BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam ranah ilmu politik, kajian mengenai pemikiran politik bukanlah sesuatu hal yang baru.Ini dapat dilihat dari sejarah pemikiran politik yang ada, baik era klasik, pertengahan, maupun kontemporer. Tentu saja para pemikir juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh arus pemikiran pada zamannya. Wacana pembebasan belakangan ini menjadi sangat popular dikalangan generasi muda.Gejala ini merupakan tampilan dari realitas serupa di negara-negara berkembang.
Wacana ini terbit setelah modernisme dinilai tak mampu lagi merespon seluruh dimensi kehidupan manusia.Modernisme sebagai narasi besar (grand narrative) dianggap tak cukup tangguh lagi menjawab permasalahan yang muncul.mengenai problematika masyarakat dan pembebasan banyak melahirkan pemikir-pemikir Islam dengan latar belakang yang tak jauh berbeda. Mereka prihatin dengan kondisi kaum muslimin yang memiliki konsep ideologi (aqidah) sedemikian maju justru tidak berkembang dalam ideologi tersebut.
Semua umat Muslim percaya bahwa ajaran Islam adalah suatu norma ideal yang dapat diadaptasi oleh bangsa apa saja dan kapan saja. Ajaran Islam bersifat Universal dan tidak bertentangan dengan Rasio.Semua kaum Muslim harus selalu mampu membangun peradaban.Persoalannya, bagaimana semestinya mendekati dan mengkaji aspek-aspek peradaban, kesejarahan, politik, ekonomi dan sosial Islam yang dibangun atas universalitas itu?
Dari sekian banyak cendikiawan Muslim, dalam arti pemikir, yang memiliki komitmen cukup baik kepada Islam dan juga keahlian dalam ilmu-ilmu agama Islam, yang tetap berusaha mengembangkan pemikirannya untuk membangun peradaban yang didasarkan atas nilai-nilai universalitas Islam tersebut.Hassan Hanafi adalah salah satu diantara sekian pemikir atau cendikiawan tersebut yang berusaha mengambil inisiatif dengan memunculkan suatu gagasan tentang keharusan bagi Islam untuk mengembangkan wawasan kehidupan yang progresif dengan dimensi pembebasan.
Dengan gagasan tersebut, berarti Islam bukan sebagai institusi penyerahan diri yang membuat kaum Muslimin menjadi tidak berdaya dalam menghadapi kekuatan arus perkembangan masyarakat, tetapi Islam merupakan sebuah basis gerakan ideologis populistik yang mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia. Proyek besar itu dia tempuh dengan gayanya yang revolusioner dan menembus semua dimensi ajaran keagamaan Islam.
Melalui makalah ini, kami mencoba untuk menerangkan Sejarah, Gagasan, dan Pembaharuan Kiri Islam Hasan Hanafi.
B. Pembatasan Masalah
Melihat dari latar belakang masalah serta memahami pembahasannya maka penulis dapat memberikan batasan-batasan pada:
1. Riwayat hidup hasan hanafi
2. Buku-buku dan Karya-karya Hasan Hanafi.
3. Gagasan-gagasan Hasan Hanafi pada Kiri Islam.
C. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini yaitu:
1. Siapa itu Hasan Hanafi dan Bagaimana perjalanan hidupnya?
2. Apa saja karya-karya Hasan Hanafi dan Apa pengaruhnya pada Aliran Kiri Islam?
3. Apakah gagasan-gagasan atau ide-ide Hasan Hanafi dalam pemikiran Kiri Islam?
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejarah hidup dan karya-karya Hasan Hanafi pada Pemikiran Kiri Islam.
2. Mengetahui gagasan-gagasan atau ide-ide Hasan Hanafi dan apa pengaruhnya pada Islam pada masa sekarang.
3. Memberikan motivasi kepada seluruh umat muslim, bahwa segala sesuatu harus diperjuangka. Dan jangan pernah merasa puas dalam mendalami Agama islam
E. Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan wawasan pengetahuan kepada semua pihak, khususnya kepada yang membaca terutama para Mahasiswa. Manfaat lain dari penulisan ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi kita semua untuk bias menjadi Umat Muslim yang jauh lebih baik lebih terarah dan bisa membedakan mana Aliran-aliran agama yang benar dan mana Aliran-aliran agama Islam yang menyesatkan. Khususnya para Mahasiswa STAI Miftahul Huda. Karena tidak menutup kemungkinan banyak sekali diluar sana musuh-musuh Agama Islam yang bersiap-siap menyesatkan ataupun memurtadkan kita sebagai umat Islam.
F. Metode Pengumpulan Data
Data penulisan makalah ini di peroleh dengan metode pengumpulan-pengumpulan bahan atau data yang di ambil dari Buku-buku Studi Islam Ilmu Kalam yaitu dengan cara membaca dan menelaah tentang sejarah, gagasan dan pembaharuan pemikiran Hasan Hanafi. Selain itu Tim penulis juga memperoleh data dari Situs Internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup dan Kondisi Sosio-Kultural Mesir
Hassan Hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas Kairo. Ia di lahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 dari keluarga Musisi di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin, daerah perkampungan Al-Azhar. Kota ini merupakan tempat bertemunya para mahasiswa muslim dari seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas Al-Azhar. Meskipun lingkungan sosialnya dapat dikatakan tidak terlalu mendukung, tradisi keilmuan berkembang di sana sejak lama. Secara historis dan kultural, kota Mesir memang telah dipengaruhi peradaban-peradaban besar sejak masa Fir’aun, Romawi, Bizantium, Arab, Mamluk dan Turki, bahkan sampai dengan Eropa moderen. Hal ini menunjukkan bahwa Mesir, terutama kota Kairo, mempunyai arti penting bagi perkembangan awal tradisi keilmuan Hasan Hanafi.
Masa kecil Hasan Hanafi berhadapan dengan kenyataan-kenyataan hidup di bawah penjajahan dan dominasi pengaruh bangsa asing. Kenyataan itu membangkitkan sikap patriotik dan nasionalismenya, sehingga tidak heran meskipun masih berusia 13 tahun ia telah mendaftarkan diri untuk menjadi sukarelawan perang melawan Israel pada tahun 1948. la ditolak oleh Pemuda Muslimin karena dianggap usianya masih terlalu muda. Di samping itu ia juga dianggap bukan berasal dari kelompok Pemuda Muslimin. Ia kecewa dan segera menyadari bahwa di Mesir saat itu telah terjadi problem persatuan dan perpecahan. Kekecewaan ini menyebabkan ia memutuskan beralih konsentrasi untuk mendalami pemikiran-pemikiran keagamaan, Revolusi, dan perubahan sosial. Ini juga yang menyebabkan ia lebih tertarik pada pemikiran-pemikiran Sayyid Qutb, seperti tentang prinsip-prinsip Keadilan Sosial dalam Islam.
Sejak tahun 1952 sampai dengan 1956 Hasan Hanafi belajar di Universitas Kairo untuk mendalami bidang filsafat. Di dalam periode ini ia merasakan situasi yang paling buruk di Mesir. Pada tahun 1954 misalnya, terjadi pertentangan keras antara Ikhwan dengan gerakan Revolusi.Hasan Hanafi berada pada pihak Muhammad Najib yang berhadapan dengan Nasser, karena baginya Najib memiliki Komitmen dan Visi keislaman yang jelas. Kejadian-kejadian yang ia alami pada masa ini, terutama yang ia hadapi di kampus, membuatnya bangkit menjadi seorang pemikir, pembaharu, dan reformis.Keprihatinan yang muncul saat itu adalah mengapa umat Islam selalu dapat dikalahkan dan konflik internal terus terjadi.
Tahun-tahun berikutnya, Hasan Hanafi berkesempatan untuk belajar di Universitas Sorborne, Perancis, pada tahun 1956 sampai 1966. Di sini ia memperoleh lingkungan yang kondusif untuk mencari jawaban atas persoalan-persoalan mendasar yang sedang dihadapi oleh negerinya dan sekaligus merumuskan jawaban-jawabannya. Di Perancis inilah ia dilatih untuk berpikir secara metodologis melalui kuliah-kuliah maupun bacaan-bacaan atau karya-karya orientalis. Ia sempat belajar pada seorang reformis Katolik, Jean Gitton, Tentang metodologi berpikir, pembaharuan, dan sejarah filsafat. Ia belajar fenomenologi dari Paul Ricouer, analisis kesadaran dari Husserl, dan bimbingan penulisan tentang pembaharuan Ushul Fikih dari Profesor Masnion. Semangat Hasan Hanafi untuk mengembangkan tulisan-tulisannya tentang pembaharuan pemikiran Islam semakin tinggi sejak ia pulang dari Perancis pada tahun 1966. Akan tetapi, kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel tahun 1967 telah mengubah niatnya itu.la kemudian ikut serta dengan rakyat berjuang dan membangun kembali semangat nasionalisme mereka. Untuk menunjang perjuangannya itu, Hasan Hanafi juga mulai memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan Akademis yang telah is peroleh dengan memanfaatkan media massa sebagai corong perjuangannya. Ia menulis banyak artikel untuk menangggapi masalah-masalah aktual dan melacak faktor kelemahan umat Islam.
Di waktu-waktu luangnya, Hanafi mengajar di Universitas Kairo dan beberapa universitas di luar negeri.Ia sempat menjadi profesor tamu di Perancis (1969) dan Belgia (1970). Kemudian antara tahun 1971 sampai 1975 ia mengajar di Universitas Temple, Amerika Serikat. Kepergiannya ke Amerika, sesungguhnya berawal dari adanya keberatan pemerintah terhadap aktivitasnya di Mesir, sehingga ia diberikan dua pilihan apakah ia akan tetap meneruskan aktivitasnya itu atau pergi ke Amerika Serikat. Pada kenyataannya, aktivitasnya yang baru di Amerika memberinya kesempatan untuk banyak menulis tentang dialog antar Agama dengan Revolusi. Baru setelah kembali dari Amerika ia mulai menulis tentang pembaruan pemikiran Islam. la kemudian memulai penulisan buku Al-Turats wa al-Tajdid. Karyanya tersebut pada masa itu belum sempat ia selesaikan karena ia dihadapkan pada gerakan Anti-Pemerintah Anwar Sadat yang Pro-Barat dan “Berkolaborasi” dengan Israel. la terpaksa harus terlibat untuk membantu menjernihkan situasi melalui tulisan-tulisannya yang berlangsung antara tahun 1976 hingga 1981. Tulisan-tulisannya itulah yang kemudian tersusun menjadi buku Al Din wa AI- Tsaurah. Sementara itu, dari tahun 1980 sampai 1983 ia menjadi profesor tamu di Universitas Tokyo, tahun 1985 di Emirat Arab. Ia pun diminta untuk merancang berdirinya Universitas Fes ketika ia mengajar di sana pada tahun-tahun 1983-1984.
Maka, dari pengalaman hidup yang ia peroleh sejak masih remaja membuat ia memiliki perhatian yang begitu besar terhadap persoalan umat Islam. Karena itu, meskipun tidak sepenuhnya mengabdikan diri untuk sebuah pergerakan tertentu, tapi Hasan Hanafi banyak terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan pergerakan-pergerakan yang ada di Mesir. Sedangkan pengalamannya dalam bidang Akademis dan Intelektual, baik secara formal maupun In-formal, dan pertemuannya dengan para pemikir besar dunia semakin mempertajam Analisis dan pemikirannya sehingga mendorong hasratnya untuk terus menulis dan mengembangkan pemikiran-pemikiran baru untuk membantu menyelesaikan persoalan-persolan besar umat Islam.
B. Perkembangan Pemikiran dan Karya-Karya Hasan Hanafi
Pada awal tahun 1960-an pemikiran Hasan Hanafi dipengaruhi oleh faham-faham dominan yang berkembang di Mesir, yaitu Nasionalistik-Sosialistik-Populistik yang juga dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabisme.Akhirnya Hasan Hanafibelajar di Perancis.Di Perancis inilah, Hanafi lebih banyak lagi menekuni bidang-bidang filsafat dan ilmu sosial dalam kaitannya dengan hasrat dan usahanya untuk melakukan rekonstruksi pemikiran Islam. Untuk tujuan rekonstruksi itu, selama berada di Perancis ia mengadakan penelitian tentang metode Interpretasi sebagai upaya pembaharuan di bidang Ushul Fiqih (Teori Hukum Islam atauIslamic legal theory) dan tentang Fenomenologi sebagai metode untuk memahami agama dalam konteks realitas kontemporer. Penelitian itu sekaligus upayanya untuk meraih gelar doktor pada Universitas Sorbonne (Perancis), dan ia berhasil menulis Buku yang berjudul Essai sur la Methode d’ Exegese(Esai Tentang Metode Penafsiran). Karya setebal 900 halaman itu memperoleh penghargaan sebagai karya ilmiah terbaik di Mesir pada tahun 1961.Dalam karyanya itu jelas Hasan Hanafi berupaya menghadapkan Ilmu Ushul Fiqih pada mazhab filsafat fenomenologi Edmund Husserl.
Pada fase awal pemikirannya itu, tulisan-tulisan Hasan Hanafi masih bersifat Ilmiah Murni. Baru pada akhir tahun itu ia mulai berbicara tentang keharusan Islam untuk mengembangkan wawasan kehidupan yang progresif dan berdimensi pembebasan (Taharrur, Liberation.)Ia mensyaratkan fungsi pembebasan jika memang itu yang diinginkan Islam agar dapat membawa masyarakat pada kebebasan dan keadilan. Struktur yang populistik adalah manifestasi kehidupannya dan kebulatan kerangka pemikiran sebagai resep utamanya.Hanafi sampai pada kesimpulan bahwa Islam sebaiknya berfungsi orientatif bagi ideologi populistik yang ada.
Di awal periode 1970-an, ia banyak menulis artikel di berbagai media massa, seperti Al Katib, Al-Adab, Al-Fikr al-Mu’ashir, dan Mimbar Al-Islam. Pada tahun 1976, tulisan-tulisan itu diterbitkan sebagai sebuah buku dengan judul Qadhaya Mu’ashirat fi Fikrina al-Mu’ashir.Buku ini memberikan deskripsi tentang realitas dunia Arab saat itu, Analisis tentang tugas para pemikir dalam menanggapi problema umat, dan tentang pentingnya pembaruan pemikiran Islam untuk menghidupkan kembafi khazanah tradisional Islam. Kemudian, pada tahun 1977, kembali ia menerbitkan Qadhaya Mu `ashirat fi al Fikr al-Gharib.Buku kedua ini mendiskusikan pemikiran para sarjana Barat untuk melihat bagaimana mereka memahami persoalan masyarakatnya dan kemudian mengadakan pembaruan. Beberapa pemikir Barat yang ia singgung itu antara lain Spinoza, Voltaire, Kant, Hegel, Unamuno, Karl Jaspers, Karl Marx, Marx Weber, Edmund Husserl, dan Herbert Marcuse.
Kedua buku itu secara keseluruhan merangkum dua pokok pendekatan analisis yang berkaitan dengan sebab-sebab kekalahan umat Islam; memahami posisi umat lslam sendiri yang lemah, dan memahami posisi Barat yang superior. Untuk yang pertama penekanan diberikan pada upaya pemberdayaan umat, terutama dari segi pola pikirnya, dan bagi yang kedua ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana menekan superioritas Barat dalam segala aspek kehidupan. Kedua pendekatan inilah yang nantinya melahirkan dua pokok pemikiran baru yang tertuang dalam dua buah karyanya, yaitu Al-Turats wa al-Tajdid (Tradisi dan Pembaruan), dan Al-Istighrab (Oksidentalisme).
Pada periode ini, yaitu antara tahun-tahun 1971-1975, Hanafi juga menganalisis sebab-sebab ketegangan antara berbagai kelompok kepentingan di Mesir, terutama antara kekuatan Islam radikal dengan pemerintah. Pada saat yang sama situasi politik Mesir mengalami ketidakstabilan yang ditandai dengan beberapa peristiwa penting yang berkaitan dengan sikap Anwar Sadat yang pro-Barat dan memberikan kelonggaran pada Israel, hingga ia terbunuh pada Oktober 1981.
Keadaan itumembawa Hanafi pada pemikiran bahwa seorang ilmuan juga harus mempunyai tanggung jawab politik terhadap nasib bangsanya. Untuk itulah kemudian ia menulis Al-Din wa al-Tsaurah fi Mishr 1952-1981. Karya ini terdiri dari 8 jilid yang merupakan himpunan berbagai artikel yang ditulis antara tahun 1976 sampai 1981 dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1987. Karya itu berisi pembicaraan dan analisis tentang kebudayaan nasional dan hubungannya dengan agama, hubungan antara agama dengan perkembangan nasioanlisme, tentang gagasan mengenai gerakan “Kiri Keagamaan” yang membahas gerakan-gerakan keagamaan kontemporer, fundamentalisme Islam, serta “Kiri Islam dan Integritas Nasional”. Dalam analisisnya Hasan Hanafi menemukan bahwa salah satu penyebab utama konflik berkepanjangan di Mesir adalah tarik-menarik antara ideologi Islam dan Barat dan ideologi sosialisme.Ia juga memberikan bukti-bukti penyebab munculnya berbagai tragedi politik dan, terakhir, menganalisis penyebab munculnya radikalisme Islam.
Karya-karya lain yang ia tulis pada periode ini adalah Religious Dialogue and Revolution dan Dirasat al-Islamiyyah. Buku pertama berisi pikiran-pikiran yang ditulisnya antara tahun 1972-1976 ketika ia berada di Amerika Serikat, dan terbit pertama kali pada tahun 1977. Pada bagian pertama buku ini ia merekomendasikan metode Hermeneutika sebagai metode dialog antara Islam, Kristen, dan Yahudi. Sedangkan bagian kedua secara khusus membicarakan hubungan antara agama dengan Revolusi, dan lagi-lagi ia menawarkan fenomenologi sebagai metode untuk menyikapi dan menafsirkan realitas umat Islam.
Periode selanjutnya, tahun 1980-an sampai dengan awal 1990-an, dilatarbelakangi oleh kondisi politik yang relatif lebih stabil ketimbang masa-masa sebelumnya. Hasan Hanafi mulai menulis Al-Turats wa al-Tajdid yang terbit pertama kali tahun 1980. Buku ini merupakan landasan teoretis yang memuat dasar-dasar ide pembaharuan dan langkah-langkahnya. Kemudian, ia menulis Al- Yasar Al-lslamiy (Kiri Islam), sebuah tulisan yang lebih merupakan sebuah “manifesto politik” yang berbau ideologis.
Jika Kiri Islam baru merupakan pokok-pokok pikiran yang belum memberikan rincian dari program pembaruannya, buku Min Al-Aqidah ila Al-Tsaurah (5 jilid), yang ditulisnya selama hampir sepuluh tahun dan baru terbit pada tahun 1988. Buku ini memuat uraian terperinci tentang pokok-pokok pembaruan yang ia canangkan dan termuat dalam kedua karyanya yang terdahulu. Oleh karena itu, bukan tanpa alasan jika buku ini dikatakan sebagai karya Hasan Hanafi yang paling monumental.Salah satu kesimpulannya adalah bahwa pemikiran kalam klasik masih sangat teoretis, elitis dan statis secara konsepsional.Ia merekomendasikan sebuah teologi atau ilmu kalam yang Antroposentris, Populis, dan Transformatif.
Selanjutnya, pada tahun-tahun 1985-1987, Hasan Hanafi menulis banyak artikel yang ia presentasikan dalam berbagai seminar di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Timur Tengah, Jepang, termasuk Indonesia. Kumpulan tulisan itu kemudian disusun menjadi sebuah.buku yang berjudul Religion, Ideology, and Development yang terbit pada tahun 1993.Beberapa artikel lainnya juga tersusun menjadi buku dan diberi judul Islam in the Modern World (2 jilid).Selain berisi kajian-kajian agama dan filsafat, dalam karya-karyanya yang terakhir pemikiran Hasan Hanafi juga berisi kajian-kajian ilmu sosial.Fokus pemikiran Hasan Hanafi pada karya karya terakhir ini lebih tertuju pada upaya untuk meletakkan posisi agama serta fungsinya dalam pembangunan di negara-negara di dunia.
Pada perkembangan selanjutnya, Hasan Hanafi tidak lagi berbicara tentang ideologi tertentu melainkan tentang paradigma baru yang sesuai dengan ajaran Islam sendiri maupun kebutuhan hakiki kaum muslimin. Sublimasi pemikiran dalam diri Hasan Hanafi ini antara lain didorong oleh maraknya wacana nasionalisme-pragmatik Anwar Sadat yang menggeser popularitas paham Sosialisme Nasser di Mesir pada Tahun 1970-an. Paradigma baru ini ia kembangkan sejak tahun kedua 1980-an hingga sekarang.
Pandangan universalistik ini di satu sisi ditopang oleh upaya pengintegrasian wawasan keislaman dari kehidupan kaum muslimin ke dalam upaya penegakan martabat manusia melalui pencapaian otonomi individual bagi warga masyarakat; penegakan kedaulatan hukum, penghargaan pada HAM, dan penguatan (empowerment) bagi kekuatan massa rakyat jelata.
Menurut Hasan Hanafi Orang Islam tidak butuh hanya sekadar menerima dan mengambil alih paradigma ilmu pengetahuan modern Barat yang bertumpu pada materialisme, melainkan juga harus mengikis habis penolakan mereka terhadap peradaban ilmu pengetahuan Arab.Dan upaya pengenalan itu sebagai unit kajian ilmiah, berbentuk ajakan kepada ilmu-ilmu kebaratan (al-Istighrab, Oksidentalisme) sebagai imbangan bagi ilmu-ilmu ketimuran (al-Istisyraq, Orientalisme). Oksidentalisme dimaksudkan untuk mengetahui peradaban Barat sebagaimana adanya, sehingga dari pendekatan ini akan muncul kemampuan mengembangkan kebijakan yang diperlukan kaum muslimin dalam ukuran jangka panjang.Dengan pandangan ini Hassan Hanafi memberikan harapan Islam untuk menjadi mitra bagi peradaban-peradaban lain dalam penciptaan peradaban dunia baru dan universal.
C. Pandangan Hasan Hanafi tentang Teologi Tradisional Islam
Pemikiran Hasan Hanafi sendiri, menurut Isaa J. Boulatta dalam Trends and lssues in Contemporary Arabs Thought bertumpu pada tiga landasan:
a) Tradisi atau sejarah Islam; b) Metode fenomenologi; c) Analisis sosial Marxian.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa gagasan semacam Kiri Islam dapat disebut sebagai pengetahuan yang terbentuk atas dasar watak sosial masyarakat (socially contructed) berkelas yang merupakan ciri khas tradisi Marxian. Dan menurut Shimogaki, dia mengkatagorikan Hasan Hanafi sebagai seorang Odernis-Liberal, karena ide-ide liberalisme Barat, demokrasi, rasionalisme dan pencerahan telah banyak mempengaruhinya.
Pandangan-pandangan ataupun kritik Hasan Hanafi tentang Teologi Tradisional Islam antara lain pandangan-pandangan tersebut yaitu:
1) Kerangka konseptual lama yang berasal dari kebudayaan klasik harus diubah menjadi kerangka konseptual baru yang berasal dari kebudayaan modern.Dan Teologi merupakan refleksi dari wahyu yang memanfaatkan kosakata zamannya dan didorong oleh kebutuhan dan tujuan masyarakat; apakah kebutuhan dan tujuan itu merupakan keinginan obyektif atau semata-mata.manusiawi, atau barangkali hanya merupakan cita-cita dan nilai atau pernyataan egoisme murni.
2) Hasan Hanafi berpendapat bahwa teologi merupakan hasil proyeksi kebutuhan dan tujuan masyarakat manusia ke dalam teks-teks kitab suci. Ia.menegaskan, tidak ada arti-arti yang betul-betul berdiri sendiri untuk setiap ayat Kitab Suci. Sejarah teologi, kata Hasan Hanafi, adalah sejarah proyeksi keinginan manusia ke dalam Kitab Suci itu. Setiap ahli teologi atau penafsir melihat dalam Kitab Suci itu sesuatu yang ingin mereka lihat. Ini menunjukkan bagaimana manusia menggantungkan kebutuhan dan tujuannya pada naskah-naskah itu.
3) Teologi dapat berperan sebagai suatu ideologi pembebasan bagi yang tertindas atau sebagai suatu pembenaran penjajahan oleh para penindas. Dan Teologi juga memberikan fungsi legitimatif bagi setiap perjuangan kepentingan dari masing-masing lapisan masyarakat yang berbeda. Karena itu, Hasan Hanafi menyimpulkan bahwa tidak ada kebenaran obyektif atau arti yang berdiri sendiri, terlepas dari keinginan manusiawi.
4) Kebenaran teologi dan kebenaran korelasional dalam bahasa Hasan Hanafiyaitu persesuaian antara arti naskah asli yang berdiri sendiri dengan kenyataan obyektif yang selalu berupa nilai-nilai manusiawi yang universal. Sehingga suatu penafsiran bisa bersifat obyektif, bisa membaca kebenaran obyektif pada setiap ruang dan waktu.
5) Teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena tuhan tidak tunduk kepada Ilmu. Tuhan mengungkapkan diri dalam Sabda-Nya yang berupa Wahyu. Ilmu kata adalah tafsir yaitu ilmu hermeneutic yang mempelajari analisis percakapan(Discourse analysis)yang menunjukkan kepada Dunia. Adapun Wahyu sebagai manifestasi kemauan Tuhan, yakni Sabda yang dikirim kepada manusia yang mempunyai muatan-muatan kemanusiaan.25)
D. Pandangan Hasan Hanafi tentang Rekonstruksi Teologi Islam
Hasan Hanafi menegaskan bahwa rekonstruksi teologi tidak harus membawa implikasi hilangnya tradisi-tradisi lama.Rekonstruksi teologi untuk mengkonfrontasikan ancaman-ancaman baru yang datang ke dunia dengan menggunakan konsep yang terpelihara murni dalam sejarah.Tradisi yang terpelihara itu menentukan lebih banyak lagi pengaktifan untuk dituangkan dalam realitas duniawi yang sekarang dan harus dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan, bukan hanya terdiri atas konsep-konsep dan argumen-argumen antara individu-individu, melainkan harus berbagai dengan masyarakat dan bangsa di antara kepentingan-kepentingan yang bertentangan.
Rekonstruksi itu bertujuan untuk mendapatkan keberhasilan duniawi dengan memenuhi harapan-harapan dunia muslim terhadap kemendekaan, kebebasan, kesamaan sosial, penyatuan kembali identitas, kemajuan dan mobilisasi massa.Teologi baru itu harus mengarahkan sasarannya pada manusia sebagai tujuan perkataan (kalam) dan sebagai analisis percakapan.Karena itu pula harus tersusun secara kemanusiaan.
Asumsi dasar dari pandangan teologi semacam ini adalah bahwa Islam dalam pandangan Hasan Hanafi adalah protes, oposisi dan revolusi.Baginya, Islam memiliki makna ganda.Pertama, Islam sebagai ketundukan yaitu yang diberlakukan oleh kekuatan politik kelas atas.Kedua, Islam sebagai revolusi yaitu yang diberlakukan oleh mayoritas yang tidak berkuasa dan kelas orang miskin.Jika untuk mempertahankan status-quo suatu rezim politik, Islam ditafsirkan sebagai tunduk.Sedang jika untuk memulai suatu perubahan sosial politik melawan status-quo, maka harus menafsirkan Islam sebagai pergolakan.
Langkah-langkah melakukan Rekonstruksi Teologi sekurang-kurangnya dilatarbelakangi oleh tiga hal yaitu sebagai berikut;
v Pertama: Kebutuhan Akan adanya sebuah Ideologi yang jelas di tengah-tengah pertarungan global antara berbagai ideology.
v Kedua: Pentingnya teologi baru namun bukan semata pada sisi teoriyisnya saja, melainkan juga terletak pada kepentingan praktis agar secara nyata dapat mewujudkan ideology sebagai gerakan dalam sejarah. Salah satu kepentingan teologi ini adalah memecahkan problem pendudukan di Negara-negara muslim.
v Ketiga: Kepentingan teologi secara praktis(Amaliyah Fi’liyah) yaitu secara nyata diwujudkan dalam realitas melalui realisasi tauhid dalam dunia islam.Hasan Hanafi menghendaki adanya “Teologi Dunia” yaitu teologi baru yang dapat mempersatukan umat Islam dibawah satu Orde.
Hasan Hanafi juga menawarkan dua hal untuk memperoleh kesempurnaan teori ilmu dalam teologi Islam yaitu:
v Pertama: Analisis Bahasa serta istilah-istilah dalam teologi tradisional yaitu warisan nenek moyang di bidang teologi, yang merupakan bahasa Khas. Teologi Tradisional memiliki Istilah-istilah khas seperti Allah, Iman, Akhirat. Menurutnya semua ini menyingkapkan sifat-sifat dan metode keilmuan, seperti;
Ø Empirik-Rasional seperti Iman,Amal, dan Imamah.
Ø Historis seperti Nubuwah
Ø Metafisik seperti Allah dan Akhirat.
v Kedua: Analisis Realitas, yaitu Analisis yang dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis-sosiologis munculnya teologidi masa lalu. Analisis Realitas ini berguna untuk menentukan Stressing kea rah mana teologi kontemporer harus di orientasikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa;
1. Meski bukan dari keluarga yang kaya namun Hasan Hanafi mampu membawa pengaruh besar pada pemikir-pemikir Islam. Sehingga banyak karya- karyanya tersebut yang diterima oleh umat Muslim di dunia.
2. Perjuangan Hasan Hanafi yang tidak pernah puas menerima paham-paham islam yang menurutnya terlalu tradisional dan juga banyaknya perbedaan paham yang ada di masyarakat mesir, sehingga menyebapkan terpecah belahnya umat Muslim dinegara tersebut.
3. Hasan Hanafi adalah seorang pemikir islam yang telah menerbiktan beberapa karya-karyanya berupa buku-buku terutama tentang pemikiran Kiri Islam dan bagaimana agar Islam bisa menjadi lebih baik khususnya untuk Masyarakat Kairo, Mesir itu sendiri dan umumnya untuk seluruh umat muslim di dunia.
4. Hasan hanafi berpendapat bahwa konsep-konsep baik dari segi budaya, bahasa, social, politik dan teologi klasik di ubah menjadi lebih modern agar menjadi lebih baik
B. Saran
Mengingat begitu banyaknya Aliran-aliran ataupun Pemikiran-pemikiran Agama Islam yang begitu banyak di dunia khususnya di Indonesia, maka sangat penting bagi kita sebagai umat muslim untuk mengetahui siapa?, bagaimana? Dan untuk apa aliran atau pemikiran tersebut dan apa dampaknya bagi kita sebagai umat muslim.
Sehingga nantinya kita sebagai umat muslim tidak terjebak dalam aliran-aliran atau pemikiran-pemikiran yang sesat ataupun yang mengarah keluar dari Akidah-akidah islam itu sendiri. Karena tidak mustahil bagi mereka untuk tidak menyesatkan kita, apalagi dengan kondisi keimanan dan ketakwaan kita yang masih jauh dari kata kesempurnaan.
Ingatlah bahwa sesungguhnya musuh terbesar bagimu adalah dirimu sendiri. Bila orang lain yang menjadi musuhmu pasti kamu bisa menghadapinya, namun bila dirimu sendirilah yang jadi musuhmu maka hanya ada dua kata yang bisa kau pilih>) “MENGATAKAN YA” Atau “MEMERANGINYA”. Begitupun dengan Agamamu, yang jadi Musuh terberat dalam Agamamu adalah Musuh yang tak mampu kau Lihat (Musuh dalam Selimut).
Tidak mudah untukmu menjaga Hatimu, Ragamu, juga Agamamu. Selagi engkau masih diberi kesempatan untuk menjaganya, maka jagalah ia, karena bila kau sekali saja tersesat dalam Agamamu(Murtad) maka selamanya engkau akan menjadi penghuni Neraka dan Abadilah untuk selama-lamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Boulatta, Issa J., Hasan Hanafi Terlalu Teoritis Untuk Dipraktekkan, terjemah: Saiful Mujani, dalam Islamika, Edisi, I, Juni-Sept, 1993, h. 21
Hanafi, Hassan, Al-Salafiyat wa al-‘Ilmaniyat fi Fikrina al-Mu’ashir, dalam al-Azminat, III, 15, 1989
-------, Al-Din wa al-Tsaurat fi al-Mishr 1952-1981, Vol. VII, Kairo: A1-Maktabat a1-Madbuliy, 1987
-------, Qadhaya Mu`ashirat fi`Fikrina al-Mu`ashir, (Beirut: Dar al-Tanwir li al-Thiba`at al-Nasyr, I983), cet. ke-2
-------, Dialog Agama dan Revolosi, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1991, Cet. Ke-1
-------, Agama, Ideologi dan Pembangunan, Jakarta, P3M, 1991, Cet. Ke-1
-------, Al-Mukaddimah fi ‘Ilm al-Istighrab, yang diterbitkan di Kairo pada tahun 1991
-------, Pandangan Agama tentang Tanah, Suatu Pendekatan Islam, dalam Prisma 4, April 1984, h. 39
Iwad, Luwis, Dirasat fi al-Hadlarat, Kairo: Dar al-Mustaqbal al-‘Arabiy, 1989)
Shimogaki, Kazuo, ,Between Modernity and Posmodernity, The Islamic Left and Dr. Hassan Hanafi’s Thought: A Critical Reading, Japan: The Institute of Middle Eastern Studies, 1988
-------, Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme: Telaah Kritits Pemikiran Hassan Hanafi, terjemah: M. Imam Aziz dan M. Jadul Maula, Jogjakarta: LkiS, 2007, Cet. Ke-7
Lihat lebih lanjut, Abdurrahman Wahid, Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya” dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme: Telaah Kritits Pemikiran Hassan Hanafi, terjemah: M. Imam Aziz dan M. Jadul Maula, Jogjakarta: LkiS, 2007, Cet. Ke-7, h. xi.
Abdurrahman Wahid, Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya, h. xvi.
Abdurrahman Wahid, Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya”, Ibid., h. xvii.
Hassan Hanafi, Agama, Ideologi dan Pembangunan, Jakarta, P3M, 1991, Cet. Ke-1, h. 6.
Hassan Hanafi, Pandangan Agama tentang Tanah, Suatu Pendekatan Islam , Ibid., h. 40.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar