beliau seleksi dengan merujuk kesesuaian dengan Al-Quran dan Sunnah sehingga tinggal 10.000 hadits. Dari jumlah itu beliau lakukan seleksi kembali sehingga akhirnya yang dianggap Mu’tamad  berjumlah 500 hadits.

C.   TUJUAN DAN KEGUNAAN TAKHRIJUL HADITS
                  Tujuan pokok men-takhrij hadits adalah untuk mengetahui sumber asal hadits yang di-takhrij dan juga untuk mengetahui keadaan hadits tersebut yang berkaitan dengan maqbul dan mardud-nya.[4] Adapun beberapa manfaat atau kegunaan dari takhrijul hadits adalah;
1.      Dapat mengetahui keadaan hadits sebagaimana yang dikehendaki atau yang ingin dicapai pada tujuan pokoknya.
2.      Dapat mengetahui keadaan sanad hadits dan silsilahnya berapapun banyaknya, apakah sanad-sanad itu bersambung atau tidak.
3.      Dapat mengetahui pandangan para ulama terhadap ke-shahih-an suatu hadits.
4.      Dapat membedakan mana para pe-rawi yang ditinggalkan atau yang dipakai.
5.      Dapat menetapkan muttashil kepada hadits yang diriwayatkan dengan menggunakan adat at-tahamul wa al-ada’ (kata-kata yang dipakai dalam penerimaan dan periwayatan hadits) dengan an’anah (kata-kata ‘an/dari).
6.      Dapat memastikan idenditas para pe-rawi, baik dengan kun-yah(julukan), laqab (gelar), atau nasab (keturunan) dengan nama yang jelas.
7.      Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadits adalah hadits maqbul(dapat diterima). dll;

D.   MANFAAT MEMPELAJARI TAKHRIJUL HADITS
Manfaat yang dapat kita peroleh melalui Takhrij Hadits yaitu;
            1.      Mengetahui sumber hadits berdasarkan kitab utama.
            2.      Mengetahui jalur riwayat suatu hadits. Hal ini diperlukan karena suatu hadits dapat diriwayatkan melalui beberapa jalur.
            3.      Mengetahui kualitas jalur lain yang lebih baik diantara banyak jalur riwayat hadits.
            4.      Menaikan kualitas suatu hadits yang da’if menjadi hasan atau shahih berdasarkan jalur lain yang lebih kuat kualitasnya.
            5.      Menjelaskan ungkapan yang samar dari redaksi suatu hadits baik pada rawi maupun matan hadits itu sendiri.
            6.      Menghilangkan adanya kesan penghilangan rangkaian perawi pada hadits yang diriwayatkan dengan menggunakan lafal ‘an.
            7.      Menjelaskan makna kata-kata asing pada suatu matan hadits.
            8.      Menjelaskan hadits yang terkadang diriwayatkan secara sepotong-sepotong.
            9.      Menjelaskan waktu dan tempat terjadinya suatu hadits; dll.

E.    METODE PENGTAKHRIJAN HADITS
                  Sebelum seseorang melakukan takhrij suatu hadits, terlebih dahulu ia harus mengetahui metode atau langkah-langkah dalam mentakhrij sehingga akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak ada hambatan. Dalam takhrij terdapat beberapa macam metode yaitu sebagai berikut;
1.    Metode Pertama; Takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits dari sahabat. Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits yaitu;
*      Al-Masaanid (musnad-musnad): Dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri. Selama kita telah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam kitab Al-Masaanid hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
*      Al-Ma’aajim (Mu’jam-Mu’jam): Susunan hadits yang di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama sahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
*      Kitab-kitab Al-Athraf : Kebanyakan kitab-kitab Al-Athraf disusun berdasarkan musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab Al-Athraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara lengkap.

2.    Metode Kedua; Takhrij dengan mengetahui permulaan lafadh dari hadits. Cara ini dapat dibantu dengan;
*      Kitab-kitab yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh banyak orang, misalnya: Ad-Durarul-Muntatsirah fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi;  Al-Laali Al-Mantsuurah fil-Ahaaditsl-Masyhurah karya Ibnu Hajar; Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin minal-Ahaaditsil-Musytahirah ‘alal-Alsinah karya As-Sakhawi; Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru ‘ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits karya Ibnu Ad-Dabi’ Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas ‘amma Isytahara minal-Ahaadits ‘ala Alsinatin-Naas karya Al-‘Ajluni.
*      Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya: Al-Jami’ush-Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi.
*      Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu, misalnya: Miftah Ash-Shahihain karya At-Tauqadi, Miftah At-Tartiibi li Ahaaditsi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari, Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi, Miftah Muwaththa’ Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi.

3.    Metode Ketiga; Takhrij dengan kata yaitu Takhrij dengan cara mengetahui kata yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits.
            Metode ini dapat dibantu dengan kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfaadzil-Hadits An-Nabawi, berisi sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab hadits, yaitu:
 Kutubus-Sittah, Muwatha’ Imam Malik, Musnad Ahmad, dan  Musnad Ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis, yaitu Dr. A.J. Wensinck (meninggal 1939 M), Seorang guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda. Dan yang ikut  dalam menyebarkan dan mengedarkan kitab ini adalah Muhammad Fuad Abdul-Baqi.

4.    Metode Keempat; Takhrij dengan cara mengetahui tema pembahasan.
            Jika telah diketahui tema dan objek pembahasan hadits, maka bisa dibantu pen-takhrijan-nya dengan karya-karya hadits yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak dibantu oleh kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama Dr. Arinjan Vensink. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadits yang terkenal, yaitu:


*                  Shahih Bukhari
*                  Shahih Muslim
*                  Sunan Abu Dawud
*                  Jami’ At-Tirmidzi
*                  Sunan An-Nasa’i
*                  Sunan Ibnu Majah
*                  Muwaththa’ Malik
*                  Musnad Ahmad
*                  Sunan Ad-Darimi
*                  Musnad Zaid bin ‘Ali
*                  Sirah Ibnu Hisyam
*                  Maghazi Al-Waqidi
*                  Thabaqat Ibnu Sa’ad


*                  Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi

5.    Metode Kelima; Takhrij dengan cara melalui pengamatan terhadap ciri-ciri tertentu pada matan atau sanad.
            Metode ini dilihat dari ciri-ciri tertentu dalam matan maupun sanad-nya (klasifikasi) maka akan ditemukan darimana hadits itu berasal. Ciri-ciri yang dimaksud adalah ciri-ciri maudhu’, ciri-ciri hadits qudsi, ciri-ciri dalam periwayatan dengan silsilah sanad tertentu, dll.

F.    KITAB-KITAB YANG DIPERLUKAN DALAM MENTAKHRIJ HADITS
                  Menurut  Ath-Thahhan, kitab yang paling baik adalah kitab karya Al-Zaila’i yang berjudul Nash bar Rayah li Ahadits al-Hidayah, yang didalam kitab itu dijelaskan cara men-takhrij hadits yaitu:

v  Disebutkannya nash hadits yang terdapat dalam kitab al-Hidayah (kitab yang di-takhrij-nya, karya al-Marginani).
v  Disebutkan siapa saja dari penyusun kitab-kitab hadits yang dinilai sebagai sumber utama dari hadits yang telah diriwayatkannya, dengan menyebutkan sanad-nya secara lengkap.
v  Disebutkan hadits-hadits yang memperkuat hadits dimaksud, disertai dengan menyebutkan pe-rawi-nya.
v  Jika terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, dikemukakannya hadits-hadits yang dapat dijadikan pegangan bagi pihak yang berselisih.
Dalam takhrij terdapat beberapa macam metode yang diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya. Yaitu sebagai berikut:
Ø  Disebutkannya nash hadits yang terdapat dalam kitab al-Hidayah (kitab yang di-takhrij-nya, karya Al-Marginani).
Ø  Disebutkan siapa saja dari penyusun kitab-kitab hadits yang dinilai sebagai sumber utama dari hadits yang telah diriwayatkannya, dengan menyebutkan sanad-nya secara lengkap.
Ø  Disebutkan hadits-hadits yang memperkuat hadits dimaksud, disertai dengan menyebutkan pe-rawi-nya.
Ø  Jika terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, dikemukakannya hadits-hadits yang dapat dijadikan pegangan bagi pihak yang berselisih.
                  Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar’i.
                  Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dhla’if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan “Kutub At-Takhrij”(buku-buku takhrij), yang diantaranya adalah:
*      Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi’I karya Abu Ishaq Asy-Syirazi.
*      Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
*      Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila’I (wafat 762 H).
*      Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila’I juga. (Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi).
*      Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi’ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi’I; karya Umar bin ‘Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
*      Al-Mughni ‘an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa’ minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-‘Iraqi (wafat tahun 806 H).
*      Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-‘Iraqi juga.
*      At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi’I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqalani (wafat 852 H).
*      Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
*      Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya ‘Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).
*      Miftahus Sahihain; Karya Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiyah.
*      Al-Jami’us Saghir; Karya imam Jalaludin Abdurrahman As-Suyuti.




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
                  Takhrij hadits adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab hadits sebagai sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya. Penelusuran dan pencarian hadis pada sumber aslinya ini memeliki beberapa urgensi yakni;
v  Secara metodologis pengutipan hadis pada sumber primer adalah suatu keharusan.
v  Syarat untuk penelitian sanad.
v  Menghindari kesalahan redaksi.
v  Menghindari kesalahan nilai hadis karena membangsakan kualitas hadis secara tidak benar. Seperti menempatkan hadis daif kepada hadis sahih atau sebaliknya.
                  Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadits itu berasal. Disamping itu, didalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadits.
                  Dengan demikian Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang berlaku. Sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman yaitu:
1) Takhrij melalui lafaz pertama matan hadis.
2) Takhrij berdasarkan tema hadis.
3) Takhrij berdasarkan perawi sahabat.
4) Takhrij berdasarkan status hadis.
5) Takhrij melalui kata-kata dalam matan hadis.
                  Mukharijul-Hadits adalah orang yang menyebutkan perawi hadits. Adapun karya Mukharijul hadits bermacam-macam, tapi dalam pembahasan ini kami ambil contoh Al-Kutub As-Sittah. yang meliputi:
1.    Shohih Bukhari (Karya Imam Bukhori (194-256 H)).
2.    Shohih Muslim (Karya Imam Muslim (204-261 H = 820-875 M)).
3.    Sunan Abu Dawud (Karya Imam Abu Dawud (202-275 H = 817-889 M)).
4.    Jami’u At-Turmudzi atau Sunan At-Turmudzi (Karya Imam Tirmidzi (209-279 H = 824-892 M)).
5.    Sunan an-Nasa’i (215-303 H)).
6.    Sunan Ibnu Majah (207-273 H = 824-887 M)).

B.    SARAN
                  Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat untuk penulis ataupun buat pembaca. Dan saran penulis jangan pernah berhenti untuk belajar dan berkarya. Tidak ada sesuatu di dunia ini yang sulit kecuali kita mau berusaha dan belajar. Tetap semangat dan jangan pernah menyerah. Masa depan Negri ini ada ditangan kita semua.



DAFTAR PUSTAKA
·         http://www.Tipskom.com
·         Muhammad Ahmad-M.Mudzakir,2004:131
·         Utang Ranuwijaya, 2001:111
·         Utang Ranuwijaya, 2001:114
·         Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadist, PT. Pustaka Rizki, Semarang: 2009.
·         Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadist, Bulan Bintang, Jakarta: 1991.
·         Solahudin, Agus, Ulumul Hadits, Bandung, Pustaka Setia: 2009.
·         Mohammad Nor Ichwan, ”Studi Ilmu Hadits”, Semarang: RASAIL Media Group,
·         Muhammad Ahmad, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2000),
·         Agus Solahudin, Ulumul hadits, (Bandung: Pustaka Setia. 2009).



[1] http://www.Tipskom.com
[2] Muhammad Ahmad-M.Mudzakir,2004:131.
[3] Utang Ranuwijaya, 2001:111.
[4] Utang Ranuwijaya, 2001:114

Trimz.. to bapak Drs. Lukman Hakim, M.Mpd.I
Selaku Dosen Pembimbing
Mohon Ma'af to sgala kekuranganNya....
to temen smw'y
Jelek2 Uga karya sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar